Undiksha terletak di Bali Utara yang sejak 10 tahun terakhir ini telah didatangi oleh mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini membuka ekonomi yang sangat beragam di kota Singaraja untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Di samping itu, pembukaan rumah-rumah kost yang bertebaran di kota Singaraja, baik yang berlokasi di radius dekat kampus maupun ke pinggiran kota menjadikan Singaraja sebagai kota multietnik dengan berbagai laku budaya yang berbeda satu sama lainnya. Menariknya, laku budaya kekotaan yang mengusung kebebasan yang akhirnya membuka peluang terjadinya tindak kekerasan. Misalnya, 2 kasus yang pernah ditangani terdapat mahasiswa di tempat kost yang mengalami kekerasan seksual memunculkan dugaan kuat bahwa akar dari munculnya masalah ini adalah ketidakmampuan masing-masing pihak untuk menjaga prinsip terhadap pentingnya menjaga “tubuh”, baik itu tubuh secara fisik maupun tubuh sosialnya. Dalam kaitan dengan tubuh fisik telah dikenal dalil secara umum bahwa setiap orang, apapun jenis kelaminya sangatlah penting untuk menjaga dan merawat tubuhnya, terutama yang berkaitan dengan seksualitasnya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga tubuh sosial. Dalam pengertian tubuh sosial, dengan mengacu pada pandangan Synnott (2007) tubuh sosial adalah simbolisasi diri dan masyarakat dimana setiap orang di konstruksi dengan muatan nilai sosial budaya yang bertujuan untuk menjaga order masyarakat. Demikian pula pada perempuan dan laki-laki yang sarat dengan muatan nilai yang terinternalisasi melalui keluarga maupun masyarakat untuk mengajegkan tertib sosial. Pembentukan gender perempuan dan laki-laki akan menghasilkan tubuh sosial – tubuh yang penuh pengharapan secara simbolik. Misalnya, perempuan harus menutup auratnya; perempuan tidak boleh berpegangan tangan dengan yang bukan muhrim nya; perempuan tidak boleh keluar malam; dan masih banyak lagi batasan-batasan secara gender yang mengurung tubuh perempuan.
Berkaitan dengan kehadiran Tim Satgas PPKS di setiap perguruan tinggi yang bertugas untuk mencegah dan melakukan penanganan terhadap kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, dengan berpijak pada kasus yang pernah terjadi maka, pemberian pengetahuan tentang cara “menjaga tubuh” untuk mahasiswa maupun laki-laki menjadi penting dilakukan. Dalam konteks ini, tubuh perempuan menjadi rentan untuk mendapatkan serangan pelecehan. Serangan terhadap tubuh perempuan tidak sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang kekerasan seksual. Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.
Undiksha melalui keberadaan PPKS terpanggil untuk senantiasa berbenah dan memberikan penawaran atas model pencegahan dan penanganan yang nantinya dapat memastikan terciptanya hubungan antar umat manusia yang harmonis dan berjangka panjang. Langkah kolaboratif dengan berbagai pihak sangatlah diperlukan dalam melakukan langkah antisipatif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Selama dua tahun 2023 dan 2024 PPKS Undiksha telah melakukan aksi kolaboratif bersama KISARA (Kita Sayang Remaja) – komunitas gerakan remaja yang ada di bawah naungan PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Daerah Bali.. Menariknya, kolaborasi ini dilakukan karena penggerak dari KISARA adalah orang-orang muda yang berpegang pada jargon Viva Youth-Viva Kisara. Melalui jargon inilah mereka bergerak melakukan kampanye tentang isu-isu kesehatan. Garapan isu yang menjadi fokus utama KISARA ibarat gayung bersambut dengan Visi Tim Satgas Undiksha yang bertugas melakukan langkah antisipatif untuk mengajak mahasiswa terampil dalam membaca tubuh fisik dan tubuh sosialnya. Pembacaan tubuh fisik dimiliki oleh KISARA, sedangkan pembacaan tubuh sosial dikuasai oleh dosen undiksha yang memiliki latar keilmuan kajian budaya. Kolaborasi inilah yang menjadi bahan garapan tim Satgas Undiksha untuk melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
Tujuan utamanya adalah : Melalui Tindakan Kolaboratif diharapkan dapat tercapai hal-hal berikut ini.
- Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa dan mahasiswi tentang fungsi dan makna tubuh secara fisik dan sosial
- Melakukan langkah literasi kepada mahasiswi dan mahasiswa agar memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi ancaman yang dapat terjadi terhadap tubuh
- Menghasilkan barisan champion di kalangan mahasiswa/mahasiswi untuk menjadi kader penerus dalam aksi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus
Di era kebebasan saat ini, perempuan maupun laki-laki mendapatkan ruang yang sangat luas untuk mengekspresikan berbagai kebebasannya termasuk dalam eksplorasi tubuhnya. Misalnya, cara berpakaian di ruang publik semakin terbuka; cara perempuan dan laki-laki berkomunikasi semakin luas. Di tengah-tengah ruang kebebasan, Undiksha berkenalan dengan 1 komunitas LSM yang terdiri dari kumpulan anak-anak muda di bawah naungan PKBI bernama KISARA (Kita Sayang Remaja). Komunitas ini memiliki visi dan misi yang sejalan dengan tugas Tim Satgas PPKS yang berfokus pada pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Orang-orang muda yang tergabung dalam KISARA tercatat sebagai mahasiswa yang terlatih dalam memberikan pelatihan tentang Upaya Peningkatan Kesadaran Diri Perempuan dan Laki-laki serta Peningkatan Pemahaman tentang Virus HIV-AIDS. Kolaboratif antara Tim Satgas PPKS Undiksha dengan KISARA ibarat gayung bersambut dalam mewujudkan praktik baik yang berkesinambungan.tentang cara menjaga kesehatan reproduksi
Deskripsi Praktik Baik
Tim Satgas PPKS yang ada di bawah naungan Universitas Pendidikan Ganesha memiliki visi menjadi Universitas Unggul berlandaskan Ideologi Tri Hita Karana di Asia. Ideologi Tri Hita Karana adalah ideologi yang bersumber dari filsafat agama Hindu yang berorientasi universal. Konsep dasar ideologi adalah membahas tentang Sumber kebahagian di dunia adalah bersumber pada :1) Harmonisasi hubungan manusia dengan Tuhan (harmoni teologi); 2) Harmonisasi manusia dengan sesama manusia (harmoni sosial); 3) Harmonisasi hubungan manusia dengan lingkungan (harmoni ekologi). Pengusungan ideologi ini sangat berkaitan erat dengan tugas dari Tim Satgas PPKS Undiksha yakni membantu terjalinnya hubungan harmonis antar warga Undiksha, agar berpegang teguh pada prinsip Emoh Kekerasan. Dalam mewujudkan hal ini Tim Satgas bekerjasama dengan KISARA – LSM yang memiliki kepedulian terhadap pentingnya menyiapkan generasi muda yang berkualitas. Komunitas ini ada di bawah naungan PKBI Daerah Bali.
Tujuan Utama kegiatan kolaboratif dengan KISARA adalah.
- Mempererat hubungan kemitraan dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi dalam pencegahan dan pencegahan kekerasan seksual
- Melatihkan mahasiswa memiliki kepekaan dalam membaca, merawat tubuh fisik dan tubuh sosialnya
- Membangun tradisi dialogis antar teman sebaya, dengan menghasilkan para champion yang nantinya akan menjadi narahubung ke teman-teman sebayanya di lingkungan Undiksha
Berpijak dari ketiga tujuan tersebut, dapatlah di mengerti bahawa tujuan utama dilakukan kerja kolaboratif adalah untuk meningkatkan produktivitas. Diharapkan melalui kerjasama dengan KISARA tupoksi dari Tim Satgas bisa terealisasi dengan efektif. Di samping itu, profil KISARA yang terdiri atas kumpulan orang-orang muda yang terlatih akan menjadi komponen yang strategis dalam membangun komunikasi yang efektif antar teman sebaya pada mahasiswa Undiksha. Melalui kegiatan pelatihan mengenal dan memahami tubuh, melalui langkah kolaborasi mahasiswa akan mendapatkan kemanfaatan berikut ini.
