Menyimak Upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Satuan Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul

Kabupaten Gunungkidul, mempunyai luas wilayah + 46,63% dari luas Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdiri dari 18 kecamatan, 144 desa, dan 1.431 padukuhan.  Walaupun besar, namun Gunungkidul sering dipandang sebelah mata. Kekeringan, angka kemiskinan tinggi, angka putus sekolah tinggi, maraknya kekerasan di satuan pendidikan, adalah beberapa stereotip negatif tentang Gunungkidul. Benarkah  demikian?

Sebagai salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, tentunya Gunungkidul juga terkenal dengan kesantunan, ramah tamah, toleransi dan budaya yang adi luhung. Namun demikian tidak menutup kemungkinan kekerasan tetap mewarnai kehidupan sehari-hari, baik di tengah masyarakat, maupun di lingkungan satuan pendidikan.

Pada kesempatan ini kita akan fokus membahas kekerasan di satuan pendidikan. Kekerasan di satuan pendidikan merupakan masalah serius yang dapat berdampak negatif pada kesehatan fisik, psikis, dan perkembangan sosial pada peserta didik, dari usia anak-anak sampai menginjak remaja. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi korbannya, tetapi juga seluruh komunitas satuan pendidikan. Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak, baik satuan pendidikan, orang tua, siswa, dan komite, untuk bekerja sama dalam mencegah dan mengatasi kekerasan serta perundungan di lingkungan satuan pendidikan.

 

Sekilas Profil Pendidikan di Kabupaten Gunungkidul

 

Sebelum membahas lebih lanjut tentang upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, tidak ada salahnya kita tengok terlebih dahulu profil pendidikan di Kabupaten Gunungkidul. Jumlah satuan pendidikan di Kabupaten Gunungkdul adalah 1.780 (seribu tujuh ratus delapan puluh), terdiri dari:

  1. Jenjang PAUD: 1.184 satuan pendidikan
  2. Jenjang Sekolah Dasar: 463 satuan pendidikan
  3. Jenjang Sekolah Menengah Pertama: 107 satuan pendidikan
  4. Jenjang Pendidikan Kesetaraan: 26 satuan pendidikan

Sedangkan jumlah peserta didik yang terlayani dari 1.780 satuan pendidikan, adalah 95.831 orang, terdiri dari: 

  1. Jenjang PAUD: 24.764 orang
  2. Jenjang Sekolah Dasar: 44.837 orang
  3. Jenjang Sekolah Menengah Pertama: 23.838 orang
  4. Jenjang Pendidikan Kesetaraan: 2.392 orang

Untuk melayani peserta didik tersebut di atas, jumlah guru di Kabupaten Gunungkidul, adalah 9.119 Orang, terdiri dari:

  1. Jenjang PAUD: 3.047 orang
  2. Jenjang Sekolah Dasar: 3.956 orang
  3. Jenjang Sekolah Menengah Pertama: 1.542 orang
  4. Jenjang Pendidikan Kesetaraan: 574 orang

Secara kasar dapat dikatakan bahwa rasio jumlah guru dan murid adalah 1:10. Sehingga secara perhitungan kasar, jumlah guru yang tersedia masih cukup untuk melakukan pengawasan terhadap peserta didik untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya kekerasan di sekolah.

Untuk melihat sejauh mana kualitas layanan pendidikan di suatu kabupaten, dapat terlihat dari nilai rapor pendidikannya. Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2023 mampu memperoleh hasil Indeks capaian SPM “Tuntas Madya” dengan nilai 80,93. Apabila dikaitkan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, maka 3 indikator utama pendukung hal tersebut berhasil mendapat predikat baik, walaupun nilainya masih perlu terus ditingkatkan. Ketiga indikator SPM yang berkaitan dengan pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan, adalah sebagai berikut:

