Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Kota Surabaya

Penulis : Dra. Munaiyah, M.Pd. – Pemda Dinas Pendidikan Kota Surabaya

 

Kebijakan pendidikan inklusi di Kota Surabaya telah dimulai hampir dua dekade lalu. Namun, ada sejumlah kendala dalam implementasinya.

Kota Surabaya sebagai kota terbesar kedua di Indonesia dan kota terbesar di Jawa Timur memiliki penduduk yang cukup padat. Hal itu diikuti dengan jumlah satuan pendidikan yang cukup banyak mulai jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD), sekolah dasar (SD), maupun sekolah menengah pertama (SMP). Jumlah satuan pendidikan tiap jenjang ialah sebagai berikut. Jenjang PAUD sebanyak 2.628 satuan pendidikan terdiri atas lima satuan PAUD negeri dan 2.623 satuan PAUD swasta, jenjang SD sebanyak 654 lembaga terdiri atas 284 SD negeri dan 370 SD swasta, sedangkan untuk jenjang SMP sebanyak 323 lembaga terdiri atas 63 SMP negeri dan 260 SMP swasta. 

Sejatinya kebijakan pendidikan inklusi di Kota Surabaya telah dimulai sejak 2008. Pada saat itu di Kota Surabaya telah memiliki satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif terdiri atas satu SMP negeri dan tujuh SD negeri. Selanjutnya pada 2013 dikembangkan menjadi dua puluh SMP negeri dan lima puluh SD negeri sebagai penyelenggara pendidikan inklusif. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif diberikan tenaga guru pendamping khusus (GPK) yang berlatar belakang pendidikan luar biasa atau sarjana psikolog dan digaji dengan dana APBD. Pada 2017 Pemerintah Kota Surabaya melalui Dinas Pendidikan menambah sekolah inklusi jenjang SMP sebanyak lima lembaga sehingga menjadi 25 satuan pendidikan dan membentuk unit layanan untuk anak-anak inklusi yang bernama Pusat Layanan Disabilitas (PLD).

 PLD yang ada di Kota Surabaya bukan merupakan lembaga yang berdiri sendiri, melainkan pengembangan fungsi dari bidang teknis yang ada di Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Terdapat lima unit PLD di tiap wilayah Kota Surabaya, yaitu wilayah selatan berlokasi di SDN Sawunggaling 1, Kecamatan Wonokromo; wilayah timur berlokasi di SDN Menur Pumpungan 1, Kecamatan Sukolilo; wilayah pusat berlokasi di SDN Kapasari 8, Kecamatan Tambaksari; wilayah barat berlokasi di SDN Lidah Wetan 4, Kecamatan Lakarsantri; dan wilayah utara berlokasi di SDN Kerembangan Selatan 3, Kecamatan Kerembangan. Tugas dan fungsi PLD antara lain (1) memberikan layanan dan pendampingan serta pelatihan kepada anak-anak serta masyarakat penyandang disabilitas, (2) sebagai tempat konsultasi bagi sekolah yang memiliki peserta didik penyandang disabilitas (PDPD) dan (3) tempat konsultasi orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas. 

Pelayanan yang dilakukan PLD antara lain sebagai berikut.

  1. Konsultasi dengan orang tua/guru;

  2. Melakukan observasi, identifikasi, dan asesmen kondisi anak;

  3. Intervensi anak (penanganan kesiapan belajar); 

  4. Bersama organisasi pemerintah daerah lain (dinas kesehatan, dinas sosial, dan Puspaga) melakukan deteksi dini anak PAUD di Kota Surabaya;

  5. Pembelajaran kompensatorik;

  6. Penanganan perilaku;

  7. Sosialisasi ke masyarakat (kelurahan, puskesmas, warga, kecamatan, sekolah di wilayah PLD);

  8. Bekerja sama dengan tenaga fisioterapi, okupasi, dan wicara;

  9. Melakukan outreach lapangan terkait pendidikan anak berkebutuhan khusus;

  10. Melakukan pendampingan bimtek guru kelas satu SD dalam bimbingan teknis persiapan penyelenggaraan sekolah inklusif; dan

  11. Melakukan pendampingan dalam peningkatan minat dan bakat siswa dalam lomba siswa penyandang disabilitas.

 