a. Melatih proses Brainstorming. Brainstorming merupakan suatu kegiatan untuk berpikir dan mencurahkan ide dengan menawarkan solusi dari berbagai perspektif. Berkumpul bersama tim dalam meja yang sama dan melakukan brainstorming dapat membuka jalan untuk memantik ide-ide atau solusi brilian. Pada saat pelatihan bersama KISARA, mahasiswa senantiasa diajak untuk melakukan kegiatan brainstorming terlebih dahulu yang bertujuan bukan hanya untuk pengenalan diri satu sama lainnya, namun lebih jauh diajak memikirkan secara bersama-sama masalah yang akan dibahas lebih lanjut. Berikut foto kegiatan brainstorming pada saat pelatihan.
Kegiatan Brainstorming Instruktur KISARA dengan Mahasiswa
Sumber: Kisara, 2024
b. Melatih Problem Solving. Dalam kaitan ini masalah dapat berlatih menemukan solusi yang efektif atas permasalahan yang dihadapi terkait kesehatan reproduksi dan mengenal diri serta orang lain. Kerjasama dengan KISARA telah membuka ruang kolaborasi antar mahasiswa yang ikut serta dalam kegiatan pelatihan untuk saling mengenal problematika yang dialami dan dalam sesi problem solving, anggota tim bekerja secara terstruktur untuk mengidentifikasi akar penyebab masalah, menganalisis informasi yang relevan, dan mengembangkan strategi untuk menyelesaikannya. Kolaborasi memungkinkan individu untuk berbagi perspektif mereka, mengajukan pertanyaan yang kritis, dan mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang masalah yang dihadapi.
Kolaborasi dalam Pelaksanaan
Selama terbentuknya Tim Satgas Undiksha, pihak yang diajak berkolaborasi adalah anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) yang ikut serta mengkampanyekan pentingnya warga kampus punya pengetahuan dan kesadaran tentang ancaman kekerasan seksual di kampus.
Pamflet sengaja dipasang pada tempat yang dipandang strategis dari segi jangkauan penglihatan mahasiswa, dosen maupun staf tendik di setiap fakultas yang ada di Undiksha. Misalnya, pada majalah dinding yang posisinya terletak di pintu masuk fakultas. Kalimat pokok yang tertera pada pamflet adalah: “Hentikan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi”. Kalimat ajakan ini merupakan seruan untuk mengingatkan Tri Civitas Akademika Undiksha akan adanya fenomena kekerasan di perguruan tinggi dan mengajak untuk peduli terhadap adanya ancaman kekerasan seksual.
Sebenarnya, ajakan yang disebarluaskan oleh PPKS Undiksha di lingkungan kampus merupakan itikad untuk membuka ruang kesadaran bahwa ancaman kekerasan di lingkungan kampus telah nyata. Artikel yang ditulis oleh Putri (2024: 147) dalam Jurnal Perempuan Volume 29 Nomor 21 memberikan deskripsi tentang menjamurnya kekerasan seksual di masyarakat kita. Pada catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan 2023 terlaporkan sebanyak 2.228 kasus kekerasan seksual yang tercatat di Tahun 2022 (Komnas Perempuan 2023), dan kekerasan di institusi pendidikan tercatat sebanyak 37 kasus.
