Pembiasaan Bina Karakter (Pembinkar) dalam Upaya Pencegahan Kekerasan di SMA Negeri 34 Jakarta

Pembiasaan Bina Karakter (Pembinkar) dalam Upaya Pencegahan Kekerasan di SMA Negeri 34 Jakarta

Kebijakan pembiasaan bina karakter di SMA Negeri 34 Jakarta telah diterapkan selama satu tahun terakhir. Kebijakan ini dilaksanakan  untuk menumbuhkan sikap positif dan mencegah terjadinya kekerasan. Namun sampai saat ini, masih menghadapi beberapa kendala dan tantangan.

Satuan pendidikan adalah lembaga pendidikan formal yang secara sistematis menerapkan program pengajaran, bimbingan, dan latihan untuk membantu peserta didik mencapai potensi terbaik mereka baik dari segi moral, intelektual, spiritual, emosional, dan sosial. Tujuan pendidikan nasional memiliki kemampuan untuk membentuk dan mengembangkan moralitas dan kepribadian peserta didik. Namun, tidak semua tujuan yang ditetapkan berhasil. Fenomena kekerasan antar peserta didik yang terus meningkat di satuan pendidikan mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat, satuan pendidikan, dan orang tua peserta didik (Marlangan, 2020).

Dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud ristek) mengeluarkan Peraturan  Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Setelah diterbitkannya peraturan itu, SMA Negeri 34 Jakarta s segera membentuk Tim Pencegahan Penanganan Kekerasan (TPPK) yang terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, komite,  dan orang tua. Anggota tim berjumlah 15 orang dan dikuatkan dengan  Surat Keputusan Kepala SMA Negeri 34 Jakarta terhitung sejak bulan Oktober 2023. Pada bulan Juni 2024, Tim PPK menyusun program kerja. Program ini pun telah disosialisasikan  dan mendapat persetujuan Kepala SMA Negeri 34.

Kekerasan yang terjadi di satuan pendidikan menunjukkan bahwa kita sebagai masyarakat sangat lemah dalam mengendalikan emosi. Bangsa ini tidak hanya menjadi bangsa yang miskin ilmu pengetahuan, namun nilai moralnya pun ikut terpuruk. Kita kehilangan rasa diri, cinta, rasa hormat,  dan rasa malu (Sugiyanto, 2023). Sejalan dengan itu, KPAI menilai bahwa kekerasan pada anak di satuan pendidikan cenderung dilakukan secara berkelompok, akibat lemahnya deteksi dini terhadap tumbuhnya kelompok yang berpengaruh negatif. Lebih lanjut ia mengatakan akibat dari kekerasan anak pada satuan pendidikan ini beragam mulai dari kesakitan fisik/psikis, trauma berkepanjangan, hingga kematian atau anak mengakhiri hidup (KPAI, 2024).

Kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, khususnya di tingkat satuan pendidikan menengah atas (SMA), menjadi salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius. Kekerasan dapat terjadi dalam berbagai bentuk, baik fisik, verbal, maupun emosional. Tentu saja, kekerasan  dapat berdampak buruk pada perkembangan psikologis serta sosial peserta didik. 

. Program Tim PPK di SMA Negeri 34 mencakup tiga komponen yaitu: 1) Pencegahan antara lain ada penguatan tata kelola, edukasi, dan sarana prasarana. 2)Penanganan antara lain ada pendampingan dan pemulihan korban serta pendampingan pelaku. 3) Evaluasi antara lain ada asesmen dan evaluasi berkala. Salah satu kegiatan dari Tim PPK SMA Negeri 34 dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan membuat kegiatan pembiasaan bina karakter (Pembinkar). Program ini dimulai pada tahun 2023. Sampai saat ini, kegiatan itu menjadi program  unggulan dan ciri khas di SMA Negeri 34 Jakarta. 

 Pembentukan karakter tidak hanya dapat dilakukan keluarga terdekat, teman sebaya, peserta didik, atau pendidik, tetapi bisa dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat termasuk pemerintah. Sebelum menerapkan karakter kepada peserta didik mereka, pendidik harus terlebih dahulu memiliki pengetahuan tentang pendidikan karakter karena salah satu faktor yang menyebabkan peserta didik tidak memiliki tingkat disiplin yang tinggi. Salah satu cara untuk mengembangkan sifat disiplin peserta didik, yaitu melalui pembiasaan (Ayni, 2022). Selain itu, Pembiasaan adalah pembentukan sikap dan perilaku yang menjadi permanen dan otomatis melalui proses belajar yang berulang-ulang. Sikap atau perilaku menjadi kebiasaan, dan perilaku tersebut relatif stabil, artinya tidak memerlukan aktivitas mental tingkat tinggi. Pembiasaan sebenarnya berarti pengulangan, artinya apa yang dipakai adalah sesuatu yang akan dilakukan berulang-ulang, dan pada akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan  (Anggraeni & Mulyadi, 2021).

