Suatu ketika terjadi diskusi yang lumayan panjang dan seru antara saya sebagai fasilitator guru dengan murid dari para agen perubahan. Diskusi mengenai komunikasi sehari-hari dalam bergaul yang menjadi “trend perundungan di kalangan murid di sekolah.” Diskusi berlangsung di sekolah saat kami melaksanakan Program Roots Indonesia. Saat itu kami sedang bermain atau melaksanakan kegiatan “mitos atau fakta.” Pada bagian pernyataan “Bullying merupakan hal normal, itu ok dan biasa saja dalam pergaulan murid,” yang harusnya jawabannya mitos, malah murid banyak menjawab fakta. Fakta yang terjadi di sekolah kami adalah murid berujar jika tidak menggunakan bahasa yang dikatakan perundungan, maka itu tidak keren. Komunikasi dengan bahasa perundungan seperti mengolok, body shaming, memanggil dengan sebutan nama orangtua, bahkan berkata kasar sekalipun itu hal yang biasa dan wajar. Komunikasi tersebut menjadi permakluman yang membuat para murid mau tidak mau menggunakan cara tersebut yang dijadikan sebuah “trend” dalam bergaul. Kenapa bisa dikatakan trend? Karena menjadi sesuatu yang saat ini sedang dibicarakan, diperhatikan, dikenakan, atau dimanfaatkan oleh banyak orang. Murid yang awalnya tidak terbiasa menggunakan bahasa perundungan menjadi ikut-ikutan dan mengikuti trend tersebut dengan alibi supaya diterima dalam “circle pertemanan.” Mereka terpaksa menyamankan diri yang pada akhirnya menjadi kebiasaan. Jika tidak seperti itu maka mereka dengan sendirinya akan dijauhi atau bisa disebut perundungan relasional.
Hal ini sudah berlangsung lama terlebih itu sudah menjadi kebiasaan yang berasal dari rumah. Entah karena orangtua yang didengar di rumah menyebutkan kata-kata yang mengandung perundungan dan bisa juga karena lingkungan tempat tinggal murid mendukung untuk melakukan hal tersebut. Saya pernah bertanya secara singkat mengenai kenapa murid sepertinya terbiasa mengucapkan kata ejekan dan bahkan kata kasar ketika berkomunikasi dengan teman-temannya. Ternyata benar dugaan tersebut sehingga murid menjadi mengikuti saja yang sepertinya juga bukan menjadi komunikasi tidak wajar.
Trend perundungan di sekolah terjadi begitu saja dengan kebiasaan menggunakan bahasa perundungan (perundungan verbal). Entah menyadari atau tidak, namun ternyata trend itu mereka butuhkan untuk bersosialisasi sehari-hari sampai pada semua aspek kegiatan di sekolah. Misalkan, pada saat di kelas murid sering membuat keributan ketika belajar di kelas. Entah karena mengolok kelakuan teman-teman mereka yang salah menjawab soal, bertanya dan lain sebagainya. Di luar kelas pun juga begitu. Para murid tidak bisa untuk tidak mengomentari teman mereka yang terlihat lucu atau salah dimata mereka kemudian mereka soraki rame atas hal tersebut. Hal yang terjadi justru para murid yang melakukan itu tidak mempunyai rasa simpati dan empati terhadap teman yang memiliki kuasa yang lebih lemah dibandingkan mereka. Rasa simpati dan empati merupakan hal yang penting karena dapat membuat kita menjadi seorang yang penuh kasih sayang yang dapat menawarkan kenyamanan dan dukungan yang relevan pada mereka yang membutuhkan. Seseorang yang memiliki sikap simpati akan memiliki sudut pandang yang berbeda terhadap permasalahan orang lain sehingga membuat dirinya lebih memahami perasaan orang lain. Selain itu, juga dapat menjadikan seseorang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya baik dengan sesama maupun dengan berbagai peristiwa.