Paradigma yang dipegang dalam memahami terjadinya kekerasan seksual di Perguruan Tinggi adalah akarnya harus dicari pada konsep patriarki yang dianut oleh masyarakat (Heise, 1998; Walby, 1990). Konsep Ecological Framework dijadikan pegangan oleh dalam menanggulangi kekerasan seksual di Universitas Indonesia. Kerangka kerja ekologis milik Heise (1998) menekankan perlunya peranan organisasi karena faktor sosiokultural sebagai salah satu dampak terjadinya kekerasan seksual serta keberlanjutan dalam pencegahan, pendampingan, dan perlindungan terhadap korban. Dalam kaitan ini ditegaskan pula, dalam memahami praktik kerja kultur patriarki relevan menggunakan pemikiran Haraway (1988) akan objektivitas memperlihatkan bagaimana pemikiran patriarki yang dominan di perguruan tinggi dapat mendukung dan menghambat proses perjuangan organisasi. Berpijak pada pemikiran Haraway (1988) tentang pengetahuan tersituasi dan dekontruksi objektivitas menjadi relevan. Kampus sebagai institusi pendidikan yang memproduksi ilmu pengetahuan membuatnya beriringan dengan aktivitas sosial yang ideologis (Putri 2024:151). Institusi pendidikan bukan saja hanya berurusan dengan ilmu pengetahuan semata, namun akan berhadapan dengan berbagai kepentingan dan kekuasaan. Menurut Ahmed (2023) netralitas bukanlah bentuk keadilan justru wajah kepalsuan yang menghindari untuk membongkar seksisme, diskriminasi, dan ketidakadilan. Sumber kekerasan pun dapat dicari sumbernya pada budaya patriarki yang secara sosiokultural tentang konsep peran gender tradisional cenderung menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki. Dalam budaya patriarki, laki-laki pun mendapat status kehormatan yang dalam istilah Bourdieu (2010:71) kebangsawanan yang tidak perlu dipertanyakan.
Pada perguruan tinggi, unsur sosiokultural yang kuat membuat sulit menghapus sudut pandang yang tidak berperspektif korban. Dosen yang dianggap sebagai sumber ilmu yang memiliki relasi dekat dengan mahasiswanya, acapkali menyalahgunakan relasi serta kekuasaan di lingkungan kampus (Irianto, 2021). Hal ini pun dapat terkait tingkat depresi yang dialami mahasiswa yang akhirnya menjurus kepada tindak kekerasan seksual. Relasi kuasa dan dosen yang timpang dapat juga diartikan sebagai hubungan dominasi yang satu dengan yang lain. Dalam relasi perempuan dan laki-laki (baca: dosen-mahasiswi; mahasiswa-mahasiswi) terjadi hubungan yang tidak simetris lebih tepatnya perempuan adalah subordinasi laki-laki (Mu’minin, 2012).
Oposisi jenis kelamin yang melahirkan prasangka gender berdampak pada pola hubungan antara laki-laki dan perempuan. Sebagai jenis kelamin yang memposisikan diri lebih unggul, laki-laki menciptakan legitimasi yang terbentuk melalui lembaga-lembaga patriarkal guna melanggengkan hegemoni terhadap kedudukan perempuan. Menurut Sydie sebagaimana dikutip oleh Mu’minin (2012:40) ada tiga tipe dominasi langsung yang ditentukan berdasarkan klaim-klaim legitimasi yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang dijadikan alasan bagi penguasa untuk menghadirkan kepatuhan dari bawahannya. Tiga tipe tersebut yakni.
- Dominasi Legal Rasional – didasarkan aturan konstitusional yang membenarkan klaim penguasa terhadap posisinya
- Dominasi Kharismatik – didasarkan atas keluarbiasaan kualitas individual
- Dominasi Tradisional – didasarkan atas tradisi atau adat yang dibenarkan atau disucikan demi kepentingan penguasa.
Di dalam meluaskan kampanye yang menyerukan adanya ancaman kekerasan seksual di perguruan tinggi, Tim Satgas Undiksha secara periodik melakukan sosialisasi dan berdiskusi ke fakultas maupun pengurus BEM dan anggota. Berikut foto saat dilakukan acara sosialisasi pada pengurus organisasi kemahasiswaan di seluruh fakultas.
