Literasi dan Karakter: Fondasi untuk Lingkungan Pendidikan Bebas Kekerasan

Medan, 24 November 2024 – Dalam konteks pendidikan, literasi yang kuat dapat menjadi kunci untuk menciptakan generasi yang lebih inklusif, saling menghormati, dan bebas dari kekerasan. Memahami pentingnya hal tersebut, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terus memperkuat program pendidikan karakter melalui literasi sebagai solusi strategis untuk mencegah dan menangani kekerasan, khususnya di lingkungan pendidikan.

“Kekerasan merupakan masalah yang sangat penting. Kuncinya adalah bagaimana kita membangun kesadaran sosial dan peradaban baru yang berfondasi pada literasi,” ujar Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, saat membuka acara Peningkatan Literasi Kesetaraan untuk Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Medan, Jumat (22/11).

 

Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kemendikdasmen dengan Nasyiatul Aisyiyah.

“Masalah dalam rendahnya angka literasi kita adalah anak tidak memahami apa yang mereka baca. Sehingga target kita adalah membaca yang disertai dengan kemampuan memahami,” ucap Mendikdasmen. Ia juga menegaskan pentingnya peran Nasyiatul Aisyiyah dalam menyukseskan program Wajib Belajar 13 Tahun, khususnya pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), taman kanak-kanak, dan kelompok bermain. 

“Kami juga akan mengurangi muatan mata pelajaran untuk memberikan ruang refleksi bagi para siswa dan memperbanyak bahan bacaan sebagai penguatan dari apa yang dipelajari di sekolah,” tambah Mendikdasmen.

 

Sekretaris Jenderal Kemendikdasmen, Suharti, melaporkan bahwa pelaksanaan kegiatan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas data kekerasan yang menunjukkan tren mengkhawatirkan. Berdasarkan data KPAI menyebutkan terdapat 262 kasus terhadap anak, termasuk kekerasan di dalamnya kekerasan fisik, psikis, dan seksual sepanjang tahun 2023. Data lain dari KPPPA tahun 2024 melaporkan 763 kasus kekerasan di satuan pendidikan, dengan korban yang mayoritas adalah anak-anak.

“Angka tersebut menegaskan pentingnya upaya penguatan karakter dan literasi kesetaraan sebagai solusi strategis. Literasi yang dimaksud mencakup pemahaman akan pendidikan nilai, nilai-nilai moral, kesetaraan gender, serta kemampuan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan,” ucap Suharti.

 

Kegiatan ini melibatkan 196 peserta, terdiri dari pimpinan wilayah dan pusat Nasyiatul Aisyiyah, serta perwakilan organisasi otonom Muhammadiyah di Sumatera Utara. Adapun tujuan dari kegiatan ini adalah 1) meningkatkan pemahaman peserta tentang kesetaraan gender dan pencegahan kekerasan; 2) mendorong peserta menjadi agen perubahan di lingkungan mereka; dan 3) memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas.

“Kami berharap hasil kegiatan ini tidak hanya menambah wawasan peserta, tetapi juga mampu memotivasi mereka untuk menyebarkan pengetahuan dan melakukan advokasi di lingkungan masing-masing,” imbuh Suharti.

 

Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Ariati Dina Puspitasari, memperkenalkan Rumah Literasi Nasyiatul Aisyiyah (RALINA) sebagai salah satu inisiatif literasi berbasis komunitas. “RALINA bukan hanya tempat membaca atau koleksi buku, tetapi juga ruang pemberdayaan masyarakat, khususnya perempuan, serta penguatan karakter bagi anak-anak melalui kegiatan literasi,” ungkap Ariati.

 

Ketua Pimpinan Wilayah Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur, Desi Ratna Sari, juga menyampaikan apresiasinya. “Kami bersyukur sekali dengan adanya kegiatan ini, karena kami bisa saling memotivasi antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Kami juga bisa berbagi pengalaman terkait asesmen dan hal yang perlu disiapkan jika teman-teman dari wilayah lain ingin mendirikan RALINA,” ujar Desi.

 

Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
 

Sumber : Siaran Pers Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor: 587/sipers/A6/XI/2024