Capaian SPM Yang Berkaitan Dengan PPKS Kabupaten Gunungkidul

No

INDIKATOR

CAPAIAN

2022

2023

2024

angka

kategori

angka

kategori

angka

kategori

1

Iklim keamanan SD

68.27

baik

70.18

baik

73.95

baik

2

Iklim kebinekaan SD

59.47

baik

71.31

baik

75.26

baik

3

Iklim inklusivitas SD

52.3

baik

55.73

baik

56.25

baik

4

Iklim keamanan SMP

77.21

baik

69.29

baik

71.51

baik

5

Iklim kebinekaan SMP

60.44

baik

68.01

baik

74.23

baik

6

Iklim inklusivitas SMP

53.12

baik

55.27

baik

55.89

baik

Banyaknya jumlah satuan pendidikan, jumlah peserta didik yang luar biasa, dan kondisi geografis yang luas serta beberapa di antaranya berada di daerah perbatasan dengan Kabupaten Bantul (DIY), Kabupaten Klaten, Sukoharjo dan Wonogiri (Jateng), menjadi faktor kerawanan tersendiri terjadinya kekerasan, perundungan, maupun bulliying pada satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Gunungkidul.

 

Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan

Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan mencakup: 

  1. Kekerasan yang dilakukan oleh peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, dan warga satuan pendidikan lainnya atau terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, dan warga satuan pendidikan lainnya di dalam lokasi satuan pendidikan; 
  2. Kekerasan dalam kegiatan satuan pendidikan yang dilakukan oleh peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, dan warga satuan pendidikan lainnya di luar lokasi satuan pendidikan atau terhadap peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah, dan warga satuan pendidikan lainnya di luar lokasi satuan pendidikan; 
  3. Kekerasan yang melibatkan lebih dari 1 satuan pendidikan. 

 Kekerasan dapat dilakukan secara fisik, verbal, non verbal, dan/atau melalui media teknologi informasi dan komunikasi. Bentuk-bentuk kekerasan di satuan pendidikan, meliputi: 

  1. Kekerasan fisik;
  2. Kekerasan psikis;
  3. Perundungan; 
  1. Kekerasan seksual;
  2. Diskriminasi dan intoleransi; 
  3. Kebijakan yang mengandung kekerasan; 
  4. Kekerasan lainnya.

Permendikbudristek RI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dengan tegas telah mengamanatkan pembentukan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (TPPK) dan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (Satgas PPKS) sebagai upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Keberadaan TPPK dan Satgas PPKS merupakan terobosan inovatif dan solutif agar anak-anak sebagai asset masa depan Bangsa Indonesia ini dapat terlindungi dan terselamatkan dari kekerasan, perundungan, dan bullying,  sehingga mereka dapat tumbuh, sehat jasmani dan rohaninya, terlindungi dari kekerasan, kecemasan, depresi dan gangguan mental.

Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan mempunyai peran strategis, karena bertujuan agar peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya mampu: 

  1. mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan satuan pendidikan;
  2. melaporkan kekerasan yang dialami dan/atau diketahuinya;
  3. mencari dan mendapatkan bantuan ketika mengalami kekerasan; 
  1. mendapatkan penanganan dan bantuan yang menyeluruh; 
  2. merespons dan menangani kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan sesuai dengan tugas dan kewenangannya; 
  3. mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. 

Percepatan Pembentukan TPPK dan Satgas PPKS di Kabupaten Gunungkidul

Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul telah menindaklanjuti Permendikbudristek RI Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, dengan mengeluarkan kebijakan dalam bentuk edaran maupun menginisiasi terbitnya keputusan bupati sebagai pedoman pembentukan TPPK dan Satgas PPKS, yaitu:

 1) Menyiapkan surat/edaran dan dasar hukum daerah terkait pelaksanaan TPPK, meliputi:

– Menerbitkan Surat Kepala Dinas Pendidikan Nomor 400.3.2/3544/AU-2 tanggal 13 September 2023 tentang pembentukan TPPK di Satuan Pendidikan Nonformal (SKB dan PKBM).