Fenomena tersebut tentunya menjadi hal yang meresahkan kami di sekolah ketika perundungan dijadikan hal yang wajar. Mengingat kasus perundungan ini makin marak terjadi di lingkungan kita dan bisa terjadi di mana saja, termasuk di SMAN 2 Selong. Pada tahun 2023, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat 23 kasus bullying di sekolah, dengan 50% terjadi di SMP, 23% di SD, 13,5% di SMA, dan 13,5% di SMK. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga melaporkan 837 kasus bullying di sekolah antara Januari dan Agustus 2023, termasuk 87 kasus yang melibatkan korban bullying. Menurut Coloroso (2007), perundungan adalah tindakan intimidasi yang dilakukan secara berulang-ulang oleh pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lemah, dilakukan dengan sengaja, dan bertujuan untuk melukai korbannya secara fisik dan emosional. Dengan adanya kebiasaan masalah trend perundungan yang terjadi, yang berkaitan dengan perundungan verbal yang mereka sadari lakukan namun para murid tetap membiasakan hal tersebut. Kondisi ini membuat saya tidak nyaman. Saya merasa perlu ada praktik baik yang dilakukan untuk mengubah mindset berpikir murid agar tidak keliru atau bias.
Mindset atau pola pikir adalah seperangkat keyakinan dan sikap yang dimiliki seseorang. Mindset mempengaruhi persepsi dan cara kita hidup di dunia serta cara kita berpikir, merasakan dan bertingkah laku dalam situasi tertentu. Ketika mindset perundungan dianggap hal yang normal dalam pergaulan, maka akan berdampak pada perilaku murid yang negatif, seperti tidak menghargai orang lain dan tidak memiliki rasa simpati dan empati. Hal ini saya amati dan rasakan langsung saat murid berada di lingkungan sekolah. Murid tidak mau berteman dengan yang tidak mengikuti trend perundungan sehingga menjadi pilih teman (perundungan relasional). Murid cepat tersinggung, sering membuat keributan, dan berujung kekerasan.
Deskripsi Praktik Baik
SMAN 2 Selong merupakan salah satu Sekolah Menengah Atas negeri yang terletak di Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Lombok Timur. Sama dengan SMA pada umumnya di Indonesia masa pendidikan sekolah di SMAN 2 Selong ditempuh dalam waktu tiga tahun pelajaran, mulai dari Kelas X sampai Kelas XII. Selain sekolah reguler, SMAN 2 Selong juga memiliki layanan sekolah terbuka yang diperuntukkan bagi murid yang sempat putus sekolah, murid yang bekerja namun masih tetap ingin sekolah dan sekolah pesantren khusus tahfiz. Batasan usia maksimal yang diterima sekolah terbuka adalah 21 tahun. Layanan sekolah terbuka ini memiliki status yang sama dengan layanan reguler, baik dari segi pelayanan, rapor, ijazah, dan ujian semester maupun ujian sekolah akhir pada saat kelas XII nantinya yang memiliki jadwal yang sama dengan sekolah reguler. Perbedaannya pada kehadiran di sekolah. Pada layanan sekolah terbuka, semua kegiatannya menggunakan layanan online. Bisa dikatakan tatap muka hanya pada saat ujian sama seperti layanan terbuka pada umumnya.
Selain itu, SMAN 2 Selong merupakan salah satu sekolah penggerak pertama di tahun 2021. Pada tahun yang sama juga SMAN 2 Selong ditunjuk untuk mengikuti kegiatan dari PUSPEKA (Pusat Penguatan Karakter) dengan Program Roots. Program Roots adalah program pencegahan perundungan yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia bersama Pemerintah Indonesia, akademisi, praktisi pendidikan dan perlindungan anak. Program ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang aman dan nyaman di sekolah dengan mengaktivasi peran murid sebagai agen perubahan. Program Roots memfokuskan pada peran pelajar untuk menyebarkan pesan dan perilaku baik di antara teman sebaya. Salah satu contoh penerapan program Roots adalah memilih beberapa murid yang banyak berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah. murid yang bersangkutan kemudian menyebarkan pengaruh positif ke teman sebayanya untuk mencegah adanya perundungan di sekolah.
Program ini diimplementasikan di lingkungan sekolah dengan memilih murid agen perubahan yang akan mengikuti Bimtek dari modul 1-15. Pemilihan murid agen perubahan menggunakan google form dari murid yang paling populer, biasa saja, dan tidak populer sama sekali sebanyak 30 murid dari kelas X, XI, dan XII.