Pembiasaan bina karakter dengan tema kekerasan di SMA Negeri 34 bertujuan untuk menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif bagi semua peserta didik. Program ini dirancang untuk menanamkan nilai-nilai seperti empati, toleransi, kesopanan, serta kemampuan mengelola emosi, sehingga peserta didik dapat menghindari tindakan kekerasan dan menyelesaikan konflik dengan cara yang damai.

Peran tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sebagai Role model

Pendekatan ini melibatkan berbagai kegiatan yang terintegrasi dalam proses pembelajaran dan kehidupan satuan pendidikan sehari-hari, seperti diskusi kelompok, simulasi situasi konflik, penyuluhan oleh pihak berwenang, serta penguatan aturan satuan pendidikan yang melarang segala bentuk kekerasan. Selain itu, peran pendidik dan tenaga kependidikan sangat penting dalam memberikan contoh perilaku yang menghargai orang lain dan mendorong peserta didik untuk mengadopsi sikap anti-kekerasan.

Dengan adanya pembiasaan bina karakter yang berfokus pada tema kekerasan, diharapkan peserta didik mampu membangun kesadaran akan dampak negatif kekerasan serta memiliki keterampilan sosial yang baik untuk mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ini juga merupakan langkah penting dalam menciptakan generasi muda yang berperilaku positif dan mampu berinteraksi dengan damai dalam masyarakat yang beragam.

     Program pembiasaan bina karakter tentang kekerasan di satuan pendidikan SMA Negeri 34 Jakarta ini dirancang untuk mengatasi hal-hal sebagai berikut. Pertama, tingginya kasus kekerasan di satuan pendidikan baik secara intimidasi, fisik, verbal, atau online. Kedua, kurangnya kesadaran akan dampak kekerasan: banyak peserta didik yang tidak menyadari dampak jangka panjang dari kekerasan, baik bagi korban maupun pelaku. Tanpa adanya pemahaman, kekerasan akan terus terjadi dan menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Ketiga, minimnya pendidikan karakter dalam kurikulum. Pendidikan karakter diintegrasikan ke dalam tema kekerasan yang belum dapat perhatian dengan serius. Pembiasaan karakter ini dirancang untuk mengisi kesenjangan dengan berfokus pada nilai-nilai seperti empati, toleransi dan menghormati perbedaan. Keempat, pengaruh lingkungan sosial dan media: peserta didik seringkali dipengaruhi oleh lingkungan sosial, termasuk media yang terkadang mengedepankan kekerasan sebagai solusi konflik. Hal ini memperkuat pentingnya Pendidikan karakter di satuan pendidikan sebagai suatu keseimbangan. Kelima, dampak negatif kekerasan terhadap prestasi akademik: kekerasan di satuan pendidikan tidak mempengaruhi hubungan sosial antar peserta didik, tetapi mempengaruhi pemikiran dan prestasi akademik mereka. Suasana yang tidak aman dan nyaman dapat menghambat proses pembelajaran dalam kemajuan akademik maupun non akademik.

Tujuan Pembiasaan Bina Karakter: Mencegah Kekerasan dan Membangun Individu Berkualitas

Tujuan utama dari pembiasaan bina karakter adalah untuk mengurangi dan mencegah kekerasan, termasuk perundungan di lingkungan satuan pendidikan. Pembiasaan bina karakter (Pembinkar) ini  bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi individu yang memiliki sifat-sifat baik seperti toleransi, empati, tanggung jawab dan kemampuan menangani emosi. Dengan pembiasaan ini diharapkan peserta didik lebih sadar akan dampak negatif dari kekerasan, mampu menyelesaikan masalah secara positif, serta menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang aman dan nyaman bagi semua warga satuan pendidikan. Selain itu, melalui program ini diharapkan dapat menciptakan budaya satuan pendidikan yang mendukung perilaku baik, meningkatkan hubungan antar peserta didik dan mendorong partisipasi dalam menciptakan lingkungan tanpa kekerasan.

