Perkembangan digital yang semakin marak menjadi warna yang dominan bagi pergerakan sekolah. Dampak pengaksesan digitalisasi pada siswa sejak masa Covid hingga sekarang baik positif maupun negatif sangat mempengaruhi perkembangan karakter siswa.
SMP Negeri 1 Bintan adalah sekolah yang jumlah siswanya besar di Kabupaten Bintan. Seiring perkembangan teknologi yang dipahami para siswa ternyata tidak sebanding dengan perkembangan pengetahuan digital para orangtua. Kondisi ini memberikan ruang yang leluasa, semua persoalan muncul dengan sangat beragam. Sebagai sekolah yang berada di kepulauan, dengan lokasi geografis yang memiliki lintasan pelayaran kapal penumpang dan barang antarpulau serta mata pencarian nelayan yang dominan ternyata mengakibatkan anak memiliki latar belakang yang sangat kompleks.
Permasalahan siswa yang cenderung enggan sekolah dan memilih bekerja, penyalahgunaan penggunaan media sosial serta pergaulan yang mengarah pada kekerasan dan perundungan menjadi fokus pihak sekolah. Melihat kondisi tersebut pihak sekolah tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang dilakukan siswa hanya menjadi tanggung jawab satu pihak saja. Oleh karena itu melalui kolaborasi semua elemen yang mendukung keberlangsungan siswa di SMP Negeri 1 Bintan harus diusung dengan langkah berkolaborasi.
Tujuannya agar siswa yang menghadapi permasalahan dalam perkembangannya dapat bergandeng tangan diarahkan dan dibimbing untuk masa pendidikannya sesuai dengan usia pembelajarannya.
Apa itu KASIPATAS ?
SMP Negeri 1 Bintan, berada di Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Dengan jumlah siswa di setiap tahunnya kurang lebih 740 orang dalam 24 rombongan belajar dan memiliki PTK sebanyak 58 orang. Berdasarkan jumlah siswa tersebut dan kompleksitas permasalahan yang timbul maka sekolah melakukan sebuah aksi penanganan siswa dengan nama KASIPATAS (Kawal Siswa sampai Tuntas)
KASIPATAS merupakan gerakan TPPK SMP Negeri 1 Bintan dalam mengatasi permasalahan tindak kekerasan dan permasalahan lainnya yang terjadi di sekolah secara kolaboratif. Aksi ini menjadi sebuah jembatan dalam proses pendampingan siswa yang sedang menghadapi masalah. Pengaduan atau penginformasian tindakan kekerasan atau yang lainnya para siswa dapat menyampaikan dengan salah satu cara diantaranya langsung bertemu dengan guru BK/Wali kelas/guru mata pelajaran, kedua melalui pesan WA kepada pihak sekolah yang ingin disampaikan secara pribadi dan ketiga dengan menggunakan barcode untuk pengaduan digital. Dari pengaduan tersebut proses pengidentifikasian masalah hingga solusi atau kebijakan yang akan diberikan kepada siswa tersebut akan ditangani dengan proses yang secepatnya.
Dalam aksi KASIPATAS ini, SMP Negeri 1 Bintan memiliki tujuan
- Permasalahan yang dihadapi siswa dapat diselesaikan sesuai tahapan yang ada dalam SOP
- Siswa tetap mendapat pendampingan dan pemantauan dalam proses perkembangannya
- Siswa yang telah mendapat pembinaan, nantinya akan menjadi pelopor atau tauladan bagi teman-temannya
- Kolaborasi kemitraan sekolah dapat mendukung dalam pendampingan dan pembinaan siswa bersama keluarganya.
Dalam pelaksanaan aksi KASIPATAS ini, SMP Negeri 1 Bintan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan dilakukan dengan melibatkan berbagai unsur di satuan pendidikan seperti Kepala sekolah, PTK ,siswa dan orang tua. Untuk di luar sekolah. adanya pelibatan Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan, Perlindungan Anak Terpadu berbasis masyarakat. (PATBM) Kabupaten Bintan, Yayasan Berlian Propinsi Kepri, DP3KB Propinsi dan kabupaten, PUSPAGA Gurindam Kepri, Bhabinkamtibmas Polsek Bintan Timur dan PUSKESMAS Kijang Kota.