– Menerbitkan Surat Kepala Dinas Pendidikan Nomor 400.3.1/4284/UM tanggal 11 Oktober 2023 tentang pembentukan TPPK di Satuan Pendidikan jenjang PAUD, SD, dan SMP.

– Menerbitkan Surat Kepala Dinas Pendidikan Nomor 400.3.5/4988/SD.1 tanggal 2 November 2023 tentang pelaporan TPPK.

– Menyusun dan menetapkan Keputusan Bupati Gunungkidul Nomor 295/KPTS/2023 tanggal 7 Desember 2023 tentang Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan Tahun 2023-2027

 

 2) Melakukan sosialisasi pembentukan TPPK di semua jenjang satpen (PAUD, SD, SMP, dan PNF).

Dalam mewujudkan lingkungan yang aman, berkebinekaan, dan inklusif, satuan pendidikan semakin menyadari perlunya keberadaan sebuah tim yang mampu menangani isu sensitif seperti kekerasan, perundungan, dan bullying. Oleh sebab itu TPPK hadir sebagai garda terdepan dalam mengatasi masalah kekerasan ini. Pembentukan Tim TPPK di Kabupaten Gunungkidul menghadirkan banyak cerita karena jumlah satuan pendidikan yang cukup besar (1.780 satuan) dengan beraneka dinamikanya. Hal ini menjadi pengalaman berharga baik bagi dinas, satuan, dan para stakeholder di lingkungan pendidikan.

 

 

Pembentukan TPPK di Kabupaten Gunungkidul dilakukan dengan beberapa strategi percepatan pembentukan, antara lain:

  1. Memastikan sumber daya manusia Dinas Pendidikan (dewan pendidikan, bidang-bidang persekolahan, korwil, pengawas sekolah, dan penilik) melakukan sosialisasi pentingnya TPPK kepada seluruh jenjang satuan pendidikan. 
  2. Melaksanakan pendampingan dan fasilitasi pembentukan TPPK di masing-masing satuan pendidikan, dengan berpedoman pada:
  • Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, 
  • Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 9 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, 
  • Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak dari Kekerasan, 
  • Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 12 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, dan 
  • Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 34 Tahun 2022 tentang Penanganan Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak.

  1. Melaksanakan Deklarasi Anti Kekerasan dan Perundungan, sebagai upaya menyampaikan informasi dan mengajak perangkat daerah terkait, stakeholder, mitra kerja, serta pemerhati pendidikan untuk memberikan dukungan terhadap pembentukan TPPK di wilayah masing-masing.
  2. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pembentukan TPPK, baik melaui dashboard Kemdikbudristek maupun dengan melakukan monev lapangan ke satuan pendidikan.

 

Dengan strategi tersebut di atas, pada tahun 2023 Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul berhasil mencapai 99,91% pembentukan TPPK, dengan perincian, sebagai berikut:

  1. Jenjang PAUD : 1.175 dari 1.184 satuan telah membentuk TPPK 
  2. Jenjang SD : 463 dari 463 satuan telah membentuk TPPK
  3. Jenjang SMP : 107 dari 107 satuan telah membentuk TPPK
  4. Pendidikan Kesetaraan : 26 dari 26 satuan telah membentuk TPPK

 

Aksi Nyata Satgas PPKS Kabupaten Gunungkidul

Unsur-unsur yang tergabung dalam Satgas PPKS Kabupaten Gunungkidul, adalah:

  1. Dinas Pendidikan
  2. Kepolisian Resort Gununungkidul
  3. Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
  4. UPT Perlindungan Perempuan dan Anak
  5. Dinas Kesehatan
  6. Dinas Kepemudaan dan Olah Raga
  7. Rumah Sakit Umum Daerah
  8. Bagian Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah

Setelah terbentuk, Satgas PPKS Kabupaten Gunungkidul melaksanakan fungsi-fungsi, antara lain:

