Penulis : Clarissa Karina Ruus, M.Pd. – Guru SD DIAN HARAPAN HOLLAND VILLAGE MANADO
Inklusivitas adalah prinsip penting untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Prinsip ini menekankan pada sikap penerimaan dan menghargai perbedaan. Inklusivitas berarti memberi kesempatan yang sama kepada setiap individu, tanpa memandang perbedaan. Sehingga, setiap orang diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam semua aspek kehidupan. Penerapan prinsip ini tidak mudah diimplementasikan karena tidak merata dan tidak mencakup semua lapisan masyarakat. Diskriminasi masih terjadi di mana-mana, akses pun masih terbatas.
Dalam upaya yang dilakukan SD Dian Harapan Holland Village Manado menjalankan praktik pendidikan inklusif, sekolah menyadari bahwa pelatihan guru tidaklah cukup. Dukungan dari setiap warga sekolah diperlukan untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif, sehingga penerimaan siswa berkebutuhan khusus ini menyeluruh dan dipraktikkan seluruh warga sekolah.
Untuk memulai gerakan inklusivitas, sekolah memikirkan cara-cara yang tepat sasaran dan cocok diajarkan untuk siswa kelas 1 s/d 6. Sekolah menyadari bahwa inklusivitas tidak dapat diusahakan oleh guru dan siswa saja, tetapi dukungan dari pihak lain seperti orang tua dan tenaga kependidikan yang ada seperti staf administrasi, petugas kebersihan, dan keamanan sangat diperlukan.
Oleh karena itu, sekolah menginisiasikan 2 (dua) kegiatan yang mengangkat topik tentang penyandang disabilitas dan kesetaraan gender.
Memahami dan Menghargai Keberagaman Disabilitas melalui Perayaan Hari Disabilitas
Tahukah kamu? Dunia merayakan IDD (International Day of Persons with Disabilities) setiap tahunnya. Pernahkah kamu berpartisipasi dalam perayaan tersebut?
Dalam sambutan pembukaan Forum Tingkat Tinggi ASEAN tentang Pembangunan Inklusif Disabilitas dan Kemitraan Pasca Tahun 2025 yang diselenggarakan di Makassar, 10-12 Oktober 2023, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengungkapkan bahwa ada sekitar 62 juta penyandang disabilitas di ASEAN. 22,9 juta diantaranya merupakan penyandang disabilitas di Indonesia.
Menurut Undang-Undang No. 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah individu yang memiliki keterbatasan secara fisik, mental, intelektual, sensorik dan motorik dalam jangka waktu yang lama dan hal tersebut berdampak pada relasi dan interaksi dengan lingkungan dan mengalami hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas juga dapat digolongkan sebagai kelompok yang rentan atau paling sering menerima perlakuan diskriminasi serta hak-hak yang tidak terpenuhi.
Berdasarkan data statistik yang disampaikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemenko PMK) dalam siaran Pers Nomor 128/HUMAS PMK/V/2022, angka kisaran disabilitas anak usia 5-19 tahun di Indonesia adalah 3,3% dari keseluruhan anak (dalam rentang usia 5-19 tahun) yaitu 66,6 juta jiwa. Dari data tersebut, jumlah anak penyandang disabilitas berkisar 2.197.833 jiwa.
Melihat fakta di atas, siapa yang bertanggung jawab untuk merawat dan menjamin kehidupan para penyandang disabilitas? Apakah negara menjadi satu-satunya pilihan?
Sebagai manusia, kita diciptakan tidak hanya untuk diri kita sendiri, tetapi menyebarkan perbuatan baik kepada sesama ciptaan (manusia lain). “Sitou Timou Tumou Tou” merupakan filosofi hidup dari masyarakat di Sulawesi Utara yang sudah turun-temurun menjadi nilai hidup yang baik dan wajib dijalankan sebagai rutinitas setiap hari. Filosofi tersebut mengindikasi makna bahwa manusia hidup untuk menghidupkan orang lain. Dengan kata lain, filosofi ini memberi dorongan kepada setiap masyarakat di Sulawesi Utara untuk meningkatkan kepedulian dengan cara mengasihi dan memperhatikan orang lain yang berada di sekitar.
