Kekerasan seksual adalah salah satu jenis kekerasan berakar pada masalah ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Dalam kasus kekerasan seksual seringjuga disebebkan oleh adanya ketimpangan relasi kuasa yang sering terjadi antara laki-laki dan perempuan. Ketika pelaku memiliki kendali yang lebih besar atas korban, ketimpangan diperparah dengan semakin beratnya beban yang ditanggung oleh korban yaitu sulitnya untuk bisa membutikkan dan kurangnya dukungan di lingkungan untuk bisa melawan kekerasan seksual. Kekerasan seksual dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk dalam hubungan personal. Kekerasan seksual yang dilakukan dalam hubungan personal dapat ditinjau dari relasi kuasa. (Aryana, 2022).
Selain relasi kuasa penyebab kekerasan seksual adalah masalah kesetaraan Gender. Gender merupakan konsep yang mengacu pada pembedaan peran, status dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat (Alimatul Qibtiyah, 2023) Sebagian orang percaya bahwa peran yang dimainkan oleh laki-laki dan perempuan didasarkan pada status biologis mereka. Selain itu, status dalam gender sering dikaitkan dengan peran tertentu. Sebagai bagian dari dinamika sosial, konstruksi gender adalah hal yang normal. Namun, dalam kehidupan sehari-hari, konstruksi gender sering mengiringi berbagai tindakan yang berpotensi merugikan salah satu gender tertentu yaitu salah satunya bisa menyebabkan kekerasan seksual. Kesetaraan gender mengacu pada hak, tanggung jawab dan kesempatan yang sama antara perempuan dan laki – laki, masalah gender dan Kekerasan terhadap perempuan saling terkait.
Pada budaya patriarkhi isu dan masalah yang berkembang adalah kekerasan seksual yang sering terjadi pada Perempuan. Ketidak setaraan dan ketidak adilan gender dapat menyebabkan rasa takut, segan, atau ketidakpercayaan diri sebagai perempuan untuk mengekspresikan diri dalam hubungan interpersonal. Disebabkan ini, pendapat laki-laki lebih dominan dan cenderung dianggap lebih rasional dan dapat dikomunikasikan secara jelas, sehingga perempuan sering mengalami kesulitan dalam menyampaikan pendapatnya dan bahkan sering diabaikan. Gender dan ketidakadilan gender seringkali mewarnai berbagai relasi dan persoalan sosial berdasarkan isu gender. (Lubis, Nurhayati, Purba, 2023).
Kekerasan seksual juga disebabkan karena masalah inklusi sosial. Kekerasan seksual terjadi karena adanya pertimbangan hubungan kuasa yang tidak setara dan ketidaksetaraan yang dialami seseorang karena identitas sosial mereka, dimana identitias sosial mengarah bagaimana identitas ini berinteraksi dan memengaruhi kasus diskriminasi, seperti pelecehan dan kekerasan, bullying, dan masalah reproduksi dan kerentanan lainnya yang dialami oleh penyandKonsep inklusi sosial melindungi hak asasi dan kebebasan yang fundamental dari upaya diskriminasi dan marginalisasi berdasarkan gender atau kerentanan terkait lainnya, seperti ras, agama, kemampuan, kelas sosial,suku, budaya, pilihan politi, pendidikan, kesehatan, peluang, akses, kesempatan, manfaat dan sebagainya. Inklusi sosial juga merupakan proses di mana upaya dilakukan untuk memastikan kesempatan yang sama bagi semua. Masalah Iklusi Sosial juga terjadi pada kelompok rentan disabilitas yang memiliki akses yang terbatas ke pekerjaan dan pendidikan serta akses layanan yang lain. Jika dibandingkan dengan kelompok tanpa disabilitas, mereka memiliki akses dan peluang kerja yang sangat tidak sama.
Menurut Komnas Perempuan (2017), ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender adalah sebuah keadaan terlapor menyalahgunakan sumber daya pengetahuan, ekonomi dan/ atau penerimaan masyarakat atau status sosialnya untuk mengendalikan korban. Menurut Permendikbudristek No 30 tahun 2021 (Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, 2021) bahwa kekerasan seksual adalah setiap tindakan yang merendahkan, menghina, melecehkan, atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang karena ketidaksesuaian hubungan kuasa dan gender, yang dapat menyebabkan penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk mengganggu kesehatan reproduksi dan menghalangi akses ke pendidikan yang aman dan optimal. Bisa dikatakan Kekerasan seksual adalah perilaku secara seksual yang dilakukan melalui interaksi kontak fisik atau interaksi non fisik dengan sasaran korban yang dianggapnya kurang mampu atau kurang berdaya tanpa persetujuannya dan memiliki unsur pemaksaan atau intimidasiang disabilitas, kelompok perempuan dan kelompok rentan lainnya.
Gambar 1 Masalah Kekerasan Seksual
Sumber Databoks (2022).