  1. Melakukan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan pada satuan pendidikan
  2. Membina, mendampingi, dan mengawasi TPPK di satuan pendidikan
  3. Memfasilitasi TPPK di Satpen untuk berkoordinasi dengan:
    • perangkat daerah terkait
    • lembaga layanan masyarakat
    • ahli/profesional di bidangnya
    • pihak terkait yang dibutuhkan dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan
  4. Memastikan pemenuhan hak pendidikan atas peserta didik yang terlibat kekerasan dalam wilayah kerja satuan pendidikan, berupa:
    • Pemberian jaminan pendidikan bagi peserta didik
    • Koordinasi dengan pihak terkait dalam penyediaan akses layanan pendidikan 
  5. Memfasilitasi pemenuhan hak pendidikan atas anak yang berhadapan dengan hukum, berupa: 
    • Pemberian rekomendasi layanan pendidkan anak terhadap anak yang berhadapan dengan hukum kepada aparat penegak hukum
    • Pemetaan sumber daya untuk mendukung pendidikan anak selama menjalani proses peradilan atau selama menjalani putusan/ penetapan pengadilan
    • Koordinasi dengan phak terkait dalam penyediaan akses layanan pendidikan
  6. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  7. Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
  8. Membentuk Tim Unit Layanan Disabilitas, dengan Keputusan Kepala Dinas Gunungkidul Nomor 1056/KPTS/2024 tentang Pembentukan Tim Unit Layanan Disabilitas di Lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul.

 

TPPK Kabupaten Gunungkidul, Saatnya Beraksi!

Tidak hanya Satgas PPKS, namun TPPK di masing-masing satuan pendidikan aktif bergerak untuk melaksanakan pencegahan dan penanganan kekerasan. Untuk Kabupaten Gunungkidul, kasus kekerasan atau perundungan biasanya mulai menimpa pada jenjang SD dan SMP. Dari pembentukan TPPK pada tahun 2023 sampai saat ini, kasus kekerasan yang biasanya terjadi, baik untuk jenjang PAUD, SD maupun SMP antara lain: olok-olokan memanggil nama dengan kondisi fisik, seperti si kriting, gendhut, pendek; perkelahian/pemukulan antar siswa; hujatan/makian/bentakan, baik oleh sesama peserta didik, maupun oleh guru, dll. 

Karena dampak kekerasan ini berpotensi menimbulkan efek traumatis, yang kadang menyebabkan korban maupun pelaku “mogok sekolah”, maka satuan pendidikan melalui TPPKnya senantiasa mengedepankan pencegahan perilaku kekerasan, melalui upaya-upaya sebagai berikut:

 1) Pendidikan dan Kesadaran

Langkah pertama dan paling penting dalam pencegahan kekerasan adalah melalui pendidikan. Satuan pendidikan harus memberikan edukasi kepada peserta didik tentang apa itu kekerasan, termasuk bentuk-bentuknya yang mungkin tidak selalu tampak jelas, seperti perundungan verbal atau online (cyberbullying). Selain itu, peserta didik perlu diajarkan mengenai dampak negatif dari kekerasan, baik bagi korban, pelaku, dan lingkungan satuan pendidikan secara keseluruhan.

 

 2) Menciptakan Lingkungan yang Aman dan Inklusif

Satuan Pendidikan, komite, dan warga satuan pendidikan lainnya harus mampu mewujudkan lingkungan yang aman dan inklusif. Dengan demikian, setiap individu akan merasa dihargai tanpa memandang latar belakang, ras, gender, atau orientasi seksual mereka, sehingga dapat mencegah terjadinya kekerasan. 