Sekretaris Tim Satgas Undiksha melakukan Sosialisasi Tentang Kekerasan Seksual di Kalangan Pengurus dan Anggota BEM Undiksha
Sosialisasi secara langsung kepada mahasiswa di lingkungan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa dipandang perlu dilakukan, karena mereka adalah perpanjangan tangan mahasiswa yang akan menyerap berbagai aspirasi untuk diteruskan kepada pihak yang memiliki kewenangannya. Atas dasar ini, maka sebagai pengurus mereka tergolong orang-orang yang berposisi di garda depan untuk ikut serta peduli terhadap permasalahan mahasiswa. Atas dasar inilah diharapkan mereka bisa menjadi suri tauladan bagi teman2 sesama mahasiswa baik secara akademik maupun dalam berperilaku, termasuk memiliki kepekaan terhadap isu-isu kekerasan seksual di lingkungan kampus. Pada saat acara tersebut berlangsung ada pertanyaan yang menggelitik dari salah satu pengurus BEM yaitu : “Apakah Tim Satgas akan punya keberanian untuk menindak, sekiranya pelaku dari tindak kekerasan seksual adalah dari pihak pimpinan Undiksha” ?. Jawaban yang diberikan oleh narasumber pada waktu itu adalah:
“Dalam urusan penanganan atas tindak kekerasan seksual di lingkungan kampus Tim Satgas akan bekerja di bawah ketentuan mekanisme yang telah diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku. Artinya, tim satgas akan melakukan langkah penanganannya saat ada laporan dari pihak yang merasa menjadi korban; selanjutnya akan dilakukan pemanggilan terhadap pelaku dan korban baik secara terpisah dan atau bersama-sama. Beberapa kelengkapan untuk keperluan itu akan disiapkan oleh Tim Satgas. Jika korban maupun pelaku bersedia memenuhi panggilan, maka akan dilakukan pemeriksaan, penggalian kasus yang nantinya akan dijadikan dasar pembuatan laporan. Dalam proses pemeriksaan inipun dilakukan dengan tetap berpegang pada etika pemeriksaan korban maupun pelaku. Berdasarkan atas hasil pemeriksaan, selanjutnya akan dibuat rekomendasi yang akan disetorkan kepada pihak yang berwenang dalam hal ini rektor yang memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan atas sanksi terhadap pelaku. Intinya, melalui mekanisme seperti itu, kita Tim Satgas dalam melakukan penanganan akan bekerja di aturan yang ada tanpa melihat siapa pelakunya. Walaupun sebenarnya kami tetap berdoa agar Undiksha dapat terhindar dari kasus. Pada tindak penanganan kasus, Tim Satgas juga akan memastikan apakah pihak korban memerlukan bantuan dari pihak lain, misalnya psikolog atau dipandang kasusnya sudah mengarah ke pidana, maka akan dilimpahkan kepada pihak kepolisian”.
Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Tim PPKS Undiksha, dijadikan pula ajang untuk berlatih “membaca tubuh” melalui penguatan norma agama, norma sosial dan norma hukum yang diberlakukan ke tubuh perempuan dan laki-laki. Fokusnya adalah menggunakan ideologi sebagai pijakan membaca tubuh. Pentingnya membaca tubuh sebenarnya seiring dengan perubahan yang terjadi di Kota Singaraja, di mana Undiksha menjadi bagian perubahan denyut nadi kota Singaraja yang memiliki potret kehidupan malam sebagaimana kota-kota umumnya di Indonesia. Denyut nadi kota Singaraja menuntut individu untuk bernegosiasi, bahkan mengubah identitas dirinya menjadi sosok yang benar-benar baru. Seorang individu dalam posisi yang lama sebagai anak ustad, qariah dan sebagai anak tokoh dewan paroki gereja harus mengubah identitas dirinya yang lama ke yang baru. Berbagai peran akan di masukinya yang menuntut adanya penyesuaian sesuai ruang dan waktunya. Dalam hal ini dandanan tubuh yang sesuai dengan ruang sosial sangat diperhitungkan. Keterampilan manajemen penampilan bukan mencakup fisik saja, namun juga sikap tubuh yang harus menjaga harmoni sosial dalam setiap ruang waktu. Sikap tubuh mencakup letak tangan, cara duduk, cara berjalan, cara memandang hingga dukungan pakaian yang tepat sangat diperhatikan (Handayani, 2010;229). Dalam hal inilah tampak jelas pengertiannya bahwa tubuh adalah hasil konstruksi sosial yang diatur dan ditata dalam ruang-ruang sosial. Relevan pula dengan pandangan Shilling sebagaimana dikutip Abdullah (2001:67) dengan mengacu pada pemikiran Foucault dan Goffman bahwa arti penting tubuh ditentukan oleh struktur sosial yang ada di luar jangkauan individu.