Survei Good News from Indonesia (GNFI) bersama Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menemukan bahwa 13,7% responden, atau mayoritas, menyatakan bahwa pelecehan dan kekerasan seksual adalah masalah utama yang akan menjadi perhatian generasi muda di tahun 2022
Gambar 2 Bentuk Kekerasan yang dialami Korban.
Sumber Databoks (2022).
Berdasarkan catatan Komnas Perempuan pada tahun 2023 latar belakang pendidikan mayoritas korban yang mengadu ke Lembaga Layanan memiliki latar belakang SMA (1.721 kasus) dan perguruan tinggi (892 kasus) yang melaporkan pengaduan ke Komnas Perempuan (https://komnasperempuan.go.id, 2023). Bisa dikatan data kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi sangat banyak, sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan. Kondisi tersebut diperluat oleh hasil survei Kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada Juli 2023 menunjukkan bahwa 65 kasus kekerasan seksual terjadi di perguruan tinggi. (https://www.idntimes.com/news/indonesia, 2023)
Korban kekerasan seksual adalah yang paling sering terjadi di Indonesia, menurut Peta Sebaran Jumlah Kasus Kekerasan menurut Provinsi, yang dibuat secara real time pada tanggal 1 Januari 2024. (https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan, 2024) Bisa dikatakan negara kita sedang mengalami darurat masalah kekerasan seksual yang harus dilakukan berbagai upaya strategis dalam pencegahan dengan melibatkan berbagai pihak dalam regulasi, aliansi strategis, kampanye bersama, program-program yang mendorong pencegahan khususnya di Perguruan tinggi.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Ipsos di seluruh dunia menunjukkan berbagai tindakan yang dilakukan orang di seluruh dunia untuk mendukung kesetaraan gender, termasuk mengurangi pelecehan seksual di tempat tinggal mereka sendiri. Hasilnya, sebanyak 56% orang yang menjawab mengatakan bahwa mereka telah melakukan setidaknya satu tindakan untuk mendukung kesetaraan gender dalam setahun terakhir. Sejaland engan hal tersebut Politeknik Negeri Batam sudah melakukan Upaya pencegahan pelecahan dan kekerasan seksual melalui pembejaran Project Based Learning (Gedsi).
Gambar 3 Tindakan Mendukung Kesetaraan Gender.
Sumber Databoks 2022-2023.
Fenomena kekerasan seksual yang semakin meningkat di masyarakat khusus termasuk perguruan tinggi secara langsung atau tidak langsung akan berdampak negatif pada Tridharma Perguruan Tinggi dan kualitas pendidikan. Khususnya Politeknik Negeri Batam memiliki tanggung jawab untuk terus melakukan upaya konstruktif pencegahan kekerasan seksual melalui pembelajaran yaitu Project Based Laerning Gender Equality, Disability dan Sosial Inclusion (Gedsi)
Pencegahan melalui PBL Gedsi adalah program Satgas PPKS Politeknik Negeri Batam pencegahan kekerasan seksual di Politeknik Negeri Batam.Melalui PBL Gedsi ini untuk memastikan bahwa peraturan dann kebijakan permendikbudristekNo 30 tahun 2021 bisa diterapkan secara inklusif, mengakui dan menangani hak dan kebutuhan kelompok rentan dalam meningkatkan kemampuan, selain itu edukasi dan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual bisa dilaksanakan secara ekfetif dengan mengkolaborasikan pembelajaran matakuliah umum kewarganegaraan, pancasila, agama, dan Bahasa Indonesia.
Pelaksanaan PBL Gedsi adalah upaya Politeknik Negeri Batam dalam Pengarusutamaan Gedsi yaitu sejalan dengan amanah Permendikbudristek No 30 tahun 2021 untuk meningkatkan kesadaran tentang hak asasi, hak disabilitas, dan kelompok rentan kepada orang lain dan lingkungan di sekitar termasuk lingkungan pendidikann sebagai langkah awal dalam pembentukan sosial. Pelibatan mahasiswa sangat penting untuk pendidikan vokasi dan untuk menciptakan lingkungan yang aman bebas dari kekerasan seksual dan diskriminasi. Pengarusutamaan gedsi adalah Sebuah proses bagi warga kampus untuk mencoba memperbaiki pola hubungan, memperbaiki kemampuan, dan memberikan kesempatan kepada seluruh individu dan kelompok untuk mengakses berbagai sumber daya dalam masyarakat. Misalnya ruang kelas yang dirancang untuk seluruh mahasiswa termasuk mahasiswa penyandang disabilitas. (Kekek Apriana, 2022)
Model pembelajaran yang didasarkan pada proyek memiliki manfaat, yaitu memberi peserta didik kesempatan untuk mengorganisasi proyek mereka sendiri, mengajarkan mereka cara bekerja sama atau bekerja sama dalam kelompok, dan mendorong mereka untuk menjadi lebih aktif dalam memecahkan masalah (Fathurrohman, 2016). Dalam Project Based Learning Gedsi mahasiswa diberikan tantangan masalah pelecehan dan kekerasan seksual yang harus diberikan upaya solusi, dan memposisikan mahasiswa yang terlibat harus bisa berkontribusi dalam pemecahan masalah pelecehan dan kekerasan seksual di Lingkungan Perguruan tinggi dan masyarakat pada umumnya. Secara konstruktif mahasiswa diajak dan dilibatkan dalam proyek untuk menghasilkan ide dan merealisasikannya agar bisa bermanfaat mengedukasi dan mencegah kekerasan seksual.