Berangkat dari filosofi tersebut, maka sudah seharusnya tugas merawat dan menjamin kehidupan penyandang disabilitas adalah kewajiban semua pihak, sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing.
Menurut kamu, apa yang menghambat praktik baik ini? Stigma.
Stigma terhadap penyandang disabilitas banyak bermunculan dan menyebabkan mispersepsi di tengah masyarakat. Ada yang menyebutkan penyandang disabilitas tidak bisa melakukan apa-apa, sering bergantung pada orang lain, bahkan tidak produktif. Padahal, banyak di antara mereka yang memiliki kemampuan dan keahlian luar biasa, sesuai kapasitas mereka masing-masing.
Diperlukan upaya bersama untuk menghapus dan memperbaiki stigma yang buruk ini. Setiap unsur masyarakat perlu memikirkan cara untuk meningkatkan kesadaran dan perubahan respon dalam menyikapi kehadiran penyandang disabilitas di tengah-tengah masyarakat.
Kapan sebaiknya dimulai? Sedari dini, mulai dari pemahaman.
Pada bulan Desember 2023, SD Dian Harapan Holland Village mengadakan satu kegiatan yaitu “Perayaan Hari Disabilitas”.
Pertanyaannya, apakah sekolah tersebut memiliki siswa disabilitas? Jawabannya: “Tidak. Kenapa harus menunggu?”
Perayaan hari disabilitas di sekolah ini didasarkan pada tujuan untuk menumbuhkan prinsip inklusivitas kepada semua siswa. Sekolah menyadari bahwa dialog mengenai penyandang disabilitas cukup jarang dilakukan, sehingga siswa belum banyak tahu atau pun terekspos dengan kondisi sekitar.
Sekolah berupaya untuk mewujudkan inklusivitas pada semua siswa terhadap penyandang disabilitas dengan pendekatan pengajaran yang holistik dengan memperhatikan seluruh keberadaan siswa mulai dari pikirannya, hatinya, dan tindakannya (Head, Heart, Hand). Maksudnya, sebuah materi atau topik yang dipelajari siswa tidak berhenti sampai kepada pemahaman (Head), tetapi bergerak untuk menyentuh hati (Heart) dan akhirnya menjadi sebuah tindakan nyata dan berdampak pada lingkungan sekitar (Hand).
SD Dian Harapan Holland Village mengadakan kegiatan perayaan disabilitas dengan tujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman siswa yang baik terhadap penyandang disabilitas (head). Kemudian, sekolah bergerak untuk menyentuh hati (heart) dan aksi (hand) pada tahun-tahun berikutnya.
Tema yang diambil untuk perayaan hari disabilitas ini adalah “International Disability Day: Celebrating Abilities”. Allah menciptakan manusia dengan karakteristik yang unik lengkap dengan bakat, potensi, kekuatan dan kelemahan masing-masing. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penyandang disabilitas pun memiliki kemampuan atau potensi.
Bagian inilah yang ingin diangkat sekolah. Agar supaya, setiap siswa tidak hanya berfokus pada kelemahan atau keterbatasan penyandang disabilitas, tetapi fokus siswa diarahkan untuk memikirkan potensi/ bakat yang bisa dilakukan penyandang disabilitas, serta kontribusi mereka terhadap lingkungan sekitar.
Pada perayaan hari disabilitas di SD Dian Harapan Holland Village, sekolah berkolaborasi dengan tim konselor yang bertugas di sekolah serta mengundang pembicara ahli. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan disusun cukup beragam, menyesuaikan dengan tingkatan kelas dan target peserta yang terdiri dari guru dan murid. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring untuk guru dan onsite untuk aktivitas siswa.
1. Webinar guru: The Practical for Building Inclusive School
Pada kegiatan ini, sekolah berfokus kepada guru. Webinar ini diupayakan dapat meningkatkan kesadaran guru mengenai penyandang disabilitas, meningkatkan wawasan guru akan persoalan yang terjadi berkaitan dengan kehidupan penyandang disabilitas, serta melalui tanya jawab dengan pembicara, kegiatan ini diharapkan mampu menghilangkan stigma terhadap disabilitas dengan memberikan dukungan untuk meningkatkan hak, martabat, dan kesejahteraan penyandang disabilitas.