SMAN 2 Selong sudah melaksanakan Program Roots ini selama empat tahun mulai tahun 2021 sampai tahun 2024. Pada tahun kedua atau tahun 2022, pelaksanaannya tidak lagi pada 30 agen perubahan. Namun program ini ditindak lanjuti pada kegiatan P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) tiap hari sabtu setelah kegiatan sabtu budaya. Kegiatan ini dilaksanakan untuk semua murid kelas X dengan pemilihan agen perubahannya ditetapkan semua kelas X. Sedangkan kegiatan Roots Day-nya dilakukan oleh semua murid di tiap kelas dan pada sabtu budaya dengan perwakilan murid dari masing-masing kelas. Pada pelaksanaannya, fasilitator guru dibantu oleh masing-masing wali kelas dan 1 orang guru pendamping mengadakan Bimtek terlebih dahulu selama tiga hari. Untuk praktik baik kepada murid kelas X disediakan alokasi waktu selama empat jam pelajaran atau sama dengan 180 menit dengan menyelesaikan dua modul tiap hari sabtu. Terakhir tentunya sekolah melaksanakan Roots Day pada kegiatan sabtu budaya dengan memamerkan dan mengampanyekan kegiatan tersebut. Dan sampai tahun 2024 ini juga pelaksanaan Program Roots sedang berlangsung di sekolah.
Kegiatan roots day diisi dengan penampilan jingle agen anti perundungan, pembacaan puisi, pembacaan ceritaku harapanku, drama perundungan dan pembacaan deklarasi anti perundungan dan tindak kekerasan di sekolah, serta peserta kegiatan Roots Day, guru dan murid membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan ini. Proses latihan mereka dari awal hingga akhir untuk kegiatan ini sungguh luar biasa. Mereka bersemangat untuk menyampaikan pesan “stop perundungan!” kepada teman sebayanya. Diharapkan Agen Perubahan atau murid kelas X dapat menjadi garda terdepan dalam mengkampanyekan anti perundungan dan anti kekerasan di sekolah.
Harapan kedepannya adalah Agen Perubahan terpilih ini juga dapat mensosialisasikan hingga melaksanakan gerakan anti perundungan dan tindak kekerasan di sekolah kepada warga sekolah, sehingga tercipta sekolah yang aman, nyaman, dan bebas dari perundungan. Agen Perubahan terpilih dapat menjadi teladan dan membawa pengaruh positif untuk teman sebayanya. Menyuarakan dengan lantang untuk tidak ada lagi melakukan perundungan di sekolah ini. Dan diharapkan tidak ada lagi pembiasaan atau trend perundungan itu sendiri dalam bersosialisasi.
Program ini akan terus diimplementasikan di sekolah agar semua komponen sekolah ikut terlibat dalam pencegahan perundungan lebih dini dengan mengetahui tanda-tanda korban dan pelaku perundungan. Komponen sekolah mulai dari guru BK, Tim TPPK, Kepala Sekolah, semua guru-guru, dan tenaga pendidik. SMAN 2 Selong memiliki perangkat penanganan kasus perundungan untuk mencegah, menangani dan tindak lanjutnya. Perangkat tersebut terdiri dari:
1. Kesepakatan Sekolah. Merupakan istilah kurikulum merdeka yang diturunkan dari aturan tata tertib sekolah yang disesuaikan dengan tidak adanya aturan atau konsekuensi berupa hukuman. Kesepakatan sekolah ini disusun, disepakati dan disetujui oleh Kepala sekolah, Wakil kepala sekolah, OSIS, perwakilan dari murid per kelas, tenaga pendidik, dan perwakilan dari orangtua.
2. Melaksanakan Komunitas Belajar (KOMBEL). Dalam komunitas ini kami belajar tentang pendekatan disiplin positif dalam menangani murid di sekolah. Disiplin positif adalah cara menerapkan pendisiplinan yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran serta memberdayakan anak untuk mandiri. Disiplin positif dilakukan supaya anak melakukan sesuatu bukan karena ditakut-takuti dengan hukuman, ancaman, atau karena dijanjikan sogokan atau hadiah. Disiplin positif merupakan pendekatan yang tetap memperhatikan hak-hak anak untuk berkembang dengan sehat, mendapatkan perlindungan dan merasa nyaman untuk terlibat dalam proses pendisiplinan.
3. Program Roots Indonesia yang dilaksanakan secara kontinu pada P5 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Kolaborasi dalam Pelaksanaan
Selama ini, SMAN 2 Selong berkolaborasi dengan:
1. Orangtua. Orangtua tentunya tidak bisa terlepas dari proses pendidikan pada anaknya dan tidak bisa menyerahkan sepenuhnya kepada pihak sekolah. Harus ada kolaborasi proses dan tindakan dari sekolah, murid dan orangtua dalam semua hal termasuk untuk mencegah dan menangani perundungan.