    Di setiap PLD terdapat dua sampai tiga petugas pelayanan yang berlatar belakang pendidikan psikologi atau pendidikan luar biasa. Setiap petugas PLD memberikan layanan kepada siswa penyandang disabilitas sesuai dengan disabilitas dan hambatan perkembangannya. Selain sekolah negeri, ada beberapa satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat (sekolah swasta) yang memberikan layanan kepada peserta didik penyandang disabilitas. Namun, dengan jumlah peserta didik penyandang disabilitas yang semakin hari semakin bertambah, seperti saat ini berjumlah lebih dari 4.000 peserta didik (data dari Profil Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Agustus 2024) tentu saja diperlukan satuan pendidikan yang lebih banyak lagi untuk menampung dan melayani PDPD agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Kegiatan lain yang telah dilakukan Dinas Pendidikan dalam memberikan layanan inklusivitas kepada peserta didik ialah apresiasi terhadap bakat dan minat PDPD dengan mengadakan perayaan Hari Disabilitas Internasional (HDI) setiap Desember. Kegiatan yang dilakukan ialah lomba-lomba mulai tingkat kecamatan sampai dengan tingkat kota, pameran hasil karya siswa penyandang disabilitas, dan gebyar acara dan diapresiasi oleh Wali Kota Surabaya beserta Bunda PAUD Kota Surabaya pada puncak acara Hari Disabilitas Internasional. Jenis-jenis lomba yang diadakan meliputi bidang olahraga terdiri dari  lomba lari 50 meter (bolak-balik), bulu tangkis, tarik tambang, dan lempar bola dalam ring); bidang seni meliputi menyanyi, memainkan dakon, membaca puisi, dan mewarnai; bidang bina diri meliputi lomba memakai seragam, menggosok gigi secara mandiri, memakai kaus kaki dan sepatu secara mandiri, merapikan tempat tidur, dan cuci muka serta menyisir rambut; dan bidang akademis meliputi cerdas cermat. Pada puncak acara HDI semua pengisi acara ialah PDPD mulai pembawa acara, pembaca doa, penampil performance antara lain menyanyi, menari, memainkan alat musik, parade puisi, fashion, serta pantomim.

 

Jumlah satuan pendidikan dan siswa difabel tidak sebanding

Jumlah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif yang ada di Kota Surabaya tidak sebanding dengan jumlah PDPD yang semakin tahun terdeteksi semakin banyak. Hal tersebut disebabkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan untuk semua dan saat ini orang tua tidak lagi malu/menyembunyikan jika memiliki anak penyandang disabilitas. Dengan kondisi seperti itu jika satuan pendidikan tertentu saja yang memberikan layanan kepada PDPD, jumlah PDPD dalam satu satuan pendidikan akan terlalu banyak sehingga mereka tidak terlayani dengan baik. Di sisi lain ketersediaan guru pendamping khusus sangat terbatas. Karena itu, pada tahun ajaran 2024/2025 Dinas Pendidikan Kota Surabaya mengambil kebijakan seluruh satuan pendidikan negeri mulai jenjang PAUD, SD, hingga SMP menerima PDPD.

Sebagai bentuk implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 48 Tahun 2023 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas pada Satuan Pendidikan Anak Usia Dini Formal, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Tinggi, Dinas Pendidikan Kota Surabaya mengambil kebijakan bahwa mulai tahun ajaran 2024/2025 seluruh satuan pendidikan negeri di Kota Surabaya mulai jenjang PAUD sampai dengan SMP menerima PDPD.

Kebijakan itu bertujuan agar seluruh PDPD dapat sekolah di satuan pendidikan yang dekat dengan tempat tinggal. Selain itu, agar layanan pendidikan bagi PDPD tidak hanya di satuan pendidikan tertentu sehingga mereka mendapatkan layanan yang maksimal sesuai dengan kemampuan dan perkembangan yang dimiliki. Penerimaan PDPD pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2024/2025 dilaksanakan melalui jalur afirmasi inklusi dan jalur zonasi. PPDB melalui jalur afirmasi inklusi dilakukan jika pada saat orang tua mendaftar PPDB telah mengetahui dan menyadari bahwa anak mereka penyandang disabilitas dan telah memiliki hasil asesmen atau surat keterangan dari tenaga ahli. Sementara itu, PPDB pada PDPD jalur zonasi terjadi karena pada saat PPDB orang tua belum menyadari atau belum mengetahui bahwa anak mereka termasuk PDPD kemudian setelah dilakukan asesmen awal oleh guru pada saat masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) baru diketahui jika peserta didik tersebut termasuk PDPD. Hal itu sangat dimungkinkan mengingat PPDB di Kota Surabaya dilakukan secara online.