Webinar berlangsung selama 1 (satu) jam dan diikuti oleh seluruh guru SD Dian Harapan Holland Village. Pemaparan materi dipandu oleh konselor sekolah dan seorang pembicara berlatar belakang sebagai penanggung jawab tim learning support yang melayani anak berkebutuhan khusus di salah satu sekolah swasta inklusi di Jakarta.
Dalam pelaksanaan webinar ini, sekolah berharap guru dapat mencapai salah satu profil guru SD Dian Harapan yaitu memandang murid sebagai peta dan teladan Allah yang memiliki kemampuan untuk mencapai keunggulan. Salah satu bentuk nyata dari perwujudan profil guru ini adalah setiap guru bertumbuh dalam pandangan mereka bahwa Allah menciptakan setiap manusia (dalam hal ini siswa), dengan kemampuan dan kelebihan masing-masing. Termasuk juga siswa yang memiliki disabilitas. Pandangan inilah yang nantinya akan menolong setiap guru untuk dapat lebih terbuka dan menerima, bahkan menepis stereotip gender yang tanpa sadar mempengaruhi cara guru mengajar atau meresponi siswa disabilitas.
2. Aktivitas siswa kelas 1-6 di sekolah: From Disability to Ability
Pemilihan kegiatan yang dilakukan di kelas 1-6 tergolong sederhana. Siswa mengikuti ibadah pagi, mengikuti penjelasan singkat mengenai keberadaan penyandang disabilitas, kemudian ditutup dengan doa bersama.
Selanjutnya, guru menjelaskan tentang disabilitas dan memutarkan video penyandang disabilitas yang menorehkan prestasi untuk Indonesia melalui kepesertaan mereka dalam ASEAN Paragames. Dari situ, guru memandu diskusi untuk mengarahkan siswa berfokus kepada keunikan, potensi, dan bakat para penyandang disabilitas. Di akhir perayaan, siswa diminta untuk menulis surat berisi dukungan, doa dan harapan untuk penyandang disabilitas.
Dengan adanya perayaan ini untuk setiap siswa, sekolah berharap dapat mewujudkan profil lulusan siswa yang 1) membangun relasi yang penuh kasih dan rasa hormat dengan setiap manusia yang adalah gambar dan rupa Allah; 2) serta mengerti dan menghargai keunikan dalam kepribadian seseorang, komunitas, budaya, dan agama.
Pada kegiatan ini, sekolah melakukan sebuah kolaborasi dengan kesadaran bahwa sumber daya di sekolah cukup terbatas. Kolaborasi yang dilakukan sekolah adalah dengan mengundang pembicara ahli untuk kegiatan webinar guru. Ini merupakan sebuah upaya yang dilakukan oleh sekolah secara intensional untuk memperlengkapi dan mempersiapkan guru, jika di kemudian hari sekolah menerima siswa disabilitas atau pun siswa berkebutuhan khusus.
Dari perayaan hari disabilitas yang dilakukan, sekolah melihat adanya kesadaran warga sekolah, khususnya pada siswa mengenai keberadaan penyandang disabilitas. Sebelumnya, pengalaman siswa terhadap penyandang disabilitas cukup terbatas. Siswa hanya melihat penyandang disabilitas di pinggir jalan, restoran, atau tempat publik lainnya. Sehingga, bukan hal yang mengejutkan jika siswa memiliki stigma mengenai penyandang disabilitas. Inilah tantangan riil yang perlu segera ditindaklanjuti dan diselesaikan.
Sebagai satuan pendidikan yang memiliki fungsi untuk mendidik dan membina setiap siswa, sekolah perlu memikirkan cara untuk menghilangkan stigma yang keliru mengenai penyandang disabilitas. Dengan diadakannya perayaan hari disabilitas ini, stigma yang buruk ini mulai berangsur-angsur hilang. Apalagi, ketika siswa ditunjukkan dan menonton video salah satu penyandang disabilitas yang memakai keunikan mereka untuk meraih prestasi di tingkat nasional, banyak siswa meresponnya dengan ekspresi terkejut dan perasaan bangga atas prestasi yang ditorehkan para penyandang disabilitas. Bahkan, dengan dilakukannya ibadah pagi dan diskusi bersama, siswa diajarkan untuk memiliki rasa simpati dan berinisiatif untuk mendoakan mereka.