Implementasi Jembatan KASIPATAS
Kegiatan pencegahan dari aksi KASIPATAS melalui pembinaan charakter building setiap minggunya di hari Rabu selama 30 menit dengan narasumber yang variatif. Selain itu, adanya penyuluhan atau sosialisasi berkaitan dengan kegiatan TPPK dari pihak eksternal secara terjadwal.
Untuk mendukung aksi ini sekolah memiliki payung hukum MoU kerjasama dengan PATBM Kabupaten Bintan dan Yayasan BERLIAN Propinsi Kepulauan Riau. MoU dengan lembaga masyarakat merupakan upaya untuk menjangkau keluarga dari siswa agar bisa melakukan mediasi terkait penanganan kekerasan. Adanya rincian di dalam MoU untuk penerapan tugas TPPK mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan.
Kolaborasi dalam pelaksanaan kegiatan TPPK di sekolah melibatkan beberapa pihak. Untuk pihak eksternal yang terlibat dalam kegiatan KASIPATAS diantaranya Dinas Pendidikan Kabupaten Bintan, Perlindungan Anak Terpadu berbasis masyarakat. (PATBM) Kabupaten Bintan, Yayasan Berlian Propinsi Kepri, DP3KB Propinsi dan kabupaten, PUSPAGA Gurindam Kepri, Bhabinkamtibmas Polsek Bintan Timur dan PUSKESMAS Kijang Kota. Adapun pihak yang selalu mendampingi dalam pelaksanaan aksi KASIPATAS yakni PATBM Kabupaten Bintan dan Yayasan BERLIAN Propinsi Kepulauan Riau.
Sistem pelaksanaan kolaborasi dalam aksi KASIPATAS berawal dari adanya isu atau kejadian yang dilakukan atau diterima siswa. Para wali kelas atau guru mata pelajaran berkoordinasi dengan Tim TPPK sekolah. Selanjutnya diskusi dilakukan sebelum memanggil siswa dengan pengumpulan data dan pengidentifikasian awal oleh TIM TPPK. Jika permasalahannya perlu penguatan atau kebijakan kepala sekolah maka permasalahan didiskusi dahulu kepada kepala sekolah. Namun jika permasalahannya masih pada tindakan yang dapat diselesaikan Tim TPPK maka pelibatan orangtua perlu dilakukan sebagai bentuk diskusi pembinaan bersama. Dari situlah kesepakatan pemantauan dan pembinaan antara pihak sekolah dan orangtua terbangun.
Lain halnya jika tindak kekerasan terjadi pada siswa berlatar belakang dari kondisi keluarga siswa yang tidak baik dan telah mengarah pada proses hukum maka Tim TPPK dan Kepala sekolah akan diskusi bersama orangtua untuk mengawal siswa mengatasi permasalahannya. Dalam hal ini, keluarga khususnya orangtua dan siswa setelah mendudukkan permasalahan bersama siswa, pihak sekolah akan berkoordinasi dengan PATBM atau Yayasan Berlian untuk memberikan penguatan atau pendampingan di luar dari sekolah. Kolaborasi pemantauan di sekolah dan luar sekolah menjadi kolaborasi yang dilakukan untuk mengawal siswa hingga permasalahan yang dihadapinya dapat solusi dan selesai. Proses pendidikan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
Keberadaan pihak eksternal yang mendukung sekolah untuk berkolaborasi sangat memperkuat dalam penanganan kekerasan. Hal ini membuktikan aksi KASIPATAS mendapatkan kolaborasi yang utuh sehingga pemantauan anak tidak hanya sebatas pembinaan di sekolah. Proses pelaksanaan KASIPATAS di sekolah menjadi terbantu apabila siswa harus mendapatkan penanganan khusus.