 3) Pengembangan Kebijakan yang Tegas

Satuan Pendidikan, komite, dan warga satuan pendidikan lainnya harus memiliki kebijakan anti-kekerasan yang jelas dan tegas serta dapat diakses oleh semua warga satuan pendidikan. Kebijakan ini setidaknya harus mencakup mekanisme pelaporan, sanksi untuk pelaku, serta dukungan untuk korban. Penting juga untuk menyertakan program pencegahan kekerasan dalam kurikulum, termasuk memberikan keterampilan bagi peserta didik dalam menghadapi konflik dengan cara yang aman dan sehat.

 4) Pelatihan Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik dan tenaga kependidikan memainkan peran krusial dalam mencegah dan menangani kekerasan di satuan pendidikan. Mereka harus mendapatkan bekal pelatihan untuk mengenali tanda-tanda kekerasan, memahami bagaimana menanggapi situasi tersebut, bagaimana menangani korban, dan mengetahui cara menegakkan aturan atau mencari solusi dari kasus yang terjadi. Selain itu, para pendidik dan tenaga kependidikan perlu dilengkapi dengan keterampilan untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan inklusif.

 5) Peran Orang Tua

Pencegahan kekerasan bukan hanya tanggung jawab satuan pendidikan. Orang tua juga memegang peran penting. Mereka harus aktif dalam memantau interaksi sosial anak-anak mereka, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak akan membantu dalam mendeteksi masalah sejak dini. Orang tua juga perlu memberikan contoh perilaku yang baik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk menghormati orang lain. Dan yang tidak kalah penting adalah orang tua atau anggota keluarga tidak melakukan kekerasan terhadap anaknya.

 6) Mendorong Partisipasi Aktif Peserta Didik

Melibatkan peserta didik sebagai agen perubahan dapat menjadi cara yang efektif dalam mencegah kekerasan. Mereka dapat berperan dalam program-program positif di satuan pendidikan, seperti kampanye anti-kekerasan, kelompok dukungan rekan sebaya, atau kegiatan lain yang mempromosikan empati dan kepedulian. Apabila peserta merasa lebih dilibatkan dan berdaya, risiko mereka menjadi pelaku atau korban perundungan dapat berkurang.

 7) Pendampingan dan Konseling

Satuan pendidikan perlu menyediakan pendampingan dan layanan konseling yang mudah diakses, yang dapat membantu peserta didik untuk mengenali potensi, bakat, dan minatnya, sehingga meminimalisir timbulnya faktor-faktor pemicu kekerasan. Pendampingan/konseling ini tidak hanya dilakukan secara formal pada saat jam pelajaran dan undangan khusus ke ruang BK, namun juga dilakukan secara informal pada saat sebelum pelajaran, jam istirahat, sesi ibadah, dan kunjungan ke rumah (home visit).

 8) Pemantauan Berkesinambungan

Pencegahan kekerasan tidak bisa dilakukan sekali saja. Diperlukan pemantauan dan evaluasi rutin untuk memastikan kebijakan dan program anti-kekerasan berjalan efektif. Sekolah dapat membuat survei atau angket kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan ntuk memantau iklim sekolah dan mengidentifikasi area-area yang perlu ditingkatkan.

 9) Penggunaan Media Edukasi Interaktif

Sosialisasi anti-kekerasan melalui video, drama, dan permainan interaktif dapat membuat peserta didik lebih mudah memahami bahaya kekerasan dan cara menghindarinya. Materi ini dapat disertakan dalam kegiatan harian satuan pendidikan.

 

Perlu diakui bahwa keberadaan perilaku kekerasan tentu menimbulkan efek yang luar biasa. Bahkan, banyak peserta didik yang mungkin akan mengalami trauma hingga enggan untuk bersekolah kembali. 