2. Beberapa sekolah. Sekolah-sekolah ini perannya bisa dalam kolaborasi dan pengimbasan. Selain pengimbasan Program Roots, SMAN 2 Selong melakukan kolaborasi juga dengan sekolah lain dalam informasi, pencegahan dan penyelesaian masalah perundungan.
3. Psikolog. Salah satu yang dilakukan SMAN 2 Selong sebelum menangani masalah murid adalah melakukan asesmen. Asesmen ini dilakukan oleh psikolog terkait dengan pengembangan diri, belajar, dan karier pada murid. Semua murid kelas X yang baru masuk harus mengikuti tes psikologi. Manfaat yang didapatkan salah satunya sekolah terbantukan dalam mengidentifikasi murid yang pernah menjadi korban maupun pelaku perundungan.
4. Pihak Kepolisian. Pihak Kepolisian tentunya mempunyai peran penting juga dalam hal menyampaikan informasi tambahan dari sudut pandang hukum dan beberapa kali juga menjadi mediasi masalah perundungan dan kekerasan yang pernah terjadi di sekolah.
5. LPA (Lembaga Perlindungan Anak). Kolaborasinya juga dalam bentuk sosialisasi atau penyampaian informasi mengenai pengalaman dan kejadian yang pernah terjadi di lingkungan sekitar agar tidak dituru. Biasanya dilakukan pada saat MPLS murid baru kelas X.
6. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat yang didirikan pada tanggal 23 Desember 1957. PKBI mempercayai bahwa Keluarga yang bertanggungjawab akan menjawab permasalahan kesehatan, permasalahan sosial dan meningkatkan kesejahteraan di Indonesia. Keluarga yang bertanggungjawab adalah keluarga yang memperhatikan dimensi masa depan, kesehatan, kesejahteraan, pendidikan bagi seluruh anggota keluarga. PKBI melakukan berbagai program, advokasi, pemberian informasi, edukasi dan layanan yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi di Indonesia. Berbagai aktivitas yang dilakukan diantaranya yaitu pemberian informasi dan edukasi bagi anak, remaja, dan keluarga; ikut serta dalam advokasi dan kampanye penghapusan kekerasan seksual; penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia; layanan Keluarga Berencana dan aktif melakukan advokasi untuk pemenuhan hak kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Saat ini PKBI memiliki 26 kantor PKBI daerah di tingkat provinsi, lebih dari 100 PKBI cabang di tingkat kabupaten/kotamadya dan 14 klinik di seluruh Indonesia. Tujuan didirikannya PKBI yaitu untuk ikut mewujudkan terciptanya keluarga bertanggung jawab guna mencapai tujuan umum keluarga sejahtera dalam upaya memperbaiki mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia dengan senantiasa memperhatikan aspek ketahanan fisik, sosial budaya, mental dan spiritual dan Hak Asasi Manusia. Saat ini PKBI Cabang Lombok Timur bekerja sama dengan Indika Foundation pada program Indika Foundation Impact Grant 2024. Program Aksi Cegah Perundungan yang diangkat dalam program tersebut. Tujuan yang diusung sama dengan Program Roots Indonesia yaitu program pencegahan perundungan di sekolah yang bertujuan untuk menciptakan iklim yang aman dan nyaman di sekolah. Jika Program Roots kita kenal dengan agen perubahannya, maka di PKBI dan Indika Foundation ini menggunakan istilah “teman sebaya” sebagai garda terdepan. Pelatihannya sedang berlangsung bersama dengan sekolah-sekolah lain.
Hasil atau Dampak
Pelaksanaan Program Roots di SMAN 2 Selong memiliki dampak yang sangat positif bagi semua komponen sekolah, baik bagi guru maupun murid. Secara umum, sejak adanya program ini semua komponen sekolah menjadi familiar dengan istilah perundungan. Sangat sering menjadi pembicaraan baik saat serius dan bercanda di kondisi apa pun di sekolah. Saya sebagai fasilitator guru sangat senang dengan respon dan antusias apapun bentuknya di sekolah walaupun pada saat terjadi perundungan dan ditangani oleh guru BK, mereka sebenarnya paham apa yang mereka lakukan salah dan itu perundungan.