Dalam membaca tubuh, menurut Abdullah (2001:70) dalam merepresentasikan diri manusia harus jeli melihat berbagai potensi dirinya agar menjadi kapital kebudayaan untuk pembentukan nilai di dalam pertukaran sosial.pengetahuan tentang pengelolaan tubuh dapat diandalkan dari pemikiran Lupton (1994:21-22) tentang aspek-aspek yang mengitari tubuh yang dapat dianalisis dalam 3 level yakni.
- Pertama, tubuh individual – dipahami sebagai pengalaman hidup tubuh yang meliputi bagaimana setiap kita memandang tubuh dan perbedaanya dengan tubuh milik orang lain. Dalam kaitan inilah kita akan melihat adanya perlakuan yang berbeda pada masing-masing orang
- Kedua, tubuh sosial yang menyangkut kegunaan simbolis dan representasional dari tubuh dalam mengkonseptualisasikan alam, masyarakat dan kebudayaan. Di dalam wacana tubuh sosial, pengaturan, pengendalian dan penertiban tubuh merupakan gejala sosial yang terlihat pada norma, dan nilai masyarakat. Cara bicara, cara berjalan, cara berkunjung semuanya diatur berdasarkan pengaturan sosial yang baku.
- Ketiga, aspek geopolitik dari tubuh, yang berkaitan dengan kebijaksanaan negara di dalam mengendalikan, mengatur dan mengamati tingkah laku tubuh pada level individu dan kelompok dalam menjaga stabilitas sosial.
Berikut adalah foto-foto yang menunjukkan mekanisme kerja Tim satgas dalam melakukan penanganan kasus yang pernah terjadi.
Selain itu, kerjasama dilakukan juga dalam penyiapan perangkat digital untuk penegasan keberadaan Tim Satgas Undiksha melalui pembuatan Website. Pembuatannya dimaksudkan untuk menyebarluaskan keberadaan Tim Satgas Undiksha untuk menyasar kepada generasi muda secara cepat sesuai tuntutan zaman modern. Di samping itu, Penyebaran informasi melalui website sangat cepat dan mencakup area yang luas serta tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Oleh sebab itu, website merupakan sarana penting untuk mendapatkan dan mengelola informasi. Dalam hal ini, menurut Rivers dkk (2003:27) terdapat dua unsur pokok dalam pemanfaatan media komunikasi dalam bentuknya yang bermacam-macam. Pertama, memudahkan komunikasi dan kedua, untuk menyebarkan pola perilaku dengan cara mengirimkan simbol-simbol. Melalui penciptaan, penyempurnaan dan penggandaan media, manusia dapat membebaskan komunikasinya dari berbagai hambatan ruang dan waktu. Perluasan komunikasi selanjutnya memudahkan terjadinya akulturasi antara berbagai masyarakat yang jauh terpisah.
(Tampilan Website Tim Satgas Undiksh)
Di sisi lainnya Kolaborasi yang dilakukan Tim Satgas Undiksha dengan KISARA telah berjalan selama dua tahun ( 2023 dan 2024) dengan memberikan pelatihan kepada mahasiswa yang menjadi calon Champion. Daftar nama-nama peserta pelatihan adalah berikut ini
Tahun 2023
- Komang Devi Damayanti
- Komang Ayu Triani
- I Gusti Ayu Wulandari
- Kadek Dharma Ferdi Aditya
- Dewa Gede Swamitra Mahottama
- Ni Kadek Indrayani
- Wayan Restu Cahyana
- I Kadek Yogi Suardana
- Putu Clara Rosalia
Tahun 2024
- Komang Devi Damayanti
- Komang Ayu Triani
- I Gusti Ayu Wulandari
- Kadek Dharma Ferdi Aditya
- Dewa Gede Swamitra Mahottama
- Fitra Wiji Mawadatur Rohmah
- Putu Oktaviani
- Ayu Sintha Dewi
- Ayu Afriza Indah Mawardi
- Ni Wayan Panca Tanjung Widyasari
Mereka adalah para aktivis yang ada di bawah naungan organisasi Badan Eksekutif nya Undiksha. Pelibatan mereka berdasarkan pertimbangan atas posisi strategis yang dimilikinya dan sekaligus menjadi perpanjangan tangan Tim Satgas dalam membantu menyiarkan isu kekerasan seksual di fakultasnya masing-masing. Kegiatan sosialisasi dilakukan pada saat pengenalan mahasiswa baru di Undiksha.