Tahun 2023 terdapat dua siswa terlibat aksi kekerasan terhadap siswa di luar sekolah. Kedua siswa tersebut menjadi penonton aksi itu, tanpa melakukan peleraian pada korban. Kasus ini viral karena salah satu dari sekelompok pelajar tersebut merekam dan menyebarkan ke media social. Akhirnya kasus ini menjadi perhatian pihak kepolisian. Menyikapi hal ini pihak sekolah langsung berkoordinasi melalui wali kelas dan kesiswaan untuk mengecek kebenaran siswa tersebut.Kemudian langsung berkoordinasi bersama Tim TPPK sekolah. Saat itu informasi yang diterima pihak sekolah setelah siswa pulang sekolah maka koordinasi Tim sekolah hari itu langsung dilakukan. Setelah data lengkap, pihak sekolah berkoordinasi pada orangtua kedua siswa tersebut. Akhirnya permintaan orangtua mereka ingin langsung mendudukkan permasalahan ini kepada pihak sekolah. Kedua anak tersebut kemudian dibawa orangtuanya menuju ke sekolah. Pihak sekolah melakukan asesmen awal pada kedua siswa dan hasilnya membenarkan adanya aksi tersebut. Kasus ini akhirnya dimediasikan oleh pihak kepolisian. Sementara di sekolah, kedua siswa tetap mendapatkan pemantauan dan pembinaan dari BK. Penguatan terhadap sikap dan perilakunya juga didampingi oleh pihak PATBM dan DP3KB
Hal yang hebat saat kedua siswa tersebut kembali ke sekolah dengan permasalahan yang dihadapi, teman-temannya sudah tidak mengulasnya. Justru mereka menunjukkan empati yang dihadapi siswa tersebut. Seiring perjalanan tersebut, saat ini siswa tersebut menunjukkan perubahan karakter yang lebih baik. Para siswa dengan adanya kejadian yang dilakukan dan dialami kedua siswa tersebut memberikan pembelajaran bahwa jika perlakuan kepada orang lain yang sifatnya kekerasan akan berujung tindak pidana. Pemahaman hal ini memberikan pembelajaran yang berharga bagi para siswa melalui kasus yang dialami teman sejawatnya.
Kolaborasi dalam pelaksanaan penanganan permasalahan kekerasan menjadi hal utama yang perlu dilakukan. Bagi SMP Negeri 1 Bintan kolaborasi dengan mitra yang mendukung dalam setiap kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan menjadi penyempurnaan untuk kawal siswa sampai tuntas setiap permasalahan yang ada.
Adanya aksi KASIPATAS di SMP Negeri 1 Bintan, memberikan dampak pada manajemen penanganan kasus yang ada di sekolah. Kolaborasi internal antara Tim TPPK, Guru dan siswa menjadi semakin tinggi koordinasinya. Penyelesaian kasus dapat sesuai dengan karakter siswa dan sistem penanganannya. Kolaborasi dalam penyelesaian masalah untuk mendapatkan solusi penanganan dapat bermanfaat pada siswa. Perubahan perilaku siswa setelah pemantauan dan pembinaan menunjukkan perubahan. Para orangtua memiliki keperdulian yang tinggi terhadap sekolah dalam mendukung pengawasan siswa. Komunikasi yang terjalin semakin cepat dan komunikatif. Selain itu pihak-pihak yang mendukung kemajuan TPPK di sekolah terus berkoordinasi dan mendukung pelayanan siswa. Terjalinnya kerjasama yang kompak antara pihak sekolah dengan pihak eksternal dalam mendampingi siswa memberikan dampak posisif untuk kenyamanan sekolah.