Selain siswa, ada pengaruh baik yang dapat dirasakan oleh guru yang mengikuti webinar “The Practical for Building Inclusive School”. Awalnya, guru cukup khawatir jika dipertemukan dengan siswa disabilitas di kelasnya. Hal ini wajar karena guru tidak pernah mengikuti pelatihan atau pemaparan materi mengenai penyandang disabilitas. Setelah mengikuti webinar tersebut, guru memiliki kesempatan untuk berefleksi mengenai pandangannya sendiri tentang disabilitas.
Menerima perbedaan dan menghargai perbedaan melalui pemahaman (head) setiap guru dan siswa merupakan tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini. Tentu, hal ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ada keinginan yang kuat dan komitmen bersama untuk mewujudkan lingkungan yang inklusif.
Perayaan hari disabilitas di SD Dian Harapan Holland Village ini diharapkan dapat mencapai tujuan awal sekolah yaitu menumbuhkan prinsip inklusivitas kepada semua siswa. Prinsip inklusivitas yang ditekankan pada perayaan ini adalah penerimaan siswa terhadap perbedaan, menghargai keberagaman dan memberi kesempatan.
Menyadari proses menciptakan lingkungan inklusif ini membutuhkan waktu dan komitmen bersama, sekolah menetapkan perayaan hari disabilitas dilakukan setiap tahunnya. Di tahun berikutnya, sekolah akan berpindah dan bergerak untuk menyentuh hati (heart) semua warga sekolah dengan merencanakan kegiatan-kegiatan yang bermakna. Dengan adanya perayaan hari disabilitas yang dilakukan setiap tahun ini, setiap warga sekolah pun diajak untuk semakin terbuka, sadar dan menerima perbedaan.
Seminar Parenting Orang Tua: Mendobrak Stereotip Gender
Sekolah memahami bahwa setiap siswa datang dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda, mulai dari suku, budaya, nilai dan kepercayaan. Ini pun berdampak pada kepribadian dan pembentukan karakteristik siswa yang beragam dan hal ini sangat terlihat jelas di sekolah. Kepribadian dan karakteristik ini terbentuk dari pola asuh atau parenting orang tua di rumah.
SD Dian Harapan Holland Village percaya bahwa orang tua adalah pendidik utama dan peran orang tua berlangsung sepanjang hidup. Oleh karena itu, dalam mewujudkan pemahaman kesetaraan gender di tingkat sekolah dasar, orang tua perlu terlibat aktif dalam mendidik anak dengan pemahaman dan didikan yang benar.
Beberapa tahun terakhir, stereotip mengenai gender berkembang cukup luas dan akhirnya mempengaruhi cara atau pola asuh orang tua terhadap anak. Menurut kamus Merriam-Webster, stereotip adalah serangkaian gambaran mental terstandarisasi yang dimiliki contoh kelompok sosial tertentu dan yang mewakili pendapat yang disederhanakan, sikap berprasangka, atau penilaian yang tidak kritis terhadap individu lainnya. Berdasarkan definisi di atas, stereotip bersifat tidak terbatas dan terukur, selama kelompok sosial menganggapnya sebagai kebenaran yang diterima.
Bayangkan jika seseorang mempercayai atau hidup dalam stereotip masyarakat yang belum tentu benar dan terukur. Bukankah ini menyiksa?
Stereotip umum mengenai gender yang tersebar di lingkungan masyarakat adalah anggapan bahwa semua perempuan adalah kaum yang lemah dan bergantung, atau semua kaum pria tidak bisa mengurus rumah. Seiring berjalannya waktu, stereotip seperti ini perlu diperbaiki atau bahkan dihilangkan. Untuk apa? Melindungi semua kaum pria dan wanita, termasuk setiap hak yang seharusnya diterima tanpa memandang status.