Teori belajar kontruktivisme mendukung model pembelajaran berbasis proyek karena dalam proses pembelajaran dengan model ini, peserta didik berpartisipasi secara aktif dalam membangun atau mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri dengan mencari berbagai ide untuk menghasilkan suatu produk. (Cyndiani, 2023). Mahasiswa peserta pembelajaran PBL Gedsi berpartisipasi secara aktif dalam membangun atau mengkontruksi pengetahuan mereka dalam mencari berbagai ide untuk menghasilkan suatu produk edukasi pencegahan kekerasan seksual yang bisa menjangkau banyak orang tentang kekerasan seksual.
Menurut 21st Century Skill dalam Hamdani Arif et.al (2021) Terdapat 3 keterampilan yang harus dikuasasi dalam PBL yaitu kemampauan belajar (learning skill), kemampuan literasi (litercy Skills), dan kemampuan hidup (life skills). Pada PBL Gedsi mahasiswa mengembangkan keterampilan secara mendalam dalam menginvestigasi secara mendalam masalah kekerasan seksual dan solusi edukasi pencegahan yang dikembangkan. Pentingnya pencegahan kekerasan efektif melalui pembelajaran maka perlu dilakukan dengan mengkolaborasi aspek-aspek penting dalam pembelajaran project based learning Gedsi yaitu aspek kolaborasi matakuliah, timdosen pengajar matakuliah umum (MKU) dan kolaborasi antar program studi di Politeknik Negeri Batam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanan strategi pencegahan kekerasan seksual melalui Projecr Based Learning Gedsi di Politeknik Negeri Batam.
Tujuan utama dari praktik baik :
- Untuk menghasilkan output yang digunakan sebagai edukasi pencegahan seksual di lingkungan kampus Politeknik Negeri Batam
- Peserta didik mahasiswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi secara mendalam tentang topik GEDSI untuk menghasilkan output pencegahan kekerasan seksual
- Untuk memberikan pengalaman pembelajaran berbasis proyek yang berpusat berpusat pada peserta didik mahasiswa, yang mana partisipasi untuk melakukan suatu investigasi yang mendalam terhadap suatu topik GEDSI agar mahasiswa akan lebih mendalam memahami ruang lingkup kekerasan seksual
- Untuk membekali keterampilan belajar (learning skiils), kemampuan literasi (literacy skills) dan kemampuan hidup (life skills) pada melalui pendekatan Project Based learning GEDSI yang diterapkan pada matakuliah umum (MKU) Kewarganegaraan, Pancasila, Agama, Bahasa Indonesia untuk dalam pencegahan kekerasan seksual
“Sosialisasi edukasi pencegahan secara konvensional sudah sering dilakukan, namun Politeknik Negeri Batam melakukan Pencegahan Kekerasan Seksual secara efektif melalui pembelajaran pendekatan Project Based Learning Gedsi yang mengkolaborasikan matakuliah umum Kewarganegaraan, Pancasila, Bahasa Indoensia, Agama”. Selain kolaborasi PBL GEdsi dalam atakuliah umum, PBL gedsi juga diterapkan disinergikan dengan kolaborasi program Satgas PPKS dengan program studi rekayasa di jurusan teknik informatika, teknik Elektronika, teknik Mesin dan jurusan manajemen bisnis.
Respon PT:
praktik baik:
- PBL untuk pencegahan KS. ada pelatihan di dalamnya seperti pelatihan GEDSI (GEDSI Week) termasuk untuk seluruh warga kampus, output berupa: komik, poster, video motion, video inklusif (menggunakan bahasa isyarat). Masuk juga dalam beberapa mata kuliah umum. Produksi podcast.
- Pelatihan GEDSI dilakukan di tiap semester.
- Kerja sama dengan LSM (aliansi strategis terkait pencegahan KS). Kolaborasi dengan Safe Migrant, Yayasan Embun Pelangi, dan PT lain di level kota dan provinsi.
Teknis PBL:
Melalui pembelajaran matakuliah umum (Agama, Bahasa Indonesia, dan PKn).
Dalam PBL ini, mahasiswa produksi output, dan di akhir semester dibuatkan pameran (eksibisi) dan dikompetisikan.
Output mahasiswa didaftarkan HAKI. ini juga berdampak pada akreditasi dan pencapaian IKU PT
Masukan:
Pendekatan GEDSI ini bisa menjadi nilai lebih yang belum tentu dimiliki PT lain.
Output bisa dijadikan bahan pembelajaran oleh warga kampus lebih luas (ada pengimbasan saat proses diseminasi).
Penulis: Shinta Wahyu Hati – Politeknik Negeri Batam