Data peserta didik dari hasil penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2024/2025 kelas satu jenjang SD, terdapat 166 anak penyandang disabilitas, terdiri atas 133 berjenis kelamin laki-laki dan 33 anak berjenis kelamin perempuan. Sementara itu, disabilitas yang dialami peserta didik cukup beragam antara lain gangguan pendengaran, low vision, gangguan perilaku, dan bahkan ada yang down syndrome. Sementara itu, peserta didik penyandang disabilitas jenjang SMP sebanyak 423 orang terdiri atas 291 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 132 siswa perempuan. Disabilitas yang dialami anak kelas tujuh SMP terdiri atas gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan wicara, kesulitan belajar, lambat belajar, autis, serta gangguan motorik. PDPD tersebut, di samping dikembangkan dalam hal kemampuan dan kompetensi, diberi pelatihan-pelatihan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan. Untuk peserta didik jenjang SD, pelatihan yang diberikan meliputi menggambar, melukis, kaligrafi, menari, fashion show, dan lainnya. Sementara itu, untuk peserta didik jenjang SMP, pelatihan yang diberikan lebih spesifik, misalnya menyablon, memasak, memotong rambut, serta membatik. 

 

Langkah-langkah Dinas Pendidikan Kota Surabaya menyiapkan satuan pendidikan negeri

Langkah-langkah yang dilakukan Dinas Pendidikan Kota Surabaya dalam menyiapkan satuan pendidikan negeri menerima PDPD ialah memberikan bimbingan teknis dan pendampingan kepada seluruh guru kelas satu guru kelas dua di sekolah dasar negeri dan sekolah swasta. Tahapan yang dilakukan ialah sebagai berikut.

  1. Pada awal Januari 2024, dilakukan sosialisasi kepada seluruh kepala sekolah, guru kelas satu, dan guru kelas dua dari sekolah negeri dengan materi akomodasi yang layak serta materi tentang pencegahan dan penanganan tindakan kekerasan di satuan pendidikan. Kegiatan itu diikuti oleh 224 kepala sekolah dan 710 guru kelas satu dan guru kelas dua serta dilakukan secara paralel di beberapa lokasi serta bertahap.

  2. Februari 2024 dilakukan bimbingan teknis, dengan peserta guru kelas satu dan guru kelas dua sekolah dasar negeri, dengan kegiatan 

    1. penyusunan instrumen awal peserta didik baru, yang akan digunakan untuk melakukan asesmen awal siswa kelas satu SD selama MPLS berlangsung,

    2. penyusunan asesmen untuk mengetahui gaya belajar siswa,

    3. penyusunan angket untuk orang tua siswa,

    4. penyusunan, penggunaan, dan cara menganalisis sederhana instrumen identifikasi peserta didik berkebutuhan khusus (untuk mengetahui hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan intelektual, hambatan fisik motorik, hambatan emosional, autism, attention deficit hyperactivity disorder/ADHD, slow leaner, kesulitan belajar, cerdas istimewa berbakat istimewa/CIBI),

    5. penyusunan profil peserta didik, dan

    6. penyusunan kurikulum modifikasi dan bahan ajar.

  3. Juli 2024, sosialisasi tentang akomodasi yang layak kepada kepala sekolah dan guru kelas satu SD swasta.

  4. Agustus 2024, minggu pertama setelah masuk tahun ajaran baru pendampingan kepada guru-guru kelas satu dari SD negeri yang memiliki peserta didik penyandang disabilitas untuk tindak lanjut hasil asesmen. Kegiatan itu diikuti sebanyak 282 guru dari 94 satuan pendidikan.

  5. Pada awal Agustus 2024, pendampingan kepada guru-guru kelas satu dari SD swasta yang memiliki peserta didik penyandang disabilitas yang diikuti oleh 350 guru dari sekolah swasta dari 64 satuan pendidikan swasta.