SMA Negeri 34 Jakarta dikenal dengan komitmennya dalam memberikan pendidikan yang holistik, yaitu menggabungkan aspek akademis dengan pengembangan karakter. Satuan pendidikan ini tidak hanya berfokus pada pencapaian prestasi akademik peserta didik, tetapi juga mendorong pembentukan karakter yang kuat dan berintegritas melalui berbagai program ekstrakurikuler dan kegiatan pembiasaan nilai-nilai positif.

Pembiasaan bina karakter di SMA Negeri 34 Jakarta merupakan kegiatan rutin yang menunjang pengembangan nilai moral, pembelajaran, tanggung jawab dan kerjasama. Melalui pendekatan holistik, satuan pendidikan ini berupaya untuk membangun peserta didik yang berintegritas, berempati dan memiliki sikap sosial yang baik. Kegiatan upacara bendera, 5 S (Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun), berolahraga bersama, berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran menjadi bagian penting dalam membangun karakter di SMA Negeri 34 Jakarta.

Sesuai dengan  visi dan misinya, SMA Negeri 34 Jakarta berusaha untuk menghasilkan lulusan yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tetapi juga memiliki sikap yang baik, mampu berkontribusi positif di masyarakat, dan siap menghadapi tantangan global. Dukungan dari tenaga pengajar yang profesional serta lingkungan belajar yang kondusif menjadi faktor penting dalam mewujudkan tujuan tersebut. Tujuan yang akan dicapai dari pembiasaan bina karakter SMA Negeri 34 Jakarta adalah sebagai berikut.

  1. Membangun kesadaran pada peserta didik dalam hal meningkatkan kesadaran peserta didik terhadap dampak negatif kekerasan baik fisik maupun verbal terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar.
  2. Pengembangan empati pada peserta didik dalam menimbulkan rasa empati dan kepedulian pada diri sendiri, sehingga dapat memahami perasaan orang lain dan menghindari tindakan yang dapat menyakiti orang lain.

  3. Mendorong sikap positif artinya mendorong peserta didik untuk mengadopsi sikap dan perilaku positif dalam interaksi dengan teman sebaya, pendidik dan staf satuan pendidikan serta menghindari perundungan atau perilaku negatif.

  4. Membangun karakter tangguh dalam hal ini membangun karakter peserta didik yang tangguh, dapat mengendalikan emosi dan menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan.

  5. Menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang kondusif artinya bagi pembelajaran sehingga semua peserta didik merasa aman dan dihargai serta dapat berkembang dengan maksimal.

  6. Mengurangi kasus kekerasan secara efektif melalui penerapan nilai-nilai karakter yang kuat.

Langkah-Langkah SMA Negeri 34 Jakarta dalam Mencapai Tujuan Pembiasaan Bina Karakter

Langkah-langkah yang dilakukan SMA Negeri 34 dalam mencapai tujuan pembiasaan bina karakter sebagai berikut.

 1) Integrasi dalam Kurikulum

– Pembelajaran Kontekstual

Pendidik dapat mengintegrasikan tema kekerasan ke dalam berbagai mata pelajaran dengan memberikan contoh-contoh kasus dan mendorong diskusi kelas. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Indonesia, peserta didik bisa diminta untuk membuat esai tentang dampak kekerasan.

– Proyek Penguatan Profil Pelajar Panxasila (P5)

Kegiatan P5  dengan memberikan tugas proyek yang berfokus pada pengembangan nilai-nilai anti-kekerasan, seperti membuat kampanye anti-bullying/poster atau memproduksi video pendek tentang pentingnya empati.

 2) Pendekatan Keterlibatan Keluarga

– Keterlibatan Orang Tua

Keterlibatan orang tua dalam program pembiasaan bina karakter melalui pertemuan yang membahas peran keluarga dalam mencegah kekerasan dan menguatkan nilai-nilai anti-kekerasan di rumah.

– Kolaborasi Satuan pendidikan-Keluarga

Kolaborasi dilaksanakan dengan mengadakan kegiatan bersama antara satuan pendidikan dan keluarga (town Hall), seperti sesi berbagi cerita atau pengalaman tentang bagaimana mengatasi kekerasan.

 3) Pendekatan Lingkungan Satuan pendidikan yang Aman dan Kondusif

– Pengawasan Lingkungan Satuan pendidikan.