Bagi murid:
Setelah Program Roots ini banyak bermunculan kasus perundungan karena murid sudah berani melaporkan ke pihak sekolah seperti guru BK. Kasusnya begitu banyak bermunculan bagai gunung es. Tentunya ini menjadi pekerjaan besar sekolah. Namun disisi lain, kegiatan ini dapat mengubah mindset berpikir murid sehingga bisa mengubah murid itu sendiri. Murid menjadi lebih percaya diri dalam memberikan hal-hal positif dalam bergaul. Misalnya murid menjadi lebih bisa mengurangi perilaku perundungan dalam bersosialisasi. Murid lebih memikirkan kembali kata-kata yang akan diucapkan dan menjadi lebih menghargai orang lain.
Bagi Guru:
Guru-guru yang ada di sekolah senang diberikan Bimtek Program Roots karena dapat menambah pengetahuan, berbagi pengalaman mengajar yang dialami guru terkait perundungan dan bagaimana guru bereaksi serta menyelesaikan masalah tersebut. Guru-guru juga menjadi lebih berhati-hati ketika marah, mulai menggunakan bahasa yang baik, dan menerapkan disiplin positif. Disiplin positif adalah pendekatan untuk menumbuhkan disiplin pada anak tanpa menggunakan hukuman atau hadiah. Disiplin positif bertujuan untuk mengajarkan anak berperilaku baik dan bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukannya.
Secara keseluruhan proses penyelesaian masalah perundungan dan kekerasan yang pernah terjadi di SMAN 2 Selong sempat mendapat apresiasi dari pihak kepolisian karena dapat meredam masalah yang ada dengan melibatkan langsung orangtua dan bergerak dengan cepat untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Tantangan dan Solusi
Saat pertama melaksanakan Program Roots pada tahun 2021, tentunya tantangannya ketika ingin bertemu atau bertatap muka dengan murid karena pada saat itu murid masuk secara bertahap atau 2 sesi, masuk pagi dan siang. Kondisi saat itu masih corona (virus yang menyebabkan terjadinya infeksi saluran pernapasan) dimana semua aktivitas kita di luar rumah dibatasi karena persebaran virus tersebut. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan menyebarkan google form kepada murid. Menyebarkan google form kepada murid pun juga sempat menyita waktu karena banyak murid yang tidak begitu mengenal teman mereka satu sama lain. Mereka hanya mengenal teman pada saat SMP yang sempat satu kelas.
Terpilihnya para calon agen perubahan melalui google form pun juga menemukan kendala. Calon agen perubahan banyak juga yang mengundurkan diri dan fasilitator harus mencari pengganti secepat mungkin karena waktu yang khawatirnya terbentur dengan ujian semester kala itu. Solusi yang fasilitator lakukan dengan mencari nama murid dari urutan nama terdekat di bawah maupun di atasnya dari hasil polling menggunakan google form tadi. Setelah mendapatkan nama murid pengganti, fasilitator menanyakan kembali kesanggupan murid untuk mengikuti semua kegiatan Program Roots beserta komitmennya sebelum diberikan surat kepada murid maupun surat izin kepada orangtuanya. Adapun penyebab murid mengundurkan diri karena mereka khawatir tidak bisa menjalankan tanggung jawab yang besar. Selain itu juga mereka tidak mau nantinya menjadi bahan ejekan teman-teman mereka. Mereka khawatir dirundung dengan kata-kata “tukang lapor” atau “cepu sekolah.”
Setelah menjalani program ini, semakin banyak kasus yang dilaporkan karena semakin banyak murid yang melaporkan kejadian perundungan yang terkadang berimbas kepada kasus kekerasan. Pelaporannya ada yang langsung oleh murid yang menjadi korban perundungan, agen perubahan, teman sebaya, guru-guru, bahkan orang tua juga. Hal ini menandakan setidaknya respon dari semua pihak baik dan positif. Semua mengapresiasi hal baik ini. Solusi yang ditawarkan yaitu sekolah tetap menyuarakan perundungan dengan mengingatkan guru untuk mengedukasi di tiap kesempatan mengajar di kelas dengan menerapkan disiplin positif. Peran agen tentunya sangat dibutuhkan. Tiap murid yang berani melapor selalu dijaga kerahasiaan dan diberikan apresiasi.