Problematika Implementasi KASIPATAS
Dalam proses pelaksanaan aksi KASIPATAS ini, hambatan yang dihadapi Tim TPPK dilihat dari
1) Siswa
Jumlah siswa yang variatif di sekolah merupakan hal kompleks dalam penanganan siswa. Perlakuan yang diberikan pada setiap siswa tidak bisa homogen, meskipun pembinaan secara klasikal dilakukan namun penguatan tetap harus secara personal. Tantangan terberat bagi sekolah saat berhadapan pada siswa yang tingkat keperduliannya sangat rendah. Zona aman yang menjadi pilihannya mengakibatkan beberapa siswa begitu santai dan cuek menyikapi segala hal.
Kondisi tersebut memberikan dampak besar bagi pergerakan sekolah untuk melakukan aksi-aksi TPPK secara maksimal. Dengan kondisi seperti ini, siswa memilih untuk diam, terutama berkaitan perlakuan-perlakuan yang mengarah pada kekerasan atau perundungan. Siswa enggan untuk melaporkan apapun yang terjadi pada temannya kepada guru atau Tim TPPK. Justru mereka, memilih menghindar dan seakan-akan tidak mengetahui sebuah kejadian. Hal ini sangat menyulitkan dalam mengidentifikasi, karena pihak sekolah tidak dapat mengetahui apapun yang terjadi di sekolah. Parahnya, perlakuan kekerasan atau perundungan dapat terjadi berulang-ulang.
Menyikapi hal ini, pihak sekolah melalui kegiatan pembiasaan 30 menit pagi OneM setiap harinya selalu melakukan aktivitas yang mengusik karakter siswa secara rutin. Adapun kegiatannya, Senin dengan kegiatan upacara, selasa dengan kegiatan literasi buku dan digital serta kuis. Rabu dengan kegiatan motivasi yang diisi oleh guru, siswa, narasumber dari luar sekolah dan Tim TPPK. Kamis dengan kegiatan jalan santai, senam, sarapan bersama, permainan tradisional dan PHBS. Jumat diisi dengan kegiatan kerohanian, untuk siswa Islam yasinan, sholat dhuha bersama, membaca jus ama dan salawatan. Sementara untuk yang beragama Kristen, Katolik dan Budha melaksanakan ibadahnya dibawah pendampingan guru masing-masing. Rangkaian kegiatan disusun dalam jadwal mingguan, sehingga aktivitas siswa setiap minggu selalu bervariasi. Kesemuanya disusun dalam satu bulan. Disamping itu siswa diberikan kegiatan ekstrakurikuler setiap hari selasa dan Jumat. Siswa dapat memilih esktrakurikuler yang sesuai dengan talentanya. Rabu sore kegiatan Adiwiyata.
Disamping itu, Tim TPPK membentuk tim siswa yang menjadi siswa binaan TPPK. Para siswa didampingi dalam kegiatan PIK R. Melalui para siswa pilihan tersebut menjadi perpanjangan Tim TPPK kepada siswa lainnya. Mereka melakukan komunikasi dan himbauan yang bersifat personal dan klasikal dalam kelas. Dengan kampanye dan aksi yang dilakukan mereka memberikan dampak yang besar yaitu keterbukaan dan keberanian untuk menyampaikan informasi berkaitan kekerasan dan perundungan. Prinsip tutor sebaya dalam menginformasikan suatu pembelajaran mampu memberikan kenyamanan dan pemahaman yang cepat.
Aksi siswa yang memperkuat Tim TPPK tersebut apabila telah menerima laporan atau cerita dari pelapor bahkan melihat hal-hal yang tidak sesuai langsung menginfokan ke Tim TPPK. Berawal dari sini pihak sekolah akan mengembangkannya agar segala permasalahan bisa mendapat penanganan yang cepat. Untuk pelaporan kejadian, para siswa diberikan kesempatan untuk memberikan pengaduan secara langsung maupun digital. Hal ini menghindari kondisi yang tidak nyaman bagi pelapor. Kini pihak sekolah atau Tim TPPK sangat terbantu untuk mengakses aktivitas siswa di sekolah. Peran siswa yang perduli terhadap aksi TPPK mampu memberikan dampak kenyamanan sekolah.