Kolaborasi dilakukan dengan KISARA dengan memberikan pelatihan tentang isu kesehatan reproduksi yang pada intinya memperkenalkan mahasiswa terhadap berbagai komponen biologis yang ada untuk semakin mengenal komponen tubuh dengan berbagai fungsinya. Peran yang dijalankan oleh KISARA adalah memberikan pelatihan kepada mahasiswa Undiksha yang nantinya akan menjadi kader di dalam membantu tugas Tim Satgas Undiksha dalam pencegahan maupun penanganan kekerasan seksual di Undiksha. Kolaborasi dengan Kisara, hingga menghasilkan champion, dilatih bagaimana mengenal diri kepada mahasiswa yang dilatihkan. Tim Satgas Undiksha adalah Tim yang bertugas melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di Perguruan Tinggi. Unsur-unsur yang terdapat dalam tim terdiri dari 2 orang unsur dosen, 3 orang unsur tendik dan 8 orang unsur mahasiswa.
Hasil atau Dampak
Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari adanya langkah kolaborasi yang dilakukan Tim Satgas PPKS Undiksha dengan mahasiswa maupun dengan KISARA. Dampaknya kepada BEM Rema Undiksha adalah tersusunya agenda program rutin tentang sosialisasi Isu Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi dan Sosialisasi Keberadaan PPKS Undiksha kepada mahasiswa baru. Dampak yang kentara adalah mulai muncul keberanian mahasiswa menyampaikan laporan tindak kekerasan seksual yang disampaikan melalui chat wa kepada anggota tim satgas dari unsur mahasiswa. Berikut bukti chatnya.
Dampak yang dirasakan dari adanya kerjasama dengan KISARA adalah terjadinya penguatan knowledge tentang topik-topik yang dilatihkan yang bertajuk Indonesia Healthy Cities With Pride (IHCP) dalam rangka upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Sub topik yang dilatihkan oleh Tim IHCP KIsara berkaitan erat dengan pengenalan atas tubuh fisik maupun tubuh sosial melalui aktivitas pelatihan dengan metode RIGEM (Riang Gembira) melalui kegiatan yang berjudul.
- Pohon Harapan
- Compass Journey
- Anonymous Box
- Conscious Pocket
- Feedback Chart
- Kerangka HAM
- IMS dan HIV AIDS dan
- Kekerasan Seksual
Selain itu, berdampak pula kepada terjadinya penguatan Capacity Building atas keberadaan PPKS Undiksha dengan terumuskannya kerjasama lebih lanjut yang akan dilakukan di Tahun 2025 untuk mereview draft SOP Pencegahan dan Penanganan Kasus kekerasan seksual di Undiksha oleh fasilitator Nasional dari Kemendikbud melalui bantuan KISARA.
Tantangan dan Solusi
Ada beberapa hambatan yang dirasakan oleh Tim Satgas PPKS Undiksha yakni.
Tantangan
- Belum tersedianya dana khusus yang disiapkan oleh lembaga dalam upaya melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
- Masih lambatnya koordinasi kepada mahasiswa yang akan dilibatkan dalam kegiatan
- Pendeknya masa waktu mahasiswa yang direkrut sebagai tim satgas PPKS, sehingga belum optimal dalam keikutsertaan pada program PPKS
Solusi
- Berkoordinasi dengan pimpinan (Rektor, WR1; WR2:WR3) sehingga diambil kebijakan untuk mengatasi masalah pendanaan
- Melakukan komunikasi yang intensif kepada ketua BEM Rema Undiksha untuk menugaskan peserta kegiatan di PPKS
- Melakukan perubahan anggota PPKS unsur mahasiswa yang semula smt 5, menjadi smt 3
Kesimpulan
Inti dari praktik baik yang telah dilakukan oleh Tim Satgas PPKS Undiksha melalui cara berkolaborasi dengan BEM Rema dan KISARA telah membuahkan manfaat yang menentukan tingkat keberhasilan dalam melakukan langkah pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di Undiksha. Dampak positif yang dirasakan adalah terjadinya penguatan kognitif dan iklim kesadaran tri civitas Undiksha menjadi membaik dengan munculnya keberanian melaporkan kekerasan yang dialami. Di samping itu, pelatihan yang diberikan kepada pengurus BEM Rema Undiksha telah memperkuat pula jejaring kerjasama kedepannya karena ada tindak lanjut dari setiap kegiatan yang dilakukan.