Itulah mengapa pihak satuan pen didikan memiliki tanggung jawab penuh untuk dapat menciptakan tempat belajar yang nyaman, aman, dan inklusif. Dengan demikian, proses belajar akan mampu dilakukan sesuai dengan harapan. Penanganan kekerasan yang dilakukan oleh TPPK di masing-masing satuan pendidikan, meliputi:

 1) Penanganan dengan mengedepankan prinsip keadilan

Penanganan kasus kekesaran yang terjadi di satuan pendidikan harus dilaksanakan seadil mungkin dengan tetap menjaga keamanan, privasi, dan hak-hak individual bagi pelaku, korban, maupun saksi. Pelibatan komite dan orang tua siswa, bahkan sampai ke elemen masyarakat sekitar sangat penting dilakukan, agar penanganan kasus tidak sekedar menangani tindak kekerasannya saja, tapi sampai mengupas tuntas akar penyebab timbulnya kekerasan dan mencari solusi untuk memperbaiki akar permasalahannya. Misalnya apabila tindak kekerasan terjadi karena pelaku mendapatkan perilaku kekerasan dari anggota keluarganya sendiri, maka perlu ada edukasi kepada keluarga pelaku untuk memperbaiki perilaku dan budaya keluarga.

 2) Pendampingan bagi korban

Peserta didik atau warga sekolah lainnya yang menjadi korban kekerasan memerlukan dukungan psikologis. Satuan pendidikan perlu menyediakan pendampingan dan layanan konseling yang mudah diakses dan memberikan kenyamanan sehingga dapat membantu korban menghadapi masalah dan membangun kembali rasa percaya diri mereka. Memberdayakan guru bimbingan konseling, atau ahli profesional di bidangnya menjadi alternatif yang dapat dipilih dalam pendampingan korban kekerasan.

 3) Penanganan pelaku 

Bagi peserta didikatau warga sekolah lainnya yang melakukan kekerasan, perlu ditelusuri penyebabnya. Jika murni sebagai kesengajaan, maka pelaku kekerasan perlu ditindak dengan tegas. Namun, apabila kekerasan yang dilakukan karena berlatar belakang kekerasan yang menimpanya, maka selain tindakan/sanksi tegas, yang bersangkutan juga membutuhkan bantuan untuk mengatasi penyebab penyimpangan perilaku mereka.

 

Dampak Positif Keberadaan Satgas PPKS dan TTPK di Satuan Pendidikan

Terlepas dari segala keterbatasan Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul bersama jajaran satuan pendidikannya dalam melaksanakan kegiatan pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, banyak hal positif yang dapat diperoleh dalam kurun waktu 2 tahun sejak dibentuknya Satgas PPKS dan TPPK, yaitu:

  1. Peningkatan kedisiplinan, kerajinan, ketertiban warga satuan pendidikan. Peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan lebih konsisten dengan kehadiran, ketertiban, dan ketaatannya terhadap aturan, tata tertib, dan komitmen satuan pendidikan.
  2. Peningkatan perasaan aman dan nyaman. Budaya positif mendorong kesehatan psikis dan emosional warga satuan pendidikan. Hal ini sangat mendukung terwujudnya gerakan sekolah menyenangkan (GSM).
  3. Pemberdayaan peserta didik. Tanpa kekerasan, partisipasi aktif peserta didik dalam kegiatan di satuan pendidikan, seperti organisasi siswa atau proyek sosial dapat meningkat.
  4. Peningkatan hubungan interpersonal. Tanpa kekerasan akan membantu dalam membangun hubungan yang sehat antar warga satuan pendidikan, yaitu peserta didik, pendidik, tenaga pendidik, komite, dan paguyuban orang tua. Dengan demikian akan tercipta alternatif kolaboratif yang mendukung perkembangan pribadi dan sosial.
  5. Pembentukan karakter. Melalui budaya positif tanpa kekerasan, satuan pendidikan akan menjadi wadah untuk pembentukan karakter peserta didik melalui pemahaman nilai-nilai moral, etika, dan pembiasaan-pembiasaan baik yang rutin dilaksanakan.
  6. Penyediaan saluran pelaporan kekerasan yang mudah diakses, aman, dan terlindungi akan mendorong warga satuan pendidikan untuk terbuka memberikan informasi atau melaporkan apabila terjadi tindakan kekerasan di satuan pendidikan.