Tantangan bagi para guru fasilitator pendamping P5 yang telah di Bimtek yaitu harus selalu diingatkan dan dikontrol agar tiap modul tidak ada yang sampai terlewat. Dan memastikan para guru pendamping benar-benar selalu memberikan penguatan dari materi perundungan jika terjadi debat atau banyak pertanyaan dari murid. Pengalaman tiap tahun, pada saat diskusi tidak sedikit murid yang menyampaikan pendapatnya mengenai fakta perundungan yang sering mereka saksikan atau mungkin lakukan. Selain itu, akan menjadi tantangan besar jika umumnya para guru di sekolah agak susah mengontrol diri untuk tidak menggunakan kata-kata yang sekiranya menyakiti perasaan murid. Solusi yang ditawarkan adalah kembali pada kesepakatan sekolah yang telah disepakati dan komitmen menerapkan disiplin positif menegur murid.
Kesimpulan
Program Roots adalah program pencegahan perundungan berbasis sekolah yang dikembangkan oleh UNICEF Indonesia, Pemerintah Indonesia, akademisi, dan praktisi pendidikan dan perlindungan anak. Program ini bertujuan untuk menciptakan iklim yang aman dan nyaman di sekolah dengan mengaktivasi peran murid sebagai agen perubahan. Program Roots memfokuskan pada peran pelajar untuk menyebarkan pesan dan perilaku baik di antara teman sebaya. Salah satu contoh penerapan Program Roots adalah memilih beberapa murid yang banyak berinteraksi dengan teman sebayanya di sekolah. Murid yang bersangkutan kemudian menyebarkan pengaruh positif ke teman sebayanya untuk mencegah adanya perundungan di sekolah.
Kegiatan Roots Day diisi dengan penampilan jingle agen perubahan, pembacaan puisi, pembacaan ceritaku harapanku, drama perundungan dan pembacaan deklarasi anti perundungan dan tindak kekerasan di sekolah, serta peserta kegiatan roots day, guru dan murid membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan ini. Proses latihan mereka dari awal hingga akhir untuk kegiatan ini sungguh luar biasa, mereka bersemangat untuk menyampaikan pesan “stop perundungan!” kepada teman sebayanya. Ada beberapa solusi yang ditawarkan sekolah untuk mulai mencegah dan mengurangi trend perundungan itu, yaitu membuat kesepakatan sekolah, menerapkan disiplin positif dan melaksanakan Program Roots Indonesia.
Selama Program Roots berjalan, saya sangat terkesan dengan perhatian dan antusias yang ditunjukkan murid untuk menyelesaikan aktivitas ini. Apalagi saat murid diminta untuk memposting kegiatan tersebut di sosial media. Murid menjadi lebih terbuka dalam berpikir, merasakan apa yang mereka rasakan dan melakukan secara positif untuk diri sendiri dan orang lain yang pada akhirnya bisa mengurangi kebiasaan merundung yang dianggap normal oleh murid di sekolah.
Rekomendasi
Saran:
Seharusnya Program Roots ini juga bisa diimplementasikan mulai dari pendidikan PAUD atau minimal SD. Banyak permintaan dari guru-guru SD yang menginginkan program tersebut karena pendidikan karakter itu sebaiknya bermula dari SD. Kasus perundungan di kalangan murid SD banyak terjadi. Bagi sekolah yang belum menerapkan praktik baik ini, disarankan segera membentuk Tim dan bekerja sama dengan BK sekolah dan meminta pengimbasan dari sekolah lain yang sudah melaksanakan.
Langkah-langkah:
1. Mengundang Fasilitator Perundungan dari sekolah yang sudah mengimplementasikan Program Roots untuk memberikan Bimtek kepada guru-guru yang ada di sekolah atau guru yang ditunjuk oleh sekolah tersebut.
2. Mendampingi guru-guru yang melaksanakan praktik baik agar pelaksanaannya berjalan dengan baik dan lancar.
3. Memastikan pelaksanaan praktik baik secara kontinu.
4. Membuat target perubahan perilaku. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh keefektifan program tersebut berjalan.
Ajakan atau Panggilan Aksi
“Sudah pernahkah kita memperhatikan trend perundungan di kalangan murid di sekolah? Mulai sekarang kita harus lebih peduli lagi!”
Penulis: Titin Winardani – SMAN 2 Selong