2) Guru
Kekuatan guru dalam memberikan pembelajaran di sekolah apabila kol;aborasi semua komponen terbentu secara bersama. Berkaitan kegiatan TPPK, respon para guru begitu apatis. Konsep yang tertanam yaitu permasalahan yang dihadapi menjadi urusan guru BK. Jika ada anak masalah dudukkan ke BK. Seakan-akan permasalahan siswa hanya tanggung jawab guru BK sementara yang lain sekedar menampung informasi. Kondisi ini menjadi permasalahan awal yang dihadapi untuk mendukung kegiatan TPPK. Tanpa disadari perlakuan guru masih mengarah pada bully verbal baik kepada rekan kerja maupun siswa. Gurauan seakan sebuah hiburan orang dewasa atau seorang guru kepada siswanya. Padahal dalam gurauan yang dilontarkan mengarah pada tindakan yang kurang tepat.
Menyikapi hal tersebut, secara perlahan pihak sekolah melakukan diskusi dan pembelajaran secara berkala melalui Tim TPPK yang terdiri dari kurikulum, kesiswaan, guru BK, Komite dan Orangtua untuk terus menggaungkan program TPPK. Setiap bulan melalui Charakter Building, motivasi pagi memberikan warna perubahan. Di kegiatan kombel sekolah Tim TPPK menyampaikan target program kegiatan sekolah. Responnya luar biasa.
Selanjutnya, untuk memperkuat perubahan tersebut pihak sekolah bersama Yayasan Berlian Kepulauan Riau membuat kegiatan dengan melibatkan 24 wali kelas dan Tim TPPK untuk workshop tentang TPPK. Dengan narasumber yang berkompeten pada bidang perlindungan anak yakni PUSPAGA Gurindam Kepri, DP3KB Provinsi dan Kabupaten serta Dinas Pendidikan maka para guru mendapatkan tambahan ilmu tentang TPPK. Hasilnya, sekolah semula yang memahami tentang TPPK hanya 7 orang kini mendapat tambahan personil 24. Secara tidak langsung, perlakuan-perlakuan yang sifatnya membully kini semakin dipahami.
SMP Negeri 1 Bintan yang memiliki 24 rombel, para wali kelas kini saat menghadapi permasalahan anaknya di kelas semakin bijak dalam mengemas penanganannya. Koordinasi penanganan dilakukan disertai data dan informasi yang valid, kemudian dilanjutkan dengan Tim TPPK. Dari situlah koordinasi dilanjutkan hingga tuntas. Pendampingan anak dilakukan hingga pemantauan kelanjutannya.
3) Orangtua
Berbicara siswa tidak terlepas dari keberadaan orangtua. Karena pembinaan anak di rumah menjadi tanggungjawab ayah dan ibu. Kondisi ini cukup serius bagi pihak sekolah dalam menyelesaikan atau mendampingi siswa. Mengingat, hambatan yang dihadapi Tim TPPK yaitu pendampingan orangtua yang tidak maksimal.
Permasalahan yang dihadapi siswa di sekolah secara prosedur akan diselesaikan Tim TPPK sesuai aturannya. Finalnya kehadiran orangtua akan dihadirkan sebagai bentuk penguatan untuk para siswa agar di rumah dapat terpantau secara kolaborasi dengan pihak sekolah. Namun, pendampingan tersebut tidak dapat terjadi karena status ayah/ibu adalah keluarga yang berpisah (bercerai). Sang anak berada pada salah satu pengasuhan orangtua kandungnya. Ada juga keberadaan anak dititipkan kepada sanak saudara atau di rumah sendirian dengan pantauan tetangga. Pekerjaan ayah atau ibu yang sangat padat sehingga ketika anak-anak di rumah orangtua masih kerja. Kondisi ini mengakibatkan keinginan pengasuhan anak tidak bisa sesuai yang diharapkan siswa.