 

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pada awalnya semua guru di satuan pendidikan jenjang sekolah dasar negeri disiapkan untuk menerima PDPD. Namun, setelah PPDB, tidak semua menerima PDPD. Dari 284 satuan pendidikan hanya 94 satuan pendidikan yang ada pendaftar dari PDPD. Sementara itu, untuk sekolah swasta terdapat 64 satuan pendidikan yang menerima PDPD dari 370 satuan pendidikan.

Kolaborasi dalam Implementasi Program Pendidikan Inklusif 

Kegiatan Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Kota Surabaya berkolaborasi dengan:

  1.  Lembaga Disability Innovation Center (DIC) Universitas Negeri Surabaya, dengan memberikan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada kepala sekolah dan guru-guru terkait dengan pembelajaran berdeferensiasi, akomodasi yang layak, penyusunan instrumen asesmen, penyusunan profil peserta didik, dan penyusunan kurikulum modifikasi serta penyusunan bahan ajar.

  2. Universitas Negeri Surabaya, Universitas Airlangga, Universitas Surabaya, Universitas Dr. Soetomo, serta beberapa perguruan tinggi lain di Kota Surabaya yang memiliki fakultas psikologi telah melakukan memorandum of understanding (MoU) dengan Pemerintah Kota Surabaya secara rutin memberikan pendampingan, penyuluhan, dan penguatan kepada guru bimbingan konseling dan guru kelas.

  3.  Dinas Sosial Kota Surabaya, melalui Rumah Anak Prestasi (RAP), yaitu tempat untuk mengembangkan bakat dan minat anak-anak penyandang disabilitas, misalnya melukis, membatik, pelatihan musik, dan sablon. Setiap kegiatan telah terjadwal di setiap RAP. Saat ini Pemerintah Kota Surabaya telah memiliki empat RAP yang berlokasi di Surabaya timur, Surabaya utara, Surabaya barat, dan Surabaya selatan.

  4.  Dinas Sosial Kota Surabaya, melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), memberikan layanan dan pendampingan kepada anak-anak penyandang disabilitas yang mengalami permasalahan. Dalam menjalankan tugas itu Dinas Sosial dan Dinas Pendidikan secara bersama-sama memberikan konstribusai dalam penyelesaian permasalahan pada PDPD.

  5.  Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, melalui Pusat Pelayanan Keluarga (Puspaga), yang memberikan edukasi dan pelayanan konsultasi bagi orang tua, termasuk orang tua yang memiliki anak penyandang disabilitas. Saat ini pelayanan Puspaga telah dikembangkan sampai di tingkat RW guna mendekatkan diri dengan masyarakat. Kegiatan lain yang dilakukan Puspaga adalah seminar dengan tema-tema antara lain peran ayah dalam keluarga, peran ibu dalam perkembangan anak, deteksi masalah perilaku anak dan pemulihannya, memahami dan menerapkan hak-hak anak, penggunaan gawai pada anak dan remaja. mengajarkan anak untuk belajar dan tumbuh dari pertentangan dan hambatan, tip internet yang sehat dan aman untuk anak, serta tema-tema menarik dan kekinian lainnya.

  6.  Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI) cabang Kota Surabaya dan Provinsi Jawa Timur melalui pemberian sosialisasi dan parenting kepada guru dan orang tua serta pendampingan kepada anak-anak yang bermasalah. Kegiatan APSI banyak dilakukan melalui pencegahan (preventif) dengan melakukan pendampingan-pendampingan ke satuan pendidikan berbasis wilayah kerja. 

  7.  Dinas Kesehatan Kota Surabaya secara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan kepada anak-anak penyandang disabilitas, misalnya pemeriksaan mata, pemeriksaan telinga, pemberian bantuan kacamata, pemberian bantuan alat bantu dengar melalui corporate social responsibility dengan perusahaan-perusahaan dan lainnya, serta layanan melalui Rumah Anak Berkebutuhan Khusus (Rumah ABK).