Rekomendasi
Praktik baik yang telah dilakukan oleh Tim Satgas PPKS Undiksha dapat ditindaklanjuti dengan memperhitungkan ketersediaan berbagai sumber daya dan kekuatan jejaring yang tersedia di daerahnya serta kekuatan yang dimiliki oleh perguruan tinggi lainnya. Langkah dalam memperluas cara pencegahan dan penanganan perlu dilakukan, agar terjadi percepatan pemahaman dalam rangka pencegahan. Melakukan berbagai lomba yang bermuara kepada pencegahan dapat dilakukan.
Di samping itu, ke depan PPKS Undiksha perlu memperluas jaringan kerjasama dengan berbagai pihak dan yang tidak kalah pentingnya perlunya Tim PPKS untuk melakukan pemetaan ulang atas permasalahan yang dapat menjadi pemicu munculnya kekerasan seksual di Undiksha.
Ajakan atau Panggilan Aksi
‘SUDAHKAN ANDA MENGENAL DIRI ANDA SENDIRI DENGAN BAIK” ?
“AYOOOO KENALI TUBUHMU, SAYANGI TUBUHMU, PAMAHI TUBUH-TUBUH SOSIAL DI SEKITARMU DENGAN PERBANYAK MEDITASI PIKIRAN DAN HIDUP SEHAT SECARA SOSIAL DENGAN MEMBANGUN KEYAKINAN HIDUP INI PENDEK, ISI DENGAN HAL YANG BERMANFAAT
Referensi atau Sumber
Putri, Retno Daru Dewi G.S. 2024. “Kebutuhan Kerja Kolektif dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual di Universitas Indonesia”. Jurnal Perempuan 117 Volume 29 Nomor 1-2024. Jakarta: Jurnal Perempuan.
Bourdieu, Pierre. 2010. Dominasi Maskulin. Stephanus Aswar Herwinarko (Penerjemah). Yogyakarta: JALASUTRA.
Heise, L.L. 1998. “ Violence Against Women: An Integrated, Ecological Framework”, Vol, 4 hlm 262-290. https://www.researchgate.net/publication/11127184_Violence_Against_Women_An_Integrated_Ecological_Framework.
Irianto, S. 2001. “Relasi Kuasa dan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”. Jurnal Perempuan. Vol. 26(2). Hlm 135-141. http://Indonesianfeministjournal.org/index.php/IFJ/article/view/576/418
Ahmed, S. 2023. The Feminist Killjoy. Penguin BooksLimited: London
Haraway, D. 1988. “Situated Knowledge: The Science Question in Feminism and the Privilege of Partial Perspective” Feminist Studies, Vol. 14 (3), Hlm 575-599. https://www.jstor.org/stable/3178066
Abdullah, Irwan. 2001. Seks, Gender & Reproduksi Kekuasaan. Yogyakarta: Tarawang.
Walby, Sylvia. 1990. Teorisasi Patriarki. Yogyakarta: JALASUTRA.
Handayani, Christina Siwi. 2010. Dilemma Wanita Muda dalam Produksi Identitas Diri Melalui Konsumsi (Studi Partisipatif pada Wanita Perkotaan Yogyakarta). Dalam Christina Siwi Handayani (Editor). Representasi Sosial: Seksualitas Kesehatan dan Identitas. Kumpulan Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma.
Synott, Anthony. 2007. Tubuh Sosial, Simbolisme, Diri dan Masyarakat. Yogyakarta: JALASUTRA.
Mu’minin, 2012. Kuasa Perempuan Tertindas. Ukiran Feminisme Novel Kembang Jepun Karya Remy Sylado. Malang: Beranda Pers.
Penulis :
Luh Putu Sendratari,
Fitri Noviani,
Lola Utama Sitompul. – Universitas Pendidikan Ganesha