Selain dampak positif tersebut di atas, beberapa permasalahan kekerasan skala menengah yang telah diselesaikan baik oleh Satgas PPKS maupun TPPK satuan pendidikan antara lain: penyelesaian kasus peserta didik TK yang sering mengamuk dan memukul temannya karena sering dimarahi dan dipukul saat di rumah, perkelahian antar peserta didik SD dan SMP, pelecehan seksual peserta didik SD dan SMP, trend selfharm (menyakiti diri sendiri) agar diterima oleh kelompok tertentu di kalangan siswa SMP, dan kasus putus sekolah sementara siswa SMP karena merasa menerima perlakukan kekerasan dari guru atau temannya. Permasalahan kekerasan tersebut dapat terselesaikan karena dukungan semua warga satuan pendidikan, para stakeholder, perangkat daerah terkait, dan tokoh masyarakat setempat.

 

Tantangan dan Hambatan, adalah Media Pembelajaran Terbaik Bagi Satgas PPKS dan TPPS

Walaupun sudah banyak cerita dan pengalaman positif yang dilakukan Kabupaten Gunungkidul, baik dalam pembentukan Satgas PPKS, TPPK, beserta aksi nyata pencegahan dan penanganan kekerasannya, tentunya masih terdapat tantangan dan hambatan dalam permasalahannya. Tantangan dan hambatan ini tidak boleh melemahkan semangat kita dalam mencegah dan menurunkan kasus kekerasan di satuan pendidikan, melainkan harus kita maknai positif, sebagai media pembelajaran yang aplikatif dan solutif bagi kita bersama.

Tantangan dan hambatan terbesar yang terjadi terkait ketugasan Satgas PPKS dan TPPK, adalah sikap pesimis dan skeptis dari beberapa pihak yang menganggap Satgas PPKS dan TPPK ini hanya sekedar pemenuhan amanat dari peraturan atau kebijakan pemerintah saat ini. Tentunya sikap pesimis dan skeptis ini harus kita lawan dengan membuktikan bahwa Satgas PPKS dan TPPK adalah solusi terbaik dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan.

Tantangan yang kedua adalah belum optimalnya pola kemitraan dan kolaborasi para pihak, baik internal satgas PPKS dan TPPK maupun dengan stakeholder eksternal. Apabila pola kemitraan ini tidak segera dibenahi, maka pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan akan berjalan secara parsial dengan mengedepankan ego sektoral masing-masing. Oleh karena itu anggota Satgas PKKS dan TPPK harus sering duduk bersama, meningkatkan kolaborasi dan koordinasi, berbagi pengalaman penyelesaian kasus kekerasan, dan senantiasa mengupgrade kapasitas diri agar mampu mencegah dan menangani kasus kekerasan di satuan pendidikan secara komprehensif dan berkeadilan.

 

Teman, Bergeraklah!!

Pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan membutuhkan usaha yang kolaboratif dan berkelanjutan dari seluruh komunitas sekolah. Dengan mengedepankan pendidikan, melibatkan peran aktif semua pihak, dan menerapkan kebijakan serta program yang tepat, satuan pendidikan dapat menjadi tempat yang aman dan mendukung perkembangan positif bagi setiap warga satuannya. Ingatlah bahwa setiap peserta didik berhak atas pendidikan yang aman, inklusif, dan bebas dari rasa takut akan kekerasan maupun perundungan.

Mari bersama bergandeng tangan dan merapatkan barisan untuk mewujudkan satuan pendidikan yang ramah anak, nyaman, aman, menyenangkan, sehingga terwujudlah iklim kebinekaan dan iklim inklusifitas yang kondusif.

 

STOP kekerasan di satuan pendidikan. Kalau Gunungkidul bisa, maka kabupaten lain akan lebih bisa!!

 

Penulis : Irma Madyastuti – Dinas Pendidikan Kab. Gunung Kidul