Selain itu, pola asuh orang tua terhadap anak akan sangat tertolong jika orang tua tidak menyandarkan pola asuh mereka kepada stereotip gender. Anak-anak dalam tahapan perkembangannya tidak akan dikotak-kotakan berdasarkan gambaran yang berkembang dan tersebar luas di lingkungan masyarakat.
Dengan mempelajari latar belakang tersebut, sekolah dengan serius dan intensional memikirkan serta merefleksikan pola asuh orang tua yang tercermin dalam sikap setiap siswa di sekolah. Sekolah melihat adanya kebutuhan yang cukup urgen dan perlu ditindaklanjuti. Oleh karena itu, sekolah memikirkan pengenalan akan kesetaraan gender sangat berpengaruh jika dimulai dari rumah pertama siswa, yaitu bersama orang tua.
Sekolah mengadakan kegiatan seminar orang tua yang bertemakan “Dari Stereotip ke Pemahaman”. Kegiatan seminar ini bertujuan untuk:
- Membantu orang tua memahami dan mengenal stereotip dan bias gender yang umum di masyarakat, media, dan kehidupan sehari-hari, serta bagaimana stereotip ini dapat berdampak pada anak-anak.
- Membekali orang tua dengan pengetahuan dan instrumen yang sesuai untuk mendiskusikan konsep gender, dan membantu orang tua memahami dan mendukung identitas dan ekspresi gender anak-anak.
Pemahaman orang tua terhadap kesetaraan gender yang benar secara tidak langsung membuka kesempatan bagi anak untuk berpartisipasi dan terlibat dalam kegiatan sekolah dengan terbuka dan percaya diri, tanpa harus merasa atau mengalami pelabelan, penomorduaan, dan marginalisasi (Pusat Penguatan Karakter Kemendikbudristek, 2023).
Kegiatan seminar parenting orang tua ini dilakukan pada bulan November 2023 di SD Dian Harapan Holland Village. Sekolah mengundang perwakilan Rumah Sakit Siloam Paal Dua Manado sebagai pembicara. Rumah Sakit Siloam Paal Dua mengutus seorang dokter spesialis anak untuk memfasilitasi seminar ini.
Dalam seminar tersebut, pembicara menjelaskan mengenai hal-hal apa saja yang berperan dalam perkembangan gender seorang anak, serta dampak yang dirasakan oleh anak-anak dalam tahapan perkembangan tersebut.
Ada satu pola asuh orang tua yang krusial dan tidak disadari orang tua. Yaitu, banyak orang tua mengarahkan anak pada pilihan karir berbasis gender. Misalnya: polisi hanya untuk anak laki-laki dan chef untuk anak perempuan.
Selain itu, pembicara membukakan beberapa contoh pola asuh orang tua yang dianut berdasarkan stereotip gender:
- Dalam bermain peran (role play), peran anak laki-laki, identik berperan sebagai polisi, tentara, pilot, dan sopir. Sedangkan anak perempuan identik menjadi guru, dokter, dan chef.
- Anak laki-laki cenderung dimotivasi untuk menjadi kuat, mandiri, agresif dan pemberani. Sedangkan anak perempuan cenderung dimotivasi jadi penurut dan melakukan kegiatan yang tidak agresif.
- Dalam pembagian makanan atau gizi, biasanya identik dengan makan anak laki-laki lebih banyak daripada perempuan,
- Anak laki-laki identik bermain perang-perangan atau yang melibatkan fisik. Sedangkan anak perempuan lebih identik dengan main boneka atau main masak-masakan.
- Dalam pemilihan preferensi warna, anak perempuan biasanya diarahkan pada pemilihan warna cerah seperti pink, ungu, merah, atau kuning. Sedangkan, laki-laki cenderung diarahkan pada pemilihan warna gelap seperti biru, hitam, atau abu-abu.
- Dari segi tontonan, anak perempuan identik dengan film yang bertema feminim seperti barbie, frozen, dan sebagainya. Sementara, film tontonan anak laki-laki biasanya bertemakan aksi, mobil-mobilan, dan lain sebagainya.
Apa dampak masa depan terhadap karir anak dengan pemetaan seperti contoh di atas? Pembicara menjelaskan, hal ini akan mempengaruhi penilaian anak terhadap aktivitas yang dilakukan di sekitar mereka dan mempengaruhi persepsi anak terhadap okupasi atau pekerjaan yang tersedia untuk mereka.
Dalam hal pola asuh, pembicara mendorong dan menguatkan orang tua untuk keluar dari ‘kotak’ yang selama ini menahan orang tua dalam mengasuh anak-anak. Anak perlu diberikan ruang untuk mengeksplor potensi dan bakat yang mereka punyai, sehingga ketika dewasa, anak dapat meraih dan memanfaatkan potensi tersebut dalam pekerjaannya atau kehidupannya sehari-hari.
Pembicara merekomendasikan beberapa peran orang tua yang dapat dilakukan di rumah untuk membuka kesempatan dan hak setiap anak, baik laki-laki maupun perempuan:
- Orang tua adalah orang pertama yang berhubungan dengan anak. Mayoritas waktu anak dihabiskan bersama orang tua. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk membangun relasi dengan anak. Jika orang tua sibuk bekerja, orang tua perlu memastikan menyediakan waktu setiap harinya untuk mengecek kondisi anak, dan bertanya tentang harinya di sekolah.
- Orang tua harus mempertahankan hubungan harmonis di dalam keluarga.
- Orang tua adalah tokoh panutan (role model) anak. Oleh karena itu, orang tua perlu dengan bijak bertindak atau pun berkata-kata di depan anak.
- Orang tua harus mencintai dan menghargai perasaan anak, serta memberikan ruang untuk anak bercerita mengenai perasaan mereka.
- Orang tua perlu menyediakan lingkungan penuh kasih sayang dan keterbukaan untuk anak.
Pada pelaksanaan seminar ini, orang tua dibukakan dengan fakta dan diajak untuk merefleksikan kembali pola asuh yang selama ini diterapkan orang tua di rumah, serta memperbaiki pola asuh yang cenderung mengarahkan anak kepada hal-hal yang didasari oleh stereotip.
Dengan adanya pelaksanaan seminar ini, tentu sekolah berharap adanya pembaruan pola asuh orang tua terhadap anak. Untuk melihat dampak baik sepertinya tidak mudah terukur dan terlihat hasilnya secara cepat, mengingat pola asuh orang tua terhadap anak merupakan proses yang berlangsung cukup lama dan panjang, bahkan membutuhkan waktu seumur hidup. Tidak mudah mengubah perspektif yang sudah terbentuk. Namun, dengan adanya kegiatan seperti ini, sekolah berharap orang tua dapat memaknai perannya sebagai pendidik utama dengan baik dan bijak.
Sekolah bertekad untuk terus membina hubungan yang baik dengan orang tua. Sekolah percaya bahwa orang tua adalah pendidik utama. Oleh karena itu, orang tua dan sekolah perlu menjadi mitra yang baik dalam mendidik anak. Kegiatan seminar ini pun adalah salah satu upaya yang dilakukan sekolah untuk meningkatkan kemitraan, sinergi dan semangat, serta membekali orang tua dalam menjalani fungsinya sebagai pendidik utama. Sehingga, pendidikan yang diterima anak-anak bersifat holistis dan menyeluruh pada setiap aspek kehidupan.
SD Dian Harapan Holland Village berharap upaya yang baik ini dapat menyentuh pembaca mulai dari satuan pendidikan atau guru lain, untuk memikirkan perayaan hari disabilitas sebagai salah satu aksi keterbukaan dan penerimaan terhadap penyandang disabilitas yang ada di lingkungan sekitar. Pada konteks sekolah dasar, kesetaraan gender perlu diterapkan tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi perlu dimulai dari rumah. Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk terus melibatkan keikutsertaan orang tua dalam mendidik anak.
Sudahkah sekolah Anda berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif? Maukah Anda mempertimbangkan dua contoh kegiatan di atas?
Mari bangun komitmen bersama-sama untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif, terbuka, dan mempromosikan keunikan serta keragaman siswa di tempatmu!
Referensi:
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. 2023. Buku Saku Orang Tua Kesetaraan Gender di Bidang Pendidikan. Pusat Penguatan Karakter. Jakarta.