Satuan pendidikan menetapkan aturan yang ketat terhadap kekerasan dan memberikan pengawasan yang konsisten di area satuan pendidikan yang rawan konflik. Bekerja sama dengan RT dan RW lingkungan satuan pendidikan serta babinsa untuk sama-sama saling memantau dan memberikan informasi terkait keamanan lingkungan satuan pendidikan.

– Pendekatan Restoratif

Satuan pendidikan menggunakan pendekatan disiplin restoratif yang menekankan pada penyelesaian konflik dengan cara memperbaiki hubungan dan mencari solusi bersama, bukan sekadar hukuman.

 4) Pemanfaatan Teknologi

– Kampanye Media Sosial

Satuan pendidikan menggunakan media sosial satuan pendidikan untuk menyebarkan pesan-pesan anti-kekerasan, berbagi informasi tentang dampak kekerasan, dan mempromosikan sikap positif atau poster

– Aplikasi Pelaporan Kekerasan

Satuan pendidikan menggunakan aplikasi atau platform digital dimana peserta didik dapat melaporkan insiden kekerasan secara anonim serta adanya kotak curhat yang disediakan harapannya masalah dapat segera ditangani oleh pihak satuan pendidikan.

 5) Peningkatan Kesadaran Melalui Kegiatan Rutin

– Penyuluhan Rutin

Hal ini dengan mengadakan penyuluhan atau seminar rutin pada saat upacara yang melibatkan polisi, atau tokoh masyarakat yang membahas dampak kekerasan dan pentingnya membangun lingkungan yang damai.

– Kegiatan harian yang mendorong refleksi

Dilaksanakan dengan melakukan kegiatan harian seperti renungan pagi (bercerita pengalaman baik dari bangun tidur hingga sampai di satuan pendidikan) dan refleksi setelah jam pelajaran yang berfokus pada nilai-nilai kebaikan dan anti-kekerasan.

 6) Pelatihan Pendidik dan Staf

– Pelatihan manajemen kelas

Satuan pendidikan memberikan pelatihan kepada pendidik tentang teknik-teknik manajemen kelas yang efektif dalam menciptakan lingkungan belajar/kelas yang aman dan inklusif serta tindakan pencegahan kekerasan di kelas sebelum situasi memburuk.

– Pelatihan deteksi dini kekerasan

Kegiatan berupa pelatihan untuk  pendidik dan staf untuk mengenali tanda-tanda kekerasan atau potensi konflik di antara peserta didik dan cara-cara intervensi yang tepat sehingga membantu mencegah eskalasi kekerasan dengan cepat dan efektif.

Penerapan Pembiasaan Bina Karakter Melalui Program Terintegrasi di SMA Negeri 34 Jakarta

Praktik pembiasaan bina karakter tentang kekerasan di SMA Negeri 34 Jakarta diterapkan melalui beberapa program dan kegiatan yang melibatkan seluruh aspek satuan pendidikan, baik pendidik, peserta didik, dan orang tua. Praktik baik yang sudah dilaksanakan SMA Negeri 34 Jakarta adalah sebagai berikut:

 1) Penerapan nilai anti kekerasan dalam kegiatan sehari-hari.

Penerapan nilai anti korupsi dilaksanakan  melalui kegiatan rutin setiap hari  yang dilakukan oleh  pendidik, peserta didik dan warga satuan pendidikan diajak untuk terlibat dalam kegiatan yang membangun hal positif melakukan 5S (senyum,salam,sapa,sopan dan santun), do’a bersama dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Selain itu dengan penguatan nilai dalam pembelajaran .  Pendidik mata Pelajaran mengintegrasikan nilai-nilai anti kekerasan dalam bahan ajar misal dalam video/film yang edukatif

 2) Program khusus anti kekerasan

Berupa kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada pendidik dan staf satuan pendidikan mengadakan sosialisasi rutin tentang bahaya kekerasan dan bullying, baik secara fisik maupun verbal. Selain itu dilaksanakan kampanye anti kekerasan OSIS atau komunitas lain (Timbul) menyelenggarakan kampanye anti kekerasan. Kegiatan meliputi pemasangan poster dan kegiatan menolak semua kekerasan di satuan pendidikan.

 3) Pelibatan orangtua dalam program bina karakter.