Solusi yang dilakukan pihak sekolah dalam hal ini dengan mendudukkan siswa kepada pihak keluarga yang terdekat. Jika orangtuanya berpisah, maka salah satunya bisa ayah atau ibunya dihadirkan untuk memberikan pendampingan. Bahkan bila keduanya tidak memungkinkan untuk mendukung siswa tersebut, pihak sekolah bersama PATBM berkoordinasi untuk mengkondisikan ke keluarganya secara pendekatan berbasis masyarakat. Secara prinsip para siswa perlu pendampingan agar mereka merasakan bahwa ada perlindungan dari keluarga. Pihak TPPK memberikan layanan konsultasi pemantauan siswa untuk orangtua baik secara luring maupun daring.
Selain itu, pendampingan orangtua agar komunikasi dengan pihak sekolah terjadwal maka langkah lain yang dilakukan yaitu dengan membuat pertemuan rutin. Kegiatan ada yang dilakukan setiap semester ataupun setiap waktu. Untuk kehadiran orangtua siswa dijadwalkan minimal hadir ke sekolah satu kali per semester. Sedangkan untuk perwakilan paguyuban kelas dalam satu semester 3 kali.
4) Handphone (HP)
Penggunaan HP merupakan hambatan yang dihadapi sekolah. Penggunaan yang diharapkan sebagai pendukung pembelajaran belum mampu difungsikan secara maksimal. Apalagi dengan perubahan proses pembelajaran, pola pembelajaran yang dilakukan anak masih minim perhatian. Pihak orangtua tahunya hanya meminta untuk anak belajar namun pendampingan dan penguatan pada anak belum dilakukan secara beriringan. Terlebih pemahaman orangtua terhadap perkembangan pendidikan saat ini tidk sepenuhnya.
Para siswa memvidio dan mengunggah cuitan yang bersifat membully. Selain itu melakukan serangan-serangan verbal dengan arah cacian. Lain halnya orangtua, yaitu senang bercurhat di media social apabila mengalami kekecewaan khususnya pada pihak sekolah. Para orangtua lebih cenderung beropini atau berkesimpulan sehingga sering terjadi miskonsepsi berkaitan dengan pendidikan. Selain itu, keterbatasan dan kurangnya kontrol orangtua terhadap penggunaan handphone anak-anaknya. Mengingat hal tersebut sangat riskan untuk akses anak-anak beraktivitas bersama teman-temannya atau dunia maya. Rendahnya pemantauan terhadap penggunaan HP memberikan ruang besar anak untuk tidak tertib terhadap penggunaan HP.
Solusi yang dilakukan pihak sekolah untuk para siswa berkaitan dengan HP dengan memberikan pengarahan tentang bijak dalam menggunakan digital. Penguatan didampingi juga pihak Bhabinkamtibmas. Upaya ini sebagai bentuk pembelajaran kepada para siswa tentang aturan hukum dalam bermedia sosial. Langkah lain, penggunaan HP di sekolah ditertibkan dengan melakukan penitipan HP di petugas tertentu. Setiap kelas diarahkan untuk menitipkan HP mereka dalam satu keranjang dalam loker khusus atau ke petugas. Upaya sekolah mengistirahatkan siswa tidak mengakses HP selama di sekolah terus digalakkan. Namun, tetap memberikan kesempatan apabila ada rekomendasi guru untuk menggunakannya dalam pembelajaran di waktu itu saja.
Sementara untuk para orangtua, lebih pada pendekatan persuasif melalui pertemuan rutin di paguyuban kelas. Memberikan kesempatan kepada para orangtua untuk berkomunikasi dan berdiskusi apabila mendengar informasi yang kurang nyaman. Tim TPPK berkoordinasi kepada para wali kelas dan kesiswaan untuk menyampaikan berbagai informasi perkembangan sekolah dan laporan proses pembelajaran melalui perwakilan paguyuban. Selanjutnya, para orangtua yang mewakili paguyubannya akan menginformasikan kepada para orangtua di kelasnya sebagai bentuk penguatan dan pemantauan anak-anaknya masing-masing.