  8.  Lembaga-lembaga fisioterapi.

 

Hasil dan tantangan Implementasi Program Pendidikan Inklusif

Hasil dari kegiatan implementasi pendidikan inklusif di Kota Surabaya ialah saat ini terdapat 94 satuan pendidikan jenjang sekolah dasar yang menerima PDPD dari 284 SD negeri yang ada di Kota Surabaya. Sementara itu, untuk SMP negeri yang semula hanya 25 satuan pendidikan yang menerima PDPD, saat ini seluruh satuan pendidikan jenjang SMP sebanyak 63 menerima PDPD. Dengan demikian PDPD terdistribusi secara merata di banyak lembaga. Di samping itu untuk sekolah swasta jenjang SD terdapat 64 lembaga yang menerima PDPD. Sementara itu, untuk jenjang SMP terdapat 34 satuan pendidikan yang menerima PDPD.

Tantangan dalam pelaksanaan program implementasi pendidikan inklusi di Kota Surabaya yang pertama ialah guru. Guru kelas dan guru mata pelajaran pada awalnya mereka tidak memiliki latar belakang pendidikan luar biasa ataupun psikologi sehingga dibutuhkan niat yang kuat dan semangat yang tinggi dalam melayani PDPD. Solusi yang dilakukan ialah Dinas Pendidikan Kota Surabaya berkolaborasi dengan pihak-pihak terkait secara rutin memberikan pendampingan terhadap guru-guru tersebut. Kegiatan peningkatan kompetensi guru dalam melayani PDPD juga dilakukan melalui kegiatan pengembangan profesional guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) yang didampingi oleh guru pendamping khusus, serta melalui komite pembelajaran yang telah terbentuk seiring dengan implementasi Kurikulum Merdeka. 

Tantangan lainnya ialah dari orang tua siswa dengan anak yang tidak mengalami disabilitas. Memang pada saat satuan pendidikan melakukan sosialisasi kepada seluruh orang tua siswa kelas satu dan tujuh, ada kekhawatiran dari beberapa orang tua terkait dengan kelas campuran tersebut. Ada kekhawatiran dari orang tua waktu guru akan terkuras untuk mendampingi anak-anak penyandang disabilitas. Namun, dengan penjelasan dari kepala sekolah dan guru mereka akhirnya dapat menerima kebijakan tersebut. Yang tidak kalah pentingnya disampaikan juga bahwa peserta didik penyandang disabilitas yang diterima di sekolah reguler ialah mereka yang disabilitasnya tidak terlalu berat. Jika ternyata ditemukan ada yang disabilitasnya berat, satuan pendidikan akan berkoordinasi dengan orang tua untuk dilakukan asesmen lanjutan oleh tenaga ahli dan akan ada rekomendasi sekolah yang tepat untuk siswa tersebut.

Dampak positif dari orang tua peserta didik penyandang disabilitas ialah mereka sangat senang karena dapat menyekolahkan anak di sekolah yang lebih dekat dengan rumah juga di sekolah reguler, bukan sekolah luar biasa, sehingga mereka dapat mengantar, menjemput, bahkan ada yang mendampingi saat anak-anak di kelas dan di sekolah.

Dampak positif dari peserta didik yang reguler berdasarkan informasi dari guru ialah anak-anak memiliki kepekaan sosial yang positif. Hal itu terlihat dari hasil pengamatan guru anak-anak reguler tidak segan-segan memberikan bantuan kepada teman mereka yang penyandang disabilitas. Misalnya membantu memakai baju saat habis olahraga, membantu menenangkan teman mereka yang menangis, dan mendampingi saat membeli makanan di kantin.  