Pelibatan orang tua diwujudkan dalam bentuk komunikasi intensif antara wali kelas/pendidik dan konselor satuan pendidikan (pendidikan BK). Pihak satuan pendidikan aktif menjalin komunikasi intensif dengan orangtua, terutama ditemukan indikasi kekerasan atau perilaku negatif pada peserta didik. Orang tua diajak bekerja sama untuk menangani masalah dengan cara konstruktif.

 4) Penerapan aturan dan sanksi yang edukatif.

Satuan pendidikan menyusun tata tertib yang tegas mengenai larangan kekerasan di satuan pendidikan. Setiap pelanggaran mendapatkan pembinaan yang bersifat edukatif seperti menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza atau pembinaan religius (menghafal surat pendek).  Selain itu, konseling dan pendampingan terutama dengan pendidik BK. Peran pendidik BK disini sangat penting dalam memberikan bimbingan khusus kepada peserta didik yang terlibat tindakan kekerasan dan bekerjasama dengan orang tua untuk memastikan intervensi yang efektif baik di rumah maupun di satuan pendidikan.

 5) Evaluasi dan pengawasan berkelanjutan.

Kegiatan evaluasi  keterlaksanaan program  dengan adanya tim khusus yang terdiri dari pendidik, tenaga kependidikan, komite dan orang tua secara berkala mengevaluasi program dan melakukan penyesuaian sesuai kebutuhan peserta didik

 6) Penghargaan dan pengakuan

Satuan pendidikan memberikan penghargaan kepada peserta didik yang menunjukkan perilaku positif dan menjadi teladan dalam menghindari kekerasan. Penghargaan ini bisa berupa sertifikat, pengakuan di depan satuan pendidikan, atau hadiah simbolis yang mendorong peserta didik lain untuk berperilaku serupa.

Kolaborasi SMAN 34 Jakarta dengan Pihak Eksternal dalam Pembiasaan Bina Karakter 

SMA Negeri 34 mengadakan kolaborasi atau kerjasama dengan pihak luar (eksternal) dalam pembiasaan bina karakter peserta didik di satuan pendidikan. Hal itu penting karena menciptakan lingkungan yang lebih aman dan tertib, juga membantu membangun karakter peserta didik menjadi individu yang bertanggung jawab, menghormati hukum, dan mampu hidup harmonis di tengah masyarakat serta mencegah terjadinya kekerasan di dalam maupun di luar satuan pendidikan. Kolaborasi yang kami lakukan diantaranya adalah sebagai berikut.

 1) Kepolisian resor Jakarta selatan

Peran aktif kepolisian dalam program bina karakter tentang kekerasan, satuan pendidikan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman, serta mengedukasi peserta didik tentang pentingnya menghargai perdamaian dan hukum. Kolaborasi antara kepolisian dan satuan pendidikan diharapkan mampu menekan angka kekerasan di kalangan peserta didik serta membentuk generasi muda yang berkarakter dan taat hukum. Pihak kepolisian bekerjasama dalam pelaksanaan upacara hari senin sebagai pembina upacara untuk mengingatkan peserta didik dalam hal kekerasan yang sedang marak di satuan pendidikan.

Kolaborasi dengan polisi menguatkan disiplin sangat penting. Kehadiran polisi dalam kegiatan satuan pendidikan, seperti upacara bendera atau kegiatan penyuluhan, membantu memperkuat disiplin di kalangan peserta didik. Mereka lebih menyadari pentingnya mematuhi aturan satuan pendidikan dan hukum yang berlaku di masyarakat.

 2) Rubber Innovation Lab.

Rubber Innovation Lab. berperan dalam memperkuat upaya pencegahan dan penanganan bullying melalui pendekatan teknologi, data-driven, dan kolaboratif. Dukungan dari lab ini dapat membantu menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang lebih aman, inklusif, dan mendukung perkembangan karakter peserta didik yang baik.

Rubber Innovation Lab mengadakan TOT untuk pendidik dan peserta didik serta mengadakan Roadshow “Rubber Innovation Lab#1M youth Stop Bullying” untuk pengimbasan kepada 100 peserta didik yang lain. Kolaborasi dengan Rubber Innovation membangun rasa empati dan toleransi juga mempererat hubungan sesama peserta didik di SMA Negeri 34.

 3) Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan

Suku Dinas Pendidikan berperan dalam mendukung pengembangan satuan pendidikan yang positif dalam hal peningkatan prestasi akademik maupun non akademik serta memberikan sosialisasi tentang pentingnya lingkungan sekolah yang aman dan bebas dari kekerasan, termasuk bullying. Suku Dinas Pendidikan Wilayah 1 Jakarta Selatan sangat berperan dalam peningkatan kualitas pembinaan di SMA Negeri 34 Jakarta. 