Refleksi KASIPATAS Dalam Proses Pembelajaran
Berdasarkan paparan aksi TPPK di sekolah dapat disimpulkan bahwa KASIPATAS adalah aksi SMP Negeri 1 Bintan untuk Kawal Siswa Sampai Tuntas apabila ada siswa yang mengalami tindak kekerasan, perundungan atau permasalahan lainnya. KASIPATAS menjadi jembatan kolaborasi TIM TPPK SMP Negeri 1 Bintan dengan pihak eksternal sekolah untuk mendukung proses penanganan setiap kasus sesuai dengan standar penanganan.
Aksi ini menjadi sebuah tindakan yang perlu dilakukan dalam setiap penanganan kasus yang dialami siswa. Jika siswa mengalami ataupun sebagai pelaku, perlu kasusnya dilakukan pendampingan dari awal hingga akhir. Apabila kasusnya telah selesai, siswa tetap harus terus dipantau dan diberikan pendampingan agar hal-hal yang pernah dilakukan tidak berulang kembali. Hasil yang ditunjukkan siswa menjadi evaluasi lanjutan. Untuk menguatkannya perlu pihak eksternal agar siswa dapat terus berinteraksi dengan pihak yang mampu memberikan pandangan pendukung untuk mengkokohkan dirinya.
Aksi ini perlu ditiru karena semua permasalahan anak harus diselesaikan sampai dapat solusi yang sesuai. Proses pengawalan rmasalah perlu disesuai dengan perkembangan siswa. Untuk menyelesaikannya perlu kolaborasi mulai dari pihak sekolah ataupun pihak eksternal yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi anak. harapannya anak tetap semangat dan kepercayaan dirinya terjaga. Psikologinya tidak merasa diasingkan.
Berangkat dari aksi KASIPATAS yang dilakukan SMP Negeri 1 Bintan sejak tahun 2023, banyak pembelajaran dan referensi pengalaman dari pihak eksternal yang mendukung pihak sekolah dalam menghadapi permasalahan siswa. Keterlibatan pihak yang tepat dan sistem penanganan yang sesuai akan memberikan motivasi hebat pada siswa.
Peran guru dalam mengawal siswa bersama Tim TPPK di sekolah menjadi tolak ukur untuk mendukung sekolah nyaman dan kondusif. Keterlibatan orangtua untuk mendukung pembelajaran dan keberlangsungan siswa perlu mendapatkan perhatian yang maksimal agar kepercayaan diri anak sempurna. Prinsip konsisten, sekecil apapun permasalahan siswa yang berkaitan dengan kekerasan atau lainnya harus diselesaikan secara tuntas.
Harapannya, aksi KASIPATAS SMP Negeri 1 Bintan ini, dapat menjadi inspirasi dalam pendampingan anak. Mengingat perkembangan anak tidak bisa dilepaskan begitu saja. Perlunya kolaborasi semua pihak untuk mengantarkan anak-anak yang cemerlang bukan sekedar teori. Semoga hal ini dapat menjadi referensi pendukung praktik baik yang ada di sekolah-sekolah se-Indonesia. Mari bersama-sama, melalui KASIPATAS, kawal siswa sampai tuntas untuk permasalahan kekerasan dan perundungan yang dihadapi siswa, kita kawal hingga mendapatkan hasil akhir yang terbaik untuk anak-anak Indonesia.
Dampak bagi SMP Negeri 1 Bintan, aksi KASIPATAS merupakan aktivitas semua Tim sekolah bersama pihak yang mendampingi kemajuan sekolah. Sumber yang mendukung keberlangsungan aksi ini adanya dukungan dari pihak eksternal yang membidangi dengan latar belakang pendidikan dan instansinya sehingga KASIPATAS akan terus konsisten.***
Penulis : Sri Lestari – Guru SMPN 1 Bintan