Diterima, tetapi masih ada catatan

Berdasarkan program yang telah dikembangkan oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya, dapat kami simpulkan bahwa seluruh satuan pendidikan dapat menerima peserta didik penyandang disabilitas. Hal itu sejalan dengan slogan education for all. Anak-anak berkebutuhan khusus belajar bersama-sama dengan anak-anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus. Mereka menerima pembelajaran bersama-sama di lingkungan yang sama, pendidik yang sama, tenaga kependidikan, dan stakehoder di satuan pendidikan yang sama karena dengan pendampingan yang terus-menerus dan terstuktur, setiap guru dapat melayani peserta didik penyandang disabilitas. Tentu saja dengan dukungan dan kerja sama dari para stakeholder yang ada di satuan pendidikan dan dinas pendidikan. Layanan pendidikan inklusif di Kota Surabaya diatur dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 52 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Kota Surabaya. Hal itu sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 32 ayat 1 yang memberikan arti penting dalam memperhatikan pendidikan bagi semua orang tanpa terkecuali terutama bagi difabel atau penyandang cacat. Sementara itu, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: “Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak”. Kedua undang-undang tersebut menjelaskan bahwa penyandang disabilitas harus dijaga dan diperlakukan dengan baik karena mereka mengalami keterbatasan fisk, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu yang lama dalam berinteraksi dengan lingkungan mereka sehingga mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan masyarakat berdasarkan kesamaan hak. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi merupakan salah satu wadah bagi pengembangan pendidikan untuk anak-anak penyandang disabilitas yang tidak hanya menitikberatkan pada kegiatan dalam aspek akademik saja, tetapi juga mengembangkan kemampuan nonakademik yang akan menunjang kemandirian di masa depan mereka. Oleh karena itu, penting sekali menggali kemampuan dan aktivitas siswa berkebutuhan khusus dengan diadakannya berbagai kegiatan, salah satunya melalui lomba. Pemerintah wajib hadir dalam pemberian layanan tersebut.

Untuk itu, bagi para pengampu lembaga penyelenggara pendidikan tidak ada alasan untuk tidak melakukan kebijakan yang sangat luar biasa itu. Implementasi Program Pendidikan Inklusif di Kota Surabaya itu dilakukan tanpa mengubah SOTK. Kami tetap menggunakan SOTK yang ada karena kegiatannya lebih ke peningkatan fungsi dari lembaga melalui bidang teknis yang sudah ada. Di samping itu, tidak ada tambahan/anggaran khusus baik yang berasal dari APBD maupun APBN. Hal yang dibutuhkan ialah komitmen bersama serta strategi tentang bagaimana memprioritaskan program layanan inklusif dari program-program yang telah ada. Program implementasi pendidikan inklusif itu dapat dimulai dari saat ini dan dari yang ada, bukan melaksanakan jika merasa sudah siap. Di samping itu inklusivitas pendidikan sejalan dengan pelaksanaan Kurikulum Merdeka melalui pembelajaran berdiferensiasi dengan setiap satuan pendidikan wajib mengakui dan merangkul keberagaman seluruh peserta didik yang ada dengan memberikan layanan semaksimal mungkin sesuai dengan taraf perkembangan dan kebutuhan peserta didik. Untuk mengawali program layanan inklusif di Kota Surabaya, unsur pendidik dan tenaga kependidikan diberi bimbingan-bimbingan teknis dan peningkatan kompetensi melalui wadah pengembangan profesi guru (KKG) serta melalui komunitas belajar yang telah ada. Dari sisi kurikulum dilakukan modifikasi kurikulum, dengan cara setelah guru menyusun profil peserta didik, disusunlah kurikulum modifikasi sesuai dengan kondisi tiap peserta didik penyandang disabilitas. Dari unsur sarana dan prasarana, untuk sekolah yang mendapatkan rehab gedung/ruang kelas disesuaikan dengan kebutuhan layanan inklusivitas. Namun, untuk sekolah yang belum mendapatkan rehab fisik, diupayakan mengatur pembagian ruang kelas untuk memudahkan akses penyandang disabilitas.

Sebenarnya peserta didik penyandang disabilitas saat ini telah ada di hampir seluruh satuan pendidikan, terutama untuk peserta didik slow learner. Namun, selama ini banyak yang mengabaikan. Banyak satuan pendidikan yang menyamakan anak slow learner dengan anak reguler. Praktik-praktik seperti itu sebenarnya membuat beban bagi para guru dan tekanan terhadap peserta didik itu sendiri. Peserta didik dengan kemampuan yang rendah dituntut guru sama dengan siswa-siswa reguler lainnya, pembelajaran yang diberikan sama, tugas-tugas yang diberikan sama, demikian juga halnya dengan penilaian yang dilakukan sama. Karena itu, dinas pendidikan wajib hadir untuk mengeluarkan kebijakan dan memberikan fasilitasi kepada satuan pendidikan agar satuan pendidikan memiliki ruang gerak untuk mengatur kurikulum untuk memberikan layanan kepada peserta didik sesuai dengan kondisi kemampuan dan perkembangan mereka. Tentu kita semua sepakat, bahwa setiap individu berbeda. Mereka memiliki minat, bakat, dan kemampuan yang berbeda-beda. Setiap individu itu unik sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia.