Praktik Baik Program SAKSI, Solusi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Sekolah SDN 13 Siloro Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

“Pendidikan pembentuk suatu budaya. Pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk melawan kekerasan. Dengan pengetahuan, kita membangun kesadaran dan rasa kasih sayang yang akan menghancurkan akar-akar kekerasan, menciptakan budaya toleransi dan saling menghargai”

 

Prinsip ini menjadi dasar berpikir bagi kami seluruh warga sekolah dalam melaksanakan proses pendidikan di lingkungan sekolah. Prinsip ini tidak hanya mengarahkan guru dalam mengajar, tetapi juga membentuk karakter murid serta mendorong terciptanya lingkungan belajar yang kondusif karena ekosistem sekolah yang baik dan kondusif dapat mendorong peserta didik mengembangkan potensi terbaiknya. Prinsip ini juga telah melahirkan sebuah program anti kekerasan yang kami namakan Program SAKSI (Sekolah Anti Kekerasan Anak, Perundungan dan Intoleransi)

 

Indikasi adanya Kekerasan di Sekolah Jadi ‘Alarm’ Keras bagi Dunia Pendidikan.

Kita tentu merasa miris melihat bagaimana seringnya berita kekerasan di sekolah ada dalam headline berita. Bullying (perundungan), kekerasan seksual, kekerasan fisik, verbal dan psikologis, semakin marak terjadi di lingkungan sekolah. Tidak terkecuali pada lingkup sekolah dasar, dimana murid-muridnya masih berada di rentang usia kanak-anak sampai remaja awal. Kita juga tentu mengingat saat masih duduk di sekolah dasar, bagaimana saat itu kita bermain dan belajar dalam suasana yang menyenangkan dan merasa aman, selalu terjadi interaksi harmonis antara guru dan murid, ataupun antara murid dengan sesama murid. Namun, masa-masa dan suasana menyenangkan itu tidak dapat dirasakan beberapa murid yang menjadi korban kekerasan di lingkungan sekolah. 

Kekerasan di lingkungan sekolah kian menjadi perhatian serius bagi semua pihak. Sekolah dituntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan aman, maka digalakkan berbagai praktik baik di sekolah yang dapat mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan sekolah.  Praktik baik anti kekerasan ini tidak hanya sekadar slogan, melainkan upaya sistematis untuk menciptakan budaya sekolah yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan saling menghormati, dan menolak segala bentuk kekerasan. Salah satu praktik baik anti kekerasan di sekolah dasar adalah Program SAKSI yang digalakkan di SDN 13 Siloro, Desa Mangilu,  Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan.

 

Apa Itu Program SAKSI?

Program SAKSI adalah akronim dari Sekolah Anti Kekerasan Anak, Perundungan dan Intoleransi yaitu sebuah tindakan responsif yang dibuat oleh sekolah untuk pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan Pendidikan. Program SAKSI dilatarbelakangi oleh capaian Rapor Pendidikan tahun 2022. Capaian Rapor ini bersumber dari Survey Lingkungan Belajar (Sulingjar) pada ANBK (Asesmen Nasional Berbasis Komputer) yang dilaksanakan pada tanggal 25 dan 26 Oktober 2022 lalu. Capaian Rapor pendidikan menunjukkan indikator ketercapaian pada kategori “Tingkat Kekerasan Seksual Anak” berada pada nilai indikator 2,0 dengan level “waspada” atau warna indikator “Kuning”.

Dari hasil refleksi capaian rapor pendidikan tahun 2022 tersebut, pihak sekolah bertindak cepat dengan melakukan rapat diskusi untuk mencari penyebab utama adanya indikasi kekerasan di sekolah dan solusi yang dapat diupayakan pihak sekolah untuk menangani masalah kekerasan tersebut. Rapat diskusi yang dilakukan mempertemukan pihak sekolah yaitu kepala sekolah, guru, dan staf tenaga kependidikan, dengan pihak komite sekolah, serta perwakilan pihak Pemerintah Desa.

 

Diskusi tersebut menghasilkan kesimpulan awal bahwa penyebab utama adanya kekerasan pada anak adalah latar belakang sosial di wilayah tersebut yang merupakan kawasan industri pertambangan dengan kemajemukan suku dan budaya, kemajemukan ini secara tidak langsung mempengaruhi sikap sosial di wilayah tersebut. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, dan kurangnya sosialisasi anti kekerasan di lingkungan sekolah dan masyarakat serta belum adanya program sekolah yang secara khusus mengenai kekerasan pada anak, juga ikut mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan. Karena itu, pihak sekolah dan masyarakat memandang perlu untuk  mengupayakan suatu langkah antisipasi masalah kekerasan pada anak dengan suatu program anti kekerasan anak, khususnya di lingkungan sekolah. Dari diskusi tersebut dilakukan penjaringan ide dan  menghasilkan suatu program yaitu program SAKSI atau Program Sekolah Anti Kekerasan Anak, Perundungan dan Intoleransi yang ditetapkan oleh kepala sekolah dalam SK Nomor: 422/04/SD-13/I/2023 tentang Pembentukan Tim Program Sekolah Program Sekolah Anti Kekerasan Anak, Perundungan dan Intoleransi dalam Lingkup SD Negeri 13 Siloro.

 

Sasaran Pencetusan Program SAKSI

Dengan adanya Program SAKSI, warga sekolah merasa bahwa cita-cita bersama untuk mewujudkan lingkungan belajar kondusif dan jauh dari kekerasan, semakin dapat diwujudkan. Program ini menjadi wadah bersama untuk menumbuhkan budaya kebersamaan, karena secara umum, tujuan program SAKSI adalah menciptakan budaya sekolah yang ramah anak sehingga lingkungan sekolah menjadi tempat yang aman dan kondusif untuk tumbuh kembang anak. Bahkan, secara lebih luas, terdapat berbagai sasaran yang dicapai dalam pencetusan Program SAKSI, diantaranya adalah:

 1) Mengurangi dan Mencegah Kekerasan.

Program ini bertujuan untuk mengurangi insiden kekerasan fisik, kekerasan seksual, verbal, dan psikologis di lingkungan sekolah, serta mencegah terjadinya bullying, pelecehan, intoleransi, dan intimidasi.

 2) Membangun Lingkungan yang Aman.

Dengan mengurangi kekerasan, program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman, di mana murid merasa dilindungi dan dapat belajar tanpa rasa takut.

 3) Meningkatkan Kesadaran dan Pemahaman.

Program ini juga berupaya meningkatkan kesadaran di kalangan murid, guru, dan staf tentang berbagai bentuk kekerasan serta dampak negatifnya. Ini termasuk pendidikan tentang empati, toleransi, dan rasa hormat terhadap orang lain.

 4) Mengembangkan Keterampilan Sosial dan Emosional.

Program ini membantu murid mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan untuk berinteraksi secara positif dengan orang lain, menyelesaikan konflik dengan damai, dan mengelola emosi mereka secara efektif.

 5) Mendorong Partisipasi Aktif dari Komunitas Sekolah, pihak berwajib dan Masyarakat.

Program anti kekerasan SAKSI melibatkan partisipasi aktif dari seluruh komunitas sekolah, termasuk murid, guru, staf, dan orang tua, serta pihak dari unsur TNI dan POLRI untuk bersama-sama menciptakan budaya sekolah yang mencegah dan menangani kekerasan.

 6) Memberikan Dukungan kepada Korban Kekerasan,

Program ini juga bertujuan untuk memberikan dukungan kepada murid yang menjadi korban kekerasan, dan pemberian pemahaman dan restitusi pelaku kekerasan , termasuk layanan bimbingan dan konseling, coaching murid, serta pembinaan religious agar mereka dapat pulih dari pengalaman tersebut dan melanjutkan pendidikan mereka dengan baik.

 7) Meningkatkan Kinerja Akademik dan Kesejahteraan murid.

Dengan mengurangi kekerasan dan meningkatkan rasa aman, murid diharapkan dapat lebih fokus pada pembelajaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) bagi seluruh murid.

 

Mari kenali Program SAKSI lebih jauh!

Dalam program SAKSI, ada enam kegiatan kerja, dimana keenamnya memiliki fungsi dan tujuan masing-masing serta pelibatan berbagai pihak. Keenam kegiatan kerja Program in dijelaskan sebagai berikut:

 1) Sos-Saksi (Sosialisasi Anti Kekerasan, Perundungan dan Intoleransi)

Kegiatan kerja Sos-Saksi adalah berbagai kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Tim SAKSI. Sosialisasi ini diberikan untuk memperkenalkan program SAKSI, serta manfaatnya bagi murid dan masyarakat, sekaligus memberikan edukasi tentang segala bentuk kekerasan, perundungan dan intoleransi. Sasaran sosialisasi adalah guru dan murid, orang tua murid, masyarakat dan para Pendidik di luar sekolah.  Sosialisasi dilakukan pada saat pembelajaran di kelas, upacara bendera di hari senin, apel pagi, pertemuan komite, kegiatan jumat religi, pertemuan orang tua dan komite, maupun dalam pertemuan Kelompok Kerja Guru Wilayah II tingkat Kecamatan Bungoro.  Sosialisasi dilakukan oleh kepala sekolah, guru, ataupun dengan mengundang narasumber dari unsur kepolisian atau TNI. Selain itu sosialisasi juga dilakukan secara daring pada situs SAKSI. 

 

 2) MoU Saksi  (Kerjasama dengan berbagai pihak)

Dalam Program SAKSI, pihak sekolah membuat kesepakatan bersama dengan berbagai pihak untuk mencegah dan menangani kekerasan, kesepakatan ini ditandai dengan penandatanganan MoU. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mencegah, memonitor, mengevaluasi, membina dan menangani segala bentuk tindak kekerasan, perundungan dan intoleransi di lingkungan sekolah.  Pihak yang menandatangani MoU dengan sekolah antara lain pihak keamanan atau pihak berwajib dari unsur POLRI dan TNI yaitu Bhabinkamtibmas dan Babinsa, bekerjasama dengan pihak sekolah dalam memberikan sosialisasi, konsultasi maupun berbagi informasi terkait kekerasan, perundungan dan intoleransi kepada guru selaku pelaksana program SAKSI, dan sosialisasi kepada murid.  Selain itu dilibatkan pula  pihak pemerintah Desa Mangilu dalam mengaktifkan ketua RT yang bertugas sebagai sebagai kader pembina keluarga yang bebas dari kekerasan di lingkungan rumah.

 

 3) Duta Saksi (murid Inspiratif penyampai pesan anti kekerasan)

Duta SAKSI adalah murid yang dipilih atau yang berinisiatif untuk menjadi contoh dan pemimpin dalam upaya pencegahan kekerasan di sekolah. Mereka berperan aktif dalam menyebarkan pesan positif tentang pentingnya menghormati satu sama lain, menyelesaikan masalah secara damai, dan menciptakan lingkungan yang inklusif. Cara memilih Duta Saksi adalah memilih murid yang memiliki kepribadian yang baik, keinginan untuk bertindak, percaya diri, komunikatif, dan memiliki pengaruh positif terhadap teman-temannya. Peran Duta Saksi adalah:

a. Pembawa Pesan Positif kepada teman-temannya yaitu dengan menyebarkan pesan tentang pentingnya menghargai perbedaan, mengajarkan teman-temannya cara menyelesaikan konflik dengan damai dan menjadi contoh perilaku yang baik dan sopan.

b. Agen Perubahan yang mengidentifikasi potensi dan melaporkan masalah kekerasan di sekolah.

c. Pemberi Informasi dengan cara membantu teman-temannya memahami apa itu kekerasan dan dampaknya, serta memberikan informasi tentang sumber-sumber bantuan jika mereka mengalami atau melihat tindakan kekerasan.

 

 4) Saksi Mata ( Saksi Masuk Tempat Ajar)

Materi tentang kekerasan, perundungan dan intoleransi diintegrasikan ke dalam pendidikan karakter anti kekerasan dalam kurikulum sekolah, diantaranya:

Kurikulum Pendidikan Karakter: Menambahkan modul tentang empati, kerjasama, dan penyelesaian konflik dalam mata pelajaran yang sudah ada. Kegiatan kerja ini difokuskan pada nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan. 

Pendidikan Kekerasan Gender: Memberikan pemahaman tentang kekerasan berbasis gender, yang mencakup pelecehan, diskriminasi, dan stereotip gender.

Proyek Kelas: Ajak siswa untuk membuat proyek tentang dampak kekerasan di komunitas atau sekolah sebagai bagian dari pelajaran.  Materi proyek kelas disesuaikan dengan kompetensi dasar dan materi pokok pembelajaran di setiap jenjang kelas.

Aktivitas Pembelajaran yang dilakukan di ruang kelas berupa diskusi Kelompok dengan mengajak murid untuk berbagi pengalaman dan pendapat mereka tentang kekerasan, kegiatan role-playing atau mensimulasikan situasi perundungan atau konflik untuk melatih murid dalam merespons dengan tepat, membuat proyek kreatif seperti minta murid membuat poster, video, atau karya seni lainnya untuk menyampaikan pesan anti-kekerasan untuk jenjang kelas V dan VI dilakukan studi kasus dengan menganalisis kasus nyata yang relevan dengan topik, seperti berita atau film.

 

 5) LP Saksi(Layanan Pengaduan Tindak Kekerasan)

LP SAKSI atau layanan pengaduan yang disediakan oleh pihak sekolah jika ada indikasi masalah kekerasan, juga termasuk masalah perundungan dan intoleransi. Layanan ini dapat bersifat konsultasi atau pemberian informasi dan dapat diakses oleh orang tua murid melalui layanan telepon atau aplikasi Whatsapp yang dapat diakses 24 jam atau konsultasi langsung ke sekolah pada jam kerja.  Langkah-langkah pengaduan adalah dengan membuat prosedur yang jelas dan mudah dipahami tentang bagaimana cara melaporkan kejadian kekerasan, mulai dari pengumpulan informasi hingga tindak lanjut, Tim pengaduan akan menjamin kerahasiaan identitas pelapor dan menjaga privasi mereka dan memberikan respon yang cepat terhadap setiap laporan yang masuk.

 

 6) Saksi Religius

Saksi Religius, kegiatan ini dirangkaikan dengan kegiatan jumat religi yaitu kegiatan keagamaan di setiap hari jumat berupa dzikir, do’a dan sholawat  bersama, serta kegiatan ceramah jumat. Dalam SAKSI Religius ditanamkan pemahaman dengan pendekatan keagamaan untuk pencegahan dan penanganan kekerasan pada Anak.  Jika ada anak yang terindikasi melakukan kekerasan maka diberikan pendampingan secara keagamaan sebagai sanksi dari tindakannya sekaligus untuk membantunya untuk memahami cara memperbaiki kesalahannya.   

 

Kerjasama Membantu Memutus Mata Rantai Kekerasan di Sekolah

Pencegahan kekerasan merupakan tanggung jawab bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat secara keseluruhan. Kolaborasi yang kuat antara ketiga pihak ini menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan bebas dari kekerasan di sekolah. Program SAKSI melibatkan berbagai pihak untuk membantu pihak sekolah dalam mencegah dan menangani kekerasan, pelibatan tersebut antara lain sebagai berikut:

1) Kerjasama seluruh stakeholder di sekolah yaitu kepala sekolah, guru, dan staf tenaga kependidikan serta murid.

   Langkah awal yang dilakukan dalam program SAKSI adalah pembentukan TIM Satuan Kerja Saksi, Tim ini beranggotakan guru dan staf dengan pembagian tugasnya masing-masing.

  • Kepala Sekolah, Hadina Ilyas, S.Pd. bertindak sebagai koordinator  yang mengorganisir tim kerja di dalam sekolah dan berkoordinasi dan memfasilitasi komunikasi dengan Pihak Luar, memonitor dan mengevaluasi Program, dan Mengintegrasikan Program SAKSI ke dalam Kurikulum.

  • Nurhayana, S.Pd., sebagai guru sekaligus penanggung jawab program, berperan dalam pengembangan Program dengan menyusun rencana kerja yang komprehensif, termasuk tujuan, sasaran, dan strategi untuk mencegah dan menangani kekerasan di sekolah, Menyusun anggaran yang diperlukan untuk pelaksanaan program, termasuk alokasi sumber daya untuk pelatihan, materi edukasi, dan kegiatan lain, Menentukan timeline untuk setiap fase program, mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi, melakukan koordinasi dan pelaporan kepada kepala Sekolah.

  • Guru bertanggung jawab mensosialisasikan gerakan anti kekerasan dalam proses pembelajaran di kelas dan dalam komunikasi dengan orang tua atau wali murid, menjadi contoh pencegahan tindak kekerasan di sekolah.

  • Operator dan Pustakawan sekolah bertugas mencatat dan menerima laporan pengaduan dari orang tua ataupun murid, baik secara langsung maupun melalui line kontak yang disediakan.

  • Guru Pendidikan Agama bertanggung jawab dalam penanganan murid yang terindikasi melakukan kekerasan dan korban kekerasan. Memberikan sosialisasi anti kekerasan dengan pendekatan agama.

  • Duta Saksi bertugas memberikan informasi terkait anti kekerasan kepada teman-temannya, menjadi penyampai pesan dan panutan anti kekerasan bagi murid lainnya.

  • Seluruh warga sekolah berperan dalam upaya mencegah kekerasan di sekolah

2) Komite Sekolah (Orang Tua Murid)

Kerja sama antara orang tua dan sekolah menjadi komponen paling penting dalam penanganan kekerasan di sekolah. Dengan pelibatan peran aktif orang tua yang telah dilakukan, maka orang tua telah menjadi mitra yang efektif bagi sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan positif bagi anak-anak, sekaligus membantu mengurangi dan menangani kasus-kasus kekerasan di sekolah. Peran orang tua menjadi kunci dalam upaya ini, yaitu meliputi berbagai aspek yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan secara efektif. Beberapa peran kerjasama dengan utama orang tua dalam Program SAKSI antara lain :

 

  • Orang tua bekerjasama dengan guru dalam menjalin komunikasi yang baik dengan anak-anak mereka, sehingga anak merasa nyaman berbicara tentang masalah yang mereka hadapi di sekolah. Dengan mendengarkan secara aktif dan memberikan dukungan, orang tua dapat mengetahui jika anak mereka mengalami atau menyaksikan kekerasan di sekolah.

  • Orang tua telah berkomunikasi secara rutin dengan guru dan staf sekolah untuk berbagi informasi mengenai perkembangan anak dan melaporkan jika ada tanda-tanda kekerasan.

  • Orang tua aktif melaporkan kepada pihak sekolah saat mengetahui adanya tindak kekerasan. Orang tua telah mengetahui prosedur pelaporan yang ditetapkan oleh sekolah sehingga dapat memastikan bahwa masalah tersebut ditangani dengan serius.

  • Bekerjasama dengan sekolah untuk memberikan rasa aman, menenangkan, dan membantu anak mengatasi trauma atau ketakutan yang mereka alami akibat kekerasan.

  • Berpartisipasi dalam sosialisasi program SAKSI yang diselenggarakan oleh sekolah yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam mencegah dan menangani kekerasan.

3) Pihak Pemerintah Desa

Pihak Pemerintah Desa yaitu Kepala Desa Mangilu Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep serta Perwakilan RW dan RT yang ada di lingkungan sekolah. Pemerintah desa memiliki peran yang signifikan dalam mendukung dan memperkuat program SAKSI, Kerja sama antara sekolah, pemerintah desa, dan masyarakat bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi pendidikan anak-anak. Adapun kegiatan kerjasama dengan Pemerintah Desa adalah :

  • Kolaborasi dengan Sekolah: Pemerintah desa bekerja sama dengan sekolah dalam mengembangkan dan mensosialisasikan pencegahan bentuk kekerasan di Masyarakat.

  • Menggerakkan Kepala Rukun Warga (RW) dan kepala Rukun Tetangga (RT) untuk aktif memberikan penghimbauan terkait anti kekerasan di lingkungan masyarakat.

  • Pengawasan dan Pemantauan: Bersama dengan pihak sekolah, pemerintah desa membantu memantau pelaksanaan program anti-kekerasan untuk memastikan efektivitasnya di lingkungan rumah tempat murid tinggal.

  • Mendorong Partisipasi Masyarakat: Pemerintah Desa mendorong keterlibatan orang tua, memotivasi orang tua untuk lebih terlibat dalam pendidikan dan kehidupan sosial anak mereka, serta menjadi panutan dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari kekerasan.

4) Pihak berwajib

Pihak berwajib yang terlibat dalam program SAKSI adalah dari unsur  Kepolisian yaitu Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) Kecamatan Bungoro, dan dari unsur  TNI yaitu Bintara Pembina Desa (Babinsa) diwakili oleh Babinsa 1421 Desa Mangilu dengan unit kerja Koramil 03 Bungoro, yang merupakan satuan teritorial TNI yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di tingkat Desa Mangilu Kecamatan Bungoro. Kolaborasi ini bertujuan untuk  membantu mencegah dan mensosialisasikan gerakan   memastikan bahwa tindakan kekerasan dapat diatasi dengan cepat, efektif, dan sesuai dengan hukum.  Bentuk kerjasama yang dilakukan pihak sekolah dan pihak berwajib antara lain:

  • Penyusunan Protokol: Sekolah dan pihak berwajib bekerja sama untuk menyusun protokol penanganan kekerasan di sekolah, termasuk langkah-langkah yang harus diambil ketika terjadi insiden kekerasan. Protokol ini mencakup pelaporan, investigasi, dan penanganan kasus.

  • Penegakan Hukum: Sekolah berkonsultasi dengan pihak berwajib terkait bagaimana dan kapan melibatkan pihak berwajib dalam situasi yang memerlukan intervensi hukum, seperti kekerasan fisik yang parah atau ancaman serius terhadap keamanan murid.

  • Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan : Pihak berwajib memberikan sosialisasi kepada staf sekolah, guru, dan murid tentang cara mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan, teknik de-eskalasi, dan tindakan yang harus diambil dalam situasi darurat.

  • Program Edukasi untuk murid: Sekolah mengadakan program edukasi dengan menjadikan Kepolisian/ TNI sebagai narasumber untuk mengedukasi murid dalam meningkatkan kesadaran murid tentang dampak kekerasan, konsekuensi hukum dari tindakan kekerasan, dan cara-cara untuk tetap aman.

  • Kunjungan, pemantauan dan evaluasi Sekolah: Secara berkala, (3 Bulan sekali) Pihak berwajib membantu dengan melakukan kunjungan ke sekolah untuk meningkatkan keamanan, terutama di area yang rawan kekerasan atau pada saat-saat kritis seperti jam pulang sekolah, pemantauan berkala terhadap situasi keamanan di sekolah, termasuk meninjau efektivitas kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan, dan melakukan evaluasi bersama terhadap program-program anti-kekerasan yang telah dijalankan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi area perbaikan dan memastikan program berjalan efektif

  • Investigasi Insiden dan Pendampingan Hukum: Pihak sekolah dan Pihak berwajib bekerja sama dengan sekolah untuk melakukan investigasi yang adil dan menyeluruh, memastikan bahwa semua pihak yang terlibat diperlakukan sesuai dengan hukum. Pihak berwajib memberikan pendampingan hukum kepada korban kekerasan dan keluarganya, serta memberikan penjelasan mengenai hak-hak mereka dalam proses hukum, saat terjadi tindak kekerasan yang sudah masuk ke Ranah Hukum.

Manfaat Kolaborasi dapat dirasakan langsung oleh murid

Kerja sama dalam mencegah kekerasan di sekolah menjadi elemen kunci dalam menyukseskan Program SAKSI. Pelibatan berbagai pihak, termasuk guru, staff, murid, orang tua, pemerintah, pihak berwajib telah memberikan banyak manfaat yang dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang aman dan positif. Manfaat-manfaat kolaborasi diantaranya adalah:

1. Lingkungan Belajar yang Lebih Aman

Dengan adanya kolaborasi yang baik, sekolah mampu menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi murid. Keamanan ini memungkinkan mereka untuk lebih fokus pada pembelajaran tanpa rasa takut atau khawatir terhadap ancaman kekerasan fisik maupun verbal.

2. Peningkatan Kesejahteraan Psikologis

Kolaborasi dalam pencegahan kekerasan, misalnya melalui program konseling dan pendidikan karakter, membantu meningkatkan kesehatan mental dan emosional murid. Ketika murid merasa aman dan didukung, mereka cenderung memiliki kepercayaan diri yang lebih baik, serta mengurangi stres dan kecemasan yang dapat berdampak pada prestasi akademik.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial dan Empati

Dalam pencegahan kekerasan, kolaborasi mendorong murid untuk belajar tentang pentingnya komunikasi yang baik, toleransi, dan empati terhadap orang lain. Ini membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang esensial untuk kehidupan di luar sekolah. Murid yang terlibat dalam diskusi dan kegiatan kolaboratif akan lebih memahami dampak negatif kekerasan dan cara menghindarinya.

4. Peningkatan Kesadaran dan Tanggung Jawab Sosial

Melalui kegiatan pencegahan kekerasan, murid diajak untuk lebih sadar akan pentingnya menjaga kedamaian dan keharmonisan di lingkungannya. Mereka juga belajar untuk tidak menjadi pelaku atau pendukung kekerasan, serta bertanggung jawab dalam melaporkan insiden yang terjadi di sekolah.

5. Dukungan Emosional yang Kuat

Kolaborasi yang baik antara guru, murid, dan orang tua membantu menciptakan sistem dukungan yang kuat. Murid merasa didengar dan diperhatikan, sehingga mereka lebih mudah untuk menyampaikan permasalahan yang mereka alami, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

6. Pengurangan Kasus Bullying

Ketika semua pihak bekerja sama untuk mencegah kekerasan, termasuk bullying, jumlah kasus kekerasan dapat berkurang secara signifikan. Program anti-bullying yang melibatkan kolaborasi ini membuat murid lebih sadar tentang dampak negatif bullying dan mendorong mereka untuk aktif berpartisipasi dalam menciptakan lingkungan bebas kekerasan.

7. Menciptakan Budaya Sekolah yang Positif

Dengan adanya kolaborasi dalam pencegahan kekerasan, murid akan berpartisipasi dalam menciptakan budaya sekolah yang lebih positif dan inklusif. Hal ini membantu mereka merasakan kebersamaan dan solidaritas, sehingga kekerasan dapat diminimalisir.

Manfaat-manfaat ini tidak hanya dirasakan langsung oleh murid, tetapi juga menciptakan perubahan jangka panjang dalam perilaku dan budaya di lingkungan sekolah.

 

Evaluasi dan Tindak Lanjut Dilakukan untuk Perbaikan Kualitas Program

Evaluasi dan Penilaian dilakukan secara berkala yaitu di setiap akhir semester. Evaluasi dilakukan oleh Kepala Sekolah dan penanggung jawab program dengan pengamatan langsung, wawancara/testimoni murid, pemeriksaan ketuntasan laporan, dan peninjauan Rapor pendidikan. Hasil evaluasi didiskusikan kepada Tim Kerja SAKSI maupun dilaporkan dengan pihak Babinsa dan Babinkamtibmas serta Pengawas Sekolah sebagai penasihat Program.

Tindak lanjut dari hasil penilaian kemudian dibahas dalam pertemuan Tim Kerja untuk meninjau efektivitas kegiatan-kegiatan kerja, dan perbaikan apa yang harus dilakukan.

 

  • Hasil atau dampak positif dari praktek ini terhadap murid, guru, atau komunitas sekolah.

Hasil Rapor Pendidikan di tahun 2023 menunjukkan terjadi peningkatan positif dalam pencegahan kekerasan di sekolah, hal ini ditunjukkan bahwa indikator  “Iklim keamanan sekolah” berada pada kategori “baik”,  indikator “pengetahuan kekerasan seksual murid” berada pada kategori “baik”.

Hasil wawancara yang dilakukan kepada murid dan orang tua murid, yang menunjukkan bahwa murid merasa lebih aman dan nyaman saat berada di lingkungan sekolah SDN 13 Siloro. Hasil wawancara tersebut diambil sebagai testimoni hasil dari Program.

Testimoni M. Restu Aditya (murid)

“Saya senang dengan SAKSI karena saya merasa dilindungi, saya bebas bermain, dan belajar, saya  bebas berteman dengan siapa saja tanpa saling menyakiti” (20 Agustus 2024)

 

Testimoni  (Orang Tua murid)

“Dengan adanya program saksi saya merasa tenang saat anak saya berada di lingkungan sekolah, saya juga bisa berkonsultasi atau mengadu jika mengetahui adanya kekerasan di sekolah. Sebagai orang tua, saya berharap semoga program sekolah ini dapat terus berjalan dan membuat anak-anak dapat belajar dan berkembang tanpa adanya kekerasan di sekolah”   (20 Agustus 2024)

 

Testimoni  H. Saparuddin (Pengawas SD Kec.  Bungoro)

“Dalam program SAKSI, pengawas memberikan pembinaa, arahan dan masukan kepada pihak sekolah terkait masalah Hasil Raport Mutu dalam Kategori “Waspada” pada Kekerasan seksual Anak. Saya melihat bahwa pihak sekolah telah melakukan tindakan nyata dengan berinisiatif membuat Program SAKSI ini, selaku pengawas saya melakukan monitoring dan evaluasi dalam proses dan hasil program ini. Dan Saya bersyukur bahwa program ini masih dan sedang berjalan dengan baik. ”   (17 September 2024)

 

Berdasarkan catatan laporan pengaduan, tercatat bahwa dari tahun 2023 sampai tahun 2024 terdapat 97% pengaduan dapat terselesaikan dan dituntaskan di lingkungan sekolah, selain itu terjadi grafik penurunan jumlah pengaduan setiap semester mulai dari  Semester pertama 2023, kemudian turun menjadi 55% di semester kedua tahun 2023, sampai 35% aduan pada semester pertama 2024.

 

Hasil yang dapat terlihat dan dapat dirasakan oleh warga sekolah adalah suasana pembelajaran yang kondusif dan jauh dari adanya tindak kekerasan saat proses belajar, tidak ada lagi hukuman fisik dalam penindakan kesalahan atau pelanggaran aturan sekolah, hubungan yang harmonis yang tampak dalam pergaulan sehari-hari antar murid. Saat jam istirahat, murid dapat bermain dan bersenda gurau di koridor kelas, bermain dan berlarian di halaman dan lapangan. Raut wajah yang ditunjukkan murid mencerminkan keceriaan dan kebahagiaan.    

 

Lingkungan sosial di wilayah tersebut sudah menganggap bahwa kekerasan adalah sesuatu yang biasa ?

Meskipun kita semua sepakat bahwa program anti kekerasan sangat penting dalam menciptakan lingkungan sekolah yang aman, terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan program ini secara efektif. Terdapat berbagai tantangan yang dihadapi pihak sekolah dalam menyukseskan Program SAKSI. Diantara berbagai tantangan, tantangan umum dan solusi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

 

Tantangan 1: Kurangnya Kesadaran.  Kurangnya kesadaran dan pemahaman tentang batasan bentuk-bentuk kekerasan serta dampak serius dari kekerasan. Tidak semua pihak di sekolah memahami dengan baik apa yang termasuk dalam kekerasan, termasuk kekerasan verbal dan emosional. Banyak murid, guru, dan bahkan orang tua yang masih menganggap kekerasan hanyalah tindakan fisik. Kekurangan pemahaman ini menghambat efektivitas program, karena tidak semua bentuk kekerasan dapat diidentifikasi dan ditangani dengan tepat. Murid dan orang tua bahkan guru seringkali menganggap suatu aksi kekerasan sebagai bentuk bercandaan atau hukuman yang wajar dari sebuah pelanggaran atau kesalahan yang dibuat oleh anak. Mereka tidak sepenuhnya mengenali bentuk-bentuk kekerasan yang tidak fisik, seperti perundungan verbal atau kekerasan psikologis.

 

Solusi yang ditempuh Tim Saksi dalam menghadapi tantangan ini adalah melakukan program SOS-SAKSI yaitu sosialisasi yang dilakukan secara intensif dengan membahas tentang tentang berbagai bentuk kekerasan, dampaknya, dan pentingnya mencegahnya. Pembinaan guru dan Staf dengan bekerjasama dengan pihak berwajib sebagai untuk mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan dan cara menanganinya

 

Tantangan 2 : Lingkungan Sosial. Sekolah SDN 13 Siloro terletak di wilayah geografis pegunungan Karst Maros – Pangkep. Wilayah ini adalah wilayah industri semen dan marmer, pertambangan batu gunung, pasir dan silika. Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai karyawan pabrik, buruh tambang, supir truk atau pemecah batu gunung. Lingkungan sosial di wilayah tersebut sudah menganggap bahwa kekerasan adalah sesuatu yang biasa dan mudah ditolerir dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, di lingkungan sosial, maupun di media. Ini membuat murid dan guru menganggap kekerasan pada tingkatan tertentu sebagai hal yang ‘normal’.

Solusi: Solusi yang dilakukan adalah mengintegrasikan pendidikan karakter anti kekerasan ke dalam kurikulum sekolah, dengan fokus pada nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan. Solusi lainnya adalah mengkampanyekan Budaya Positif dengan  menyoroti dan mempromosikan budaya positif di sekolah, dengan menekankan bahwa kekerasan bukanlah solusi yang dapat diterima.

 

Rekomendasi Program SAKSI sebagai Program Anti Kekerasan di Sekolah

Program SAKSI (Sekolah Anti Kekerasan Anak, Perundungan dan Intoleransi) adalah program anti kekerasan yang dilaksanakan di SDN 13 Siloro. Program ini terbagi atas 6 kegiatan utama yaitu Sos-SAKSI (Sosialisasi), MoU-SAKSI (Kerjasama dengan Pihak Luar Sekolah), Duta-SAKSI (murid Inspiratif), Saksi-Mata (Integrasi  pendidikan karakter anti kekerasan dalam kurikulum sekolah), LP SAKSI (layanan Pengaduan) dan SAKSI Religi (Pendekatan keagamaan). Manfaat utama program ini adalah untuk  menciptakan budaya sekolah yang ramah anak sehingga lingkungan sekolah menjadi tempat yang aman dan kondusif untuk tumbuh kembang anak. 

 

Dengan adanya Program ini murid merasa aman dan terlindungi, dan orang tua merasa percaya pada institusi sekolah selama putra-putrinya ada di sekolah. Program SAKSI sebagai program anti-kekerasan merupakan investasi jangka panjang yang memberikan manfaat bagi murid, sekolah, dan masyarakat secara keseluruhan. Praktik baik Program SAKSI ini telah terbukti efektif dalam mengatasi masalah kekerasan di SD Negeri 13 Siloro.

 

Program SAKSI sejalan dengan tujuan membentuk peserta didik yang berakhlak mulia, berkepribadian mandiri, dan bertanggung jawab, dapat menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari kekerasan mendukung proses pembelajaran yang optimal, serta sebagai persiapan untuk masa depan murid dimana murid dilatih untuk hidup berdampingan secara damai dan menyelesaikan konflik secara konstruktif, yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sosial.

 

Langkah awal yang dapat diambil dalam membuat Praktik Baik Program SAKSI  adalah merumuskan permasalahan yang dihadapi, tujuan program, upaya dan sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan praktik baik. Akan lebih baik untuk mempelajari kesesuaian program ini dengan kebutuhan sekolah. Praktik baik perlu untuk melibatkan seluruh anggota komunitas sekolah, termasuk murid, guru, staf, orang tua, dan masyarakat sekitar untuk ketercapaian yang lebih baik. Pendekatan yang Inklusif: Perhatikan keberagaman murid dan pastikan program dapat diakses oleh semua murid.

Rekomendasi program SAKSI dapat diadaptasi dan diterapkan oleh sekolah-sekolah lain, hal ini tergantung pada kebutuhan dan sumber daya yang ada. Kunci keberhasilan terletak pada keterlibatan semua pihak, mulai dari siswa, guru, staf, hingga orang tua, serta penerapan yang konsisten dan berkelanjutan.

 

 

Sudahkah Anda menerapkan Program Anti kekerasan di Sekolah Anda?  

Pertanyaan ini bisa menjadi kesempatan yang bagus untuk mengajak sekolah-sekolah lain berpikir tentang apakah mereka sudah menerapkan program anti kekerasan secara efektif atau belum. Jika pertanyaan ini diajukan kepada guru, kepala sekolah, atau pengelola pendidikan, mereka bisa mulai dengan refleksi terhadap program yang ada di sekolah mereka saat ini. Karena masalah kekerasan di sekolah merupakan isu global yang hampir semua sekolah hadapi. Solusi yang efektif di satu sekolah kemungkinan besar juga relevan dan dapat diterapkan di sekolah lain. Program SAKSI merupakan upaya sistematis yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi, dan mengatasi berbagai bentuk kekerasan, baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Program ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan kondusif bagi semua orang.

 

Jika sekolah sudah menerapkan program anti kekerasan, sekolah dapat memeriksa efektivitasnya dan terus melakukan penyesuaian. Jika belum, ini bisa menjadi langkah awal untuk merencanakan dan mengimplementasikan program-program yang direkomendasikan.

 

 

Penulis: Nurhayana, S.Pd.

Guru dan Penanggung Jawab Program SAKSI di SDN 13 Siloro