Hasil dan Tantangan Pembiasaan Bina Karakter

            Setelah menerapkan program bina karakter tentang kekerasan tidak hanya membantu mencegah terjadinya kekerasan di satuan pendidikan, tetapi juga membentuk peserta didik menjadi individu yang lebih baik, memperkuat peran pendidik, dan menciptakan komunitas satuan pendidikan yang lebih solid dan harmonis. Sehingga menurunnya tindak kekerasan di satuan pendidikan yang merupakan sebagai rumah kedua atau taman bermain serta satuan pendidikan bisa menjadi tempat yang nyaman, aman, dan damai dalam menuntut ilmu.

Tantangan dalam pelaksanaan pembiasaan bina karakter di SMA Negeri 34 adalah sebagai berikut. Pertama, kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang kekerasan: memahami kekerasan juga penting untuk mencegah kekerasan di masa depan. Peserta didik harus belajar mengenali tanda-tanda kekerasan dan cara menangani atau melaporkannya. Dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang kekerasan, pendidik dapat membuat satuan pendidikan menjadi tempat yang lebih aman dan damai bagi peserta didik.

Tentangan kedua adalah keterbatasan sumber daya. SMA Negeri 34 Jakarta tidak memiliki SDM yang cukup untuk mengatasi kekerasan baik berupa dukungan psikologis, program pencegahan dan penanganan. Ketiga, kurangnya dukungan dari orangtua. Banyak anak akan merasa tidak dihargai dan tidak aman. Mereka merasa tidak ada seorangpun yang peduli terhadap kekerasan di satuan pendidikan.

Keempat, adalah pengawasan dan penanganan yang tidak konsisten .  Keberhasilan dalam mengatasi kekerasan di satuan pendidikan hanya dapat dicapai jika semua pihak termasuk peserta didik, pendidik, orang tua dan masyarakat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung.

Kelima, dinamika sosial yang kompleks (teman sebaya) : Di antara kelompok pertemanan tersebut terdapat banyak lapisan masyarakat yang mempunyai status lebih tinggi dari yang lain. Mereka yang menduduki posisi tinggi mungkin menggunakan kekerasan untuk mempertahankan posisinya atau mengendalikan orang lain.

Keenam, tantangan dari dunia digital. Saat ini, di media sosial banyak tekanan untuk menunjukkan status sosial atau popularitas. Hal ini dapat mengarah pada kekerasan, benar atau salah, sebagai cara untuk meningkatkan kekuasaan atau merendahkan orang lain demi keuntungan sosial.

SMA Negeri 34 Jakarta menyadari bahwa untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif, termasuk pelatihan berkelanjutan bagi pendidik, keterlibatan aktif orang tua dan komunitas, serta dukungan yang kuat dari pihak satuan pendidikan dan pemerintah. Dengan mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan ini, program pembiasaan bina karakter tentang kekerasan dapat dijalankan dengan lebih efektif dan menghasilkan dampak yang positif bagi seluruh komunitas satuan pendidikan.

Pentingnya mengadakan pembiasaan bina karakter untuk peserta didik

Berdasarkan program pembiasaan bina karakter SMA Negeri 34 Jakarta dapat disimpulkan bahwa satuan pendidikan dapat membangun budaya anti-kekerasan yang kuat dan berkelanjutan, yang tidak hanya melindungi peserta didik dari bahaya fisik dan emosional, tetapi juga membantu mereka tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan bermoral tinggi. Dengan mengadakan kegiatan pembiasaan bina karakter di SMA Negeri 34 Jakarta ini akan menjadi contoh untuk SMA/sederajat yang ada di Jakarta Selatan.

Kesimpulan kedua adalah pentingnya mengadakan pembiasaan bina karakter untuk peserta didik walaupun secara berulang-ulang kegiatan tersebut, agar peserta didik tersebut mempunyai kebiasaan yang baik dan bisa menghargai orang lain.

Selanjutnya, satuan pendidikan harus memiliki kebijakan yang jelas mengenai kekerasan, termasuk pelaporan dan prosedur penegakan hukum. Kebijakan ini harus dikomunikasikan dengan jelas kepada seluruh warga satuan pendidikan, termasuk peserta didik, pendidik dan orang tua.

Kesimpulan keempat, upaya pencegahan kekerasan di satuan pendidikan akan paling efektif jika melibatkan kolaborasi antara satuan pendidikan, keluarga dan komunitas lokal. Program seperti bimbingan, keterlibatan orang tua dan kerjasama dengan pihak berwenang dapat mendukung proses ini.

Satuan pendidikan harus memberikan akses terhadap layanan konseling dan dukungan psikologis kepada peserta didik yang terlibat kekerasan, baik korban maupun pelaku akan membantu mereka mengatasi permasalahan yang mendasari perilaku tersebut.Dengan menerapkan pendekatan holistik dan berkelanjutan, satuan pendidikan dapat mengurangi terjadinya kekerasan secara signifikan dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan aman bagi seluruh peserta didik.

Pembiasaan bina karakter tentang kekerasan di SMA Negeri 34 dapat membangun budaya anti-kekerasan yang kuat dan berkelanjutan, yang tidak hanya melindungi peserta didik dari bahaya fisik dan emosional, tetapi juga membantu mereka tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan bermoral tinggi.

Apa yang harus dilakukan jika satuan pendidikan ingin melaksanakan kegiatan pembiasaan dalam upaya pembinaan karakter?

Langkah awal yang dapat diambil satuan pendidik yang akan mencoba menerapkan pembiasaan bina karakter adalah: lakukan analisis Situasi dan Identifikasi Kebutuhan. Satuan pendidikan harus mengidentifikasi pendidik dan staf satuan pendidikan memerlukan pelatihan khusus untuk mengenali tanda-tanda kekerasan, menangani insiden dengan tepat, memberikan dukungan kepada peserta didik yang terlibat dalam kekerasan.

Langkah selanjutnya adalah pembentukan tim pengarah program. Satuan pendidikan harus membangun tim kepemimpinan untuk program pencegahan kekerasan di satuan pendidikan merupakan langkah penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung.

Selanjutnya, tetapkan  penerapan tujuan dan sasaran program   pelaksanaan maksud dan tujuan program pencegahan kekerasan di satuan pendidikan harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan agar dapat mencapai hasil yang baik.

Berikutnya, lakukan sosialisasi dan edukasi awal. Hal ini penting karena  melaksanakan program kesadaran di satuan pendidikan untuk meningkatkan budaya saling menghormati, toleransi, dan tanpa kekerasan.

Jangan lupa untuk Pengembangan kebijakan dan prosedur. Satuan pendidikan harus menciptakan unit dan sumber daya yang sesuai dengan usia peserta didik untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang kekerasan dan cara mencegahnya Yang tak kalah pentingnya adalah untuk melakukan kolaborasi dengan Pihak Eksternal : bekerja sama dengan lembaga pemerintah, organisasi nirlaba, dan layanan kesehatan mental untuk memberikan dukungan dan sumber daya tambah kepada satuan pendidikan.

Langkah selanjutnya adalah kegiatan pembiasaan dan intervensi . Program intervensi berbasis bukti diperlukan untuk mendukung korban kekerasan dan membantu pelaku mengubah perilakunya. Kelompok konseling, pendampingan atau dukungan. Langkah penting lainnya adalah pemantauan dan evaluasi. Hal ini dilakukan setelah intervensi dilaksanakan, penting untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui survei lanjutan, analisis laporan insiden, dan diskusi kelompok terfokus untuk mengukur perubahan tingkat kekerasan dan kesejahteraan peserta didik.

Berikan dukungan psikologis dan pemulihan. Peserta didik yang mengalami penindasan mungkin memerlukan dukungan psikologis jangka panjang, seperti konseling atau terapi untuk mengatasi rasa sakit dan mengubah perilaku mereka.

Tak kalah pentingnya adalah pengembangan budaya satuan pendidikan yang positif. Hal ini dilaksanakan misalnya dengan memberikan hadiah kepada peserta didik yang menunjukkan perilaku baik dan menjadi teladan dalam pengambilan keputusan untuk mencegah kekerasan dan mendorong peserta didik untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang mendorong kerja sama, empati, dan pemecahan masalah, seperti klub debat, teater, atau kegiatan sosial.

“Bersama Kita Cegah Kekerasan, Bangun satuan pendidikan yang Aman dan Damai!”

Penulis : Fajar Isnin, M.Pd – SMAN